zzz Artikel Dakwah

Informasi dan Data

Mutiara Salaf

اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي بِدِينِكَ وَبِسُّنَّةِ نَبِيِّكَ، مِنَ الِاخْتِلَافِ فِي الْحَقِّ، وَمِنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى، وَمِنْ سُبُلِ الضَّلَالَةِ، وَمِنْ شُبُهَاتِ الْأُمُورِ، وَمِنَ الزَّيْغِ وَالْخُصُومَاتِ

“Ya Allah, jagalah saya dengan agama dan sunnah Nabi-Mu dari perselisihan dalam kebenaran, mengikuti hawa nafsu, jalan-jalan kesesatan, dan kerancuan dalam segenap perkara, serta dari penyimpangan dan perdebatan.”

[Disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jâmi Bayân Al-‘Ilm no. 2333, Asy-Syâthiby dalam Al-I’tishâm 1/143 (Tahqîq Masyhûr Hasan)]

Imam Abdullah bin Al-Mubarak Al-Khurasâny berkata,

 

اعْلَمُ أَنِّي أَرَى أَنَّ الْمَوْتَ الْيَوْمَ كَرَامَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ لَقِيَ اللَّهَ عَلَى السُّنَّةِ , فَإِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ , فَإِلَى اللَّهِ نَشْكُو وَحْشَتَنَا , وَذَهَابَ الْإِخْوَانِ , وَقِلَّةَ الْأَعْوَانِ , وَظُهُورَ الْبِدَعِ , وَإِلَى اللَّهِ نَشْكُو عَظِيمَ مَا حَلَّ بِهَذِهِ الْأُمَّةِ مَنْ ذَهَابِ الْعُلَمَاءِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ , وَظُهُورِ الْبِدَعِ

“Ketahuilah bahwa saya melihat kematian pada hari ini adalah suatu karamah bagi setiap muslim yang berjumpa dengan Allah di atas Sunnah. Innâ Lillâhi wa Innâ Ilaihi Râjiûn ‘Sesunggunya kami adalah milik Allah, dan sungguh kami akan kembali kepada-Nya’. Kepada Allah kami mengeluhkan kehambaran kami, berpulangnya segenap kawan, sedikitnya penolong, dan tampaknya bid’ah-bid’ah. Kepada Allah kami mengeluhkan besarnya (musibah) yang menimpa umat ini dengan kepergian ulama dan ahlussunnah, dan tampaknya berbagai bid’ah.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhâh dalam Al-Bida’ no. 97]

Suatu hari, Ibrahim bin Adham rahimahullah berlalu melewati pasar Bashrah. Manusia pun berkumpul kepadanya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, sesungguhnya Allah berfirman dalam kitab-Nya, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian’. Sudah sekian lama kami berdoa tapi tidak dikabulkan?”

Beliau menjawab,

يَا أَهْلَ الْبَصْرَةِ، مَاتَتْ قُلُوبُكُمْ فِي عَشَرَةِ أَشْيَاءَ، أَوَّلُهَا: عَرَفْتُمُ اللَّهَ ولَمْ تُؤَدُّوا حَقَّهُ، الثَّانِي: قَرَأْتُمْ كِتَابَ اللَّهِ ولَمْ تَعْمَلُوا بِهِ، وَالثَّالِثُ: ادَّعَيْتُمْ حُبَّ رَسُولِ اللَّهِ وَتَرَكْتُمْ سُنَّتَهَ، وَالرَّابِعُ: ادَّعَيْتُمْ عَدَاوَةَ الشَّيْطَانِ وَوَافَقْتُمُوهُ، وَالْخَامِسُ: قُلْتُمْ نُحِبُّ الْجَنَّةَ ولَمْ تَعْمَلُوا لَهَا، وَالسَّادِسُ: قُلْتُمْ نَخَافُ النَّارَ وَرَهَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِهَا، وَالسَّابِعُ: قُلْتُمْ إِنَّ الْمَوْتَ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوا لَهُ، وَالثَّامِنُ: اشْتَغَلْتُمْ بِعُيُوبِ إِخْوَانِكُمْ وَنَبَذْتُمْ عُيُوبَكُمْ، وَالتَّاسِعُ: أَكَلْتُمْ نِعْمَةَ رَبِّكُمْ ولَمْ تَشْكُرُوهَا، وَالْعَاشِرُ: دَفَنْتُمْ مَوْتَاكُمْ وَلَمْ تَعْتَبِرُوا بِهِمْ

“Wahai penduduk Bashrah, hati kalian telah mati pada sepuluh perkara,

  1. Kalian mengenal Allah tapi tidak menunaikan hak-Nya.
  2. Kalian membaca Al-Qur’an, tapi kalian tidak mengamalkannya.
  3. Kalian mengaku mencintai Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tapi kalian meninggalkan sunnahnya.
  4. Kalian mengaku memusuhi syaithan, tapi kalian mencocokinya.
  5. Kalian mengatakan bahwa kami mencintai surga, tapi kalian tidak beramal untuk (memasuki)nya.
  6. Kalian mengatakan bahwa kami takut dari neraka, tapi kalian menggadai diri-diri kalian untuk neraka.
  7. Kalian mengatakan bahwa kematian adalah benar adanya, tapi kalian tidak bersiap untuknya.
  8. Kalian sibuk membicarakan aib-aib saudara-saudara kalian, sedang kalian mencampakkan aib-aib kalian sendiri.
  9. Kalian memakan nikmat-nikmat Rabb kalian, tapi kalian tidak menunaikan kesyukuran kepada-Nya.
  10. Kalian telah mengubur orang-orang mati kalian, tapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya.”

[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliyâ` 8/15-16. Disebutkan juga oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jâmi Bayân Al-‘Ilm no. 1220, Asy-Syâthiby dalam Al-I’tishâm 1/149 (Tahqîq Masyhûr Hasan), dan Al-Absyîhy dalam Al-Mustathraf 2/329.]

Al-Qâdhi ‘Alâ`uddin Ibnul Lahhâm berkata,

“Pada suatu saat, Syaikh (Ibnu Rajab Al-Hanbaly) menyebutkan sebuah masalah kemudian beliau sangat meluas dalam (menjelaskan)nya. Saya sangat kagum terhadap beliau dan penguasaan beliau yang sangat kuat terhadap masalah itu. Setelah itu, terjadi (pembahasan) masalah tersebut dihadiri oleh pembesar-pembesar dari berbagai madzhab, dan (Ibnu Rajab) tidak berucap satu kalimat pun. Begitu (Ibnu Rajab) berdiri, saya berkata kepadanya, ‘Bukankah engkau telah  menjelaskan (masalah tersebut) dengan pembicaraan (yang telah lalu)?’ (Ibnu Rajab) menjawab, ‘Saya hanya berbicara pada hal yang saya harapkan pahalanya, dan sangat khawatir untuk berbicara dalam majelis ini.’…”

[Dzail ‘Alâ Dzail Thabaqât Al-Hanâbilah karya Ibnul Mibrad hal. 39, dengan perantara beberapa sumber.]

Imam Asy-Syafi’iy berkata,

يُخَاطِبُنِي السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ … فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُجِيْبًا

يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حُلْمًا … كَعُوْدٍ زَادَهُ الْإِحْرَاقُ طِيْبًا

“Orang jahil berbicara kepadaku dengan segenap kejelekan

Akupun enggan untuk menjawabnya

Dia semakin bertambah kejahilan dan aku semakin bertambah kesabaran

Seperti gaharu dibakar, akan semakin menebar kewangian.”

[Diwân Imam Asy-Syâfi’iy]

Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata,

كُلُّ نِعْمَةٍ لا تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ فَهِيَ بَلِيَّةٌ

“Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]

‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,

عَمَّارٌ ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الإِيمَانَ الإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ ، وَالإِنْفَاقُ مِنَ الإِقْتَارِ

“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.”

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu berkata,

اقْتِصَادٌ فِي سَنَةٍ خَيْرٌ مِنِ اجْتِهَادٍ فِي بِدْعَةٍ

“Hemat dalam suatu sunnah adalah lebih baik dari bersungguh-sungguh dalam suatu bid’ah.”

[Diriwayatkan oleh Ath-Thabarâny]

Umar bin Al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu berkata,

الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ: كِتَابٌ نَاطِقٌ، وَسُنَّةٌ مَاضِيَةٌ، وَلَا أَدْرِيْ

“Ilmu ada tiga: Kitab (Al-Qur’an) yang berbicara, Sunnah (Nabi) yang terus berlaku, dan (upacan) ‘saya tidak tahu’.”

[I’lamul Muwaqqi’in karya Ibnul Qayyim]

Dari Ziyâd bin Hudair, beliau berkata,

Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku, “Apakah engkau tahu apa yang menghancurkan (agama) Islam?” Saya menjawab, “Tidak.” Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,

يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ، وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ، وَحُكْمُ الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ

“(Agama Islam) dihancurkan oleh ketergelinciran seorang alim, jidal kaum munafiqin dengan Al-Qur’an, dan hukum para pemimpin yang sesat.”

[Diriwayatkan oleh Ad-Darimy dan selainnya]

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumâ berkata,

لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ حَقِيقَةَ التَّقْوَى حَتَّى يَدَعَ مَا حَاكَ فِي الصَّدْرِ

“Tidaklah seorang hamba mencapai hakikat takwa hingga dia meninggalkan apa yang berseteru dalam hatinya.” 

[Disebutkan oleh Al-Bukhary dalam Shahihnya secara Mu’allaq]

Abdullah bin Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu berkata,

الصَّبْرُ نِصْفُ الإِيمَانِ، وَالْيَقِينُ الإِيمَانُ كُلُّهُ

“Sabar adalah seperdua keimanan, dan Yakin adalah keimanan seluruhnya.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikhnya sebagaimana dalam Taghlîq At-Ta’lîq, dan Al-Hakim]

Suatu hari, Umar bin Al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu masuk menjumpai Abu Bakr radhiyallâhu ‘anhu, dan Abu Bakr sedang menarik lisannya. Umar berkata, “Ada apa? Semoga Allah mengampunimu.” Abu Bakr menjawab,

إِنَّ هَذَا أَوْرَدَنِي الْمَوَارِدَ

“Sesungguhnya (lisan) ini telah menyeretku ke berbagai prahara.”

[Diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwaththa` dengan riwayat Yahya bin Yahya]

Abu Bakr Ash-Shiqqîq radhiyallâhu ‘anhu berkhutbah kepada manusia,

يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَظَلُّ حِينَ أَذْهَبُ إِلَى الْغَائِطِ فِي الْفَضَاءِ مُتَقَنِّعًا بِثَوْبِي اسْتِحْيَاءً مِنْ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ

“Wahai kaum muslimin sekalian, malulah kalian kepada Allah. Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya pergi membuat hajat di tanah lapang (tempat membuang hajat) dalam keadaan berkudung baju karena malu kepada Rabbku ‘Azza wa Jalla.”

[Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd]

Setelah terangkat menjadi Khalifah, Abu Bakr Ash-Shiqqîq radhiyallahu ‘anhu berkhutbah,

“Amma Ba’du, Wahai sekalian manusia, sesungguhnya saya telah dijadikan pemimpin terhadap kalian, sedang saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Apabila saya berbuat baik, bantulah saya. Apabila saya berbuat jelek, luruskanlah saya. Kejujuran adalah amanah dan dusta adalah khiyanat. Orang yang lemah di tengah kalian adalah kuat di sisiku hingga saya memberikan haknya, insya Allah. Orang yang kuat di tengah kalian adalah lemah di sisiku hingga saya mengambil hak darinya, insya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan memukul mereka dengan kehinaan. Tidaklah suatu kekejian tersebar di suatu kaum kecuali Allah akan meratakan mereka dengan bala. Taatilah saya selama saya menaati Allah dan Rasul-Nya. Apabila saya bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya tidak ketaatan untukku terhadap kalian…”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Ishâq dalam As-Sîrah]

Imam Al-Muzany bercerita:

“Aku menemui Imam Asy-Syafi’iy menjelang beliau wafat, lalu kubertanya, “Bagaimana keadaanmu pada pagi ini, wahai Ustadzku?”

Beliau menjawab, “Pagi ini aku akan melakukan perjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tahu: apakah diriku berjalan ke surga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”

Aku berkata, “Nasihatilah aku.”

Asy-Syafi’iy berpesan kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah, permisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu, dan janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah segalah hal yang Dia haramkan, laksanakanlah segala perkara yang Dia wajibkan, dan hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada. Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah kepadamu -walaupun nikmat itu sedikit- dan balaslah dengan bersyukur. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai dzikir, dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang menzhalimimu, sambunglah (silaturrahmi dari)orang yang memutus silaturahmi terhadapmu, berbuat baiklah kepada siapapun yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala musibah, dan berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketakwaan.”

Aku berkata, “Tambahlah (nasihatmu) kepadaku.”

Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harapan adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai pakaianmu, shadaqah sebagai pelindungmu, dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tenang sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu, dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur`an sebagai juru bicaramu dengan kejelasan, serta jadikanlah Allah sebagai Penyejukmu. Barangsiapa yang bersifat seperti ini, surga adalah tempat tinggalnya.”

Kemudian, Asy-Syafi’iy mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersya’ir,

Kepada-Mu -wahai Ilah segenap makhluk, wahai Pemilik anugerah dan kebaikan-

kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa

Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku

kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku

Kurasa dosaku teramatlah besar, tetapi tatkala dosa-dosa itu

kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar

Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus menerus

Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan

Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh Iblis

bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu,Adam

Kalaulah Engkau memaafkan aku, Engkau telah memaafkan

seorang yang congkak, zhalim lagi sewenang-wenang yang masih terus berbuat dosa

Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa,

walaupun diriku telah engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku

Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang,

namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar

[Tarikh Ibnu Asakir Juz 51 hal. 430-431]

Bilâl bin Sa’d rahimahullâh berkata,

لَا تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيئَةِ، وَلَكِنِ انْظُرْ مَنْ عَصَيْتَ

“Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa, tetapi lihatlah terhadap siapa engkau bermaksiat.” 

[Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd]

Dari Yahya bin Abi Katsîr rahimahullah, beliau berkata,

لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ

“Ilmu itu tidaklah didapatkan dengan jasad yang santai.”

[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Ali bin Abu Thalib radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,

مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إِلَّا بِذَنْبٍ وَلَا رُفِعَ بَلَاءٌ إِلَّا بِتَوْبَةٍ

“Tidaklah petaka turun, kecuali karena dosa, dan tidaklah petaka diangkat, kecuali dengan taubat.” 

[Ad-Dâ` wa Ad-Dawâ` hal. 118]

Berkata Al-Fudhail bin ‘Iyâdh,

إِنِّي لأَعْصِي اللَّهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ فِي خُلُقِ دَابَّتِي وَجَارِيَتِي

“Sesunggunya aku bermaksiat kepada Allah, hal tersebut aku ketahui (pengaruh jeleknya) dari akhlak kendaraan dan istriku.”

[Shaidul Khâthir karya Ibnul Jauzi dan Al-Jawâb Al-Kâfi karya Ibnul Qayyim]

Imam Para Tabi’in, Sa’id bin Musayyab rahimahullah melihat seorang melakukan shalat sunnah dua raka’at setelah shalat subuh, kemudian Sa’id melarangnya. Orang tersebut berkata, “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah menyiksaku karena suatu shalat?!” Sa’id menjawab,

لَا وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ عَلَى خِلَافِ السُّنَّةِ

“Tidak, tapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah.”

[Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Ad-Darimy dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwâ` 2/236]

Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,

إِنَّ لِلْحَسَنَةِ ضِيَاءً فِي الْوَجْهِ، وَنُورًا فِي الْقَلْبِ، وَسَعَةً فِي الرِّزْقِ، وَقُوَّةً فِي الْبَدَنِ، وَمَحَبَّةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ، وَإِنَّ لِلسَّيِّئَةِ سَوَادًا فِي الْوَجْهِ، وَظُلْمَةً فِي الْقَبْرِ وَالْقَلْبِ، وَوَهْنًا فِي الْبَدَنِ، وَنَقْصًا فِي الرِّزْقِ، وَبُغْضَةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ

“Sesungguhnya pada kebaikan terdapat sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk. Sesungguhnya pada kejelekan terdapat kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan, kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk.” 

[Al-Jawâb Al-Kâfy hal. 62]

Dalam menghadapi fitnah, Thalq bin Habib menasihatkan agar berlindung dengan ketakwaan. Ketika ditanya, “Apa takwa itu?” Beliau menjawab,

العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكُ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ

“Takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah, mengharap rahmat Allah, dan meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah, takut akan siksaan Allah.” 

(Siyâr A’lam An-Nubalâ` dan selainnya)

Ditanyakan kepada Hamdûn bin Ahmad Al-Qashshâr, “Mengapa ucapan para salaf lebih bermanfaat dari ucapan kita?”

Hamdûn menjawab, “Karena mereka berbicara untuk keagungan Islam, keselamatan jiwa-jiwa (manusia), dan (meraih) ridha Ar-Rahman. Sedang kita berbicara untuk kemulian diri sendiri, mencari dunia, dan penerimaan manusia.”

[Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îmân]

Ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid memintah nasihat ringkas, Abul ‘Atâhiyah menasihatinya dalam beberapa untaian syair,

لَا تَأْمَنِ الْمَوْتَ فِيْ طَرْفٍ وَلَا نَفَسٍ  وَلَوْ تَمَنَّعْتَ بِالْحِجَابِ وَالْحَرَسِ

وَاعْلَمْ بَأَنَّ سِهَامَ الْمَوْتِ قَاصِدَةٌ  لِكُلِّ مَدَرَّعٍ مِنَّا وَمُتَرَّسِ

تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا  إِنَّ السَّفِيْنَةَ لَا تَجْرِيْ عَلَى الْيَبَسِ

“Janganlah merasa aman dari kematian dalam sekejam maupun senafas

walaupun engkau berlindung dengan tirai dan para pengawal.

Ketahuilah bahwa panah-panah kematian selalu membidik

setiap dari kita, yang berbaju besi maupun yang berperisai.

Engkau menghendaki keselamatan, sedang engkau tidak menempuh jalan-jalannya,

sesungguhnya perahu tidak akan berjalan di atas daratan kering.”

[Raudhatul ‘Uqalâ` karya Ibnu Hibban hal. 285]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

وَالْحَقُّ مَنْصُوْرٌ وَمُمْتَحَنٌ فَلَا

تَعْجَبْ فَهَذِيْ سُنَّةُ الرَّحْمَانِ

“Kebenaran itu akan selalu menang dan mendapat ujian, maka janganlah

heran, sebab ini adalah sunnah Ar-Rahman (sunnatullah).”

[Al-Kâfiyah Asy-Syâfiyah 1/52 (Syarah Syaikh Shalih Al-Fauzan)]

Harun bin Sufyân Al-Mustamly bertanya kepada Imam Ahmad, “Bagaimana cara engkau mengetahui para pendusta?” Imam Ahmad menjawab, “Dengan (melihat) janji-janji mereka.”

[Dirwayatkan oleh Ibnu ‘Ady dalam Al-Kamil dan As-Sam’âny dalam Adabul Imlâ`]

Muhammad bin Abdillah Al-Baghdâdy bersenandung,

إِذَا مَا الْمَرْءُ أَخْطَأَهُ ثَلَاثٌ  فَبِعْهُ وَلَوْ بِكَفٍّ مِنْ رَمَادِ

سَلَامَةُ صَدْرِهِ وَالصِّدْقُ مِنْهُ  وَكِتْمَانُ السَّرَائِرِ فِي الْفُؤَادِ

“Apabila seorang kehilangan tiga (sifat),

Juallah dia, walaupun hanya dengan harga segenggam debu.

(Tiga sifat itu adalah) keselamatan hati, kejujuran jiwa,

dan menyembunyikan rahasia (orang lain) di dalam hati.”

[Raudhatul ‘Uqalâ` karya Ibnu Hibban hal. 53]

Muhammad bin Abdawaih berkata, Saya mendengar Al-Fudhail bin ‘Iyâdh rahimahullah berkata,

تَرْكُ الْعَمَلِ مِنْ أَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ مِنْ أَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ وَالْإِخْلَاصُ أَنْ يُعَافِيَكَ اللهُ عَنْهُمَا

“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya`, dan beramal karena manusia adalah kesyirikan. Ikhlas adalah Allah menyelamatkan engkau dari dua perkara tersebut.”

[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnu Asâkir, sebagaimana dalam kitab Al-Âtsâr Al-Wâridah ‘Anil Aimmah fi Abwâbil I’tiqâd 1/159]

Al-Marrudzy berkata, “Suatu hari aku masuk menjumpai (Imam) Ahmad, lalu saya bertanya, ‘Bagaimana engkau di pagi ini?’ Beliau menjawab, ‘Aku masuk di waktu pagi dalam keadaan Rabbku menuntut (diriku) untuk menunaikan kewajiban, Nabi-Nya menuntutnya untuk menunaikan sunnah, dua malaikat menuntutnya untuk memperbaiki amalan, jiwanya menuntut (mengikuti) hawa nafsu, Iblis menuntutnya untuk kekejian, Malakul Maut menuntut nyawanya, dan keluarganya menuntut nafkah.’.”

[Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Abi Ya’lâ 1/570, dengan perantara kitab Kasykûl karya guru kami, Syaikh Abdul Aziz Ibnu Aqil]

Intisari Tauhid

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lentera Wahyu

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Doa dan Dzikir

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Targhib wa Tarhib

Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tiada suatu hari pun yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. (Para shahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula (dilebihi oleh) jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘(Ya), tidak (pula) jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun dari hal tersebut.’.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Abu Dâwud, At-Tirmidzy (lafazh hadits adalah milik beliau), dan Ibnu Mâjah]

Dari sebagian istri Nabi radhiyallâhu ‘anhâ, beliau bertutur,

أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَتِسْعًا مِنْ ذِى الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ

“Sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari ‘Asyurâ, pada sembilan hari Dzulhijjah, dan pada tiga hari dalam sebulan: senin awal dari bulan (berjalan) dan dua kamis.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dâwud, An-Nasâ`iy, dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny]

Dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ, beliau berkata,

فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

Saya tidak pernah melihat Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan selain bulan Ramadhan dan saya melihat kebanyakan puasanya di bulan Sya’ban.

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim]

Dari Abu Qatadah radhiyallâhu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari ‘Âsyûrâ. Beliau menjawab,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

 “(Puasa tersebut) menghapuskan (dosa) tahun yang telah berlalu.”

[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan suatu silaturahim.”

[Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim. Lafazh hadits milik Al-Bukhary]

Dari Abu Dzarr Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Siapa yang membangun masjid untuk Allah walaupun seperti sarang burung, Allah bangunkan untuknya sebuah rumah di sorga.” 

[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawy, Ibnu Hibban, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany]

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang akhir ucapannya  adalah Lâ Ilâha Illallâh, dia akan masuk surga.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Al-Hakim dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Irwâ`ul Ghalîl no. 687]

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhumâ, Beliau bertutur,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang untuk mengapuri kuburan, duduk di atasnya, dan membangun di atasnya.”

[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhany radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ

“Hati-hati kalian dari masuk menjumpai para perempuan.”

Seorang lelaki dari Al-Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan Al-Hamwu ‘Kerabat laki-laki suami selain ayah dan anak’? Beliau menjawab,

الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Al-Hamwu adalah maut ‘kematian’.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim]

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan sholat.” [Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkan (shalat), sungguh dia telah kafir.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil]

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَامَ بِلَالٌ يُنَادِي، فَلَمَّا سَكَتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ مِثْلَ هَذَا يَقِينًا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kemudian Bilal bangkit untuk menyerukan adzan. Tatkala Bilal diam, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang mengucapkan seperti ucapannya muadzin disertai dengan keyakinan, dia akan masuk surga.’.”

[Diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’iy dan Ibnu Hibban. Dihasankan oleh Albany dalam Ats-Tsamar Al-Mustathâb 1/174-175]

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ، فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

“Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga dia mencucinya tiga kali, karena dia tidak tahu dimana tangannya bermalam.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim]

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berdoa ketika mendengan adzan,

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ

‘Ya Allah! Wahai Rabb seruan yang sempurna ini dan shalat yang akan ditegakkan ini, berikanlah kepada Muhammad al-wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah beliau pada tempat yang dipuji (maqam mahmud) yang telah Engkau janjikan kepadanya’, niscaya ia pasti akan beroleh syafaatku pada hari kiamat.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary]

Dari Abu Musa Al-‘Asy’ary radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ، وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ، لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ، لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ

“Permisalan seorang mukmin yang membaca Al-Qur`an adalah seperti buah atrujjah, baunya harum dan rasanya enak. Permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur`an seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an permisalannya seperti buah raihanah, baunya wangi tapi rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah hanzhalah, tidak ada baunya, rasanya pun pahit.” 

[Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dan Muslim]

Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallâhu ‘anhâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تُحِدَّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَ عَشْرًا وَ لَا تَلْبَسُ ثَوْبًا مَصْبُوْغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَلَا تَكْتَحِلُ وَلَا تَمَسُّ طِيْبًا إِلَّا إِذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ أَظْفَارٍ.

“Seorang perempuan tidak boleh berihdad terhadap mayyit selama lebih dari tiga malam, kecuali terhadap suaminya selama empat bulan sepuluh malam. Janganlah dia menyentuh pakaian yang dicelup dengan warna, kecuali baju ‘ashb, janganlah bercelak, dan janganlah menyentuh wewangian, kecuali sedikit wewangian qisth atau azhfâr apabila dia telah suci dari (haidhnya).” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary]

Dari Abu Qatâdah Al-Anshâry radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab,

 يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

“(Puasa tersebut) menggugurkan dosa tahun yang lalu dan tahun yang tersisa.” 

[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ، وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar pada hari Idul Fithri sebelum beliau makan, dan belian tidak makan pada hari Idul Adha hingga beliau shalat.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Takhrîj Al-Misykâh]

Dari Umar bin Al-Khaththâb radhiyalllahu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Ingatlah, jangan sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan perempuan, kecuali syaithan yang ketiga pada mereka berdua.” 

[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy dalam Al-Kubra, Al-Hakim dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwâ` 6/215]

Dari Aisyah radhiyalllâhu ‘anhâ, beliau bertutur,

يَرْحَمُ اللَّهُ نِسَاءَ المُهَاجِرَاتِ الأُوَلَ، لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ: {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ} شَقَّقْنَ مُرُوطَهُنَّ فَاخْتَمَرْنَ بِهَا

“Semoga Allah merahmati para perempuan muhajirah yang terdahulu. Tatkala Allah menurunkan (firman-Nya), ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya’ [An-Nûr: 31], mereka segera menyobek sarung-sarung selimut mereka dan berkerudung dengannya.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary]

Dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدُّعَاءَ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، فَادْعُوا

“Sesungguhnya doa antara adzan dan iqamat tidak ditolak, maka berdoalah kalian.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad (Lafazh hadits milik beliau), Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan An-Nasâ`iy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwâ` no. 244]

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” [Al-Jumu’ah: 9]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Hendaknya sekelompok kaum berhenti dari meninggalkan shalat-shalat Jum’at, atau Allah akan menutup hati-hati mereka, kemudian mereka tergolong orang-orang yang lalai.”

[Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhum]

ari Abu Hurairah radhiyalllahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سُورَةٌ مِنَ الْقُرْآنِ ثَلَاثُونَ آيَةً، تَشْفَعُ لِصَاحِبِهَا حَتَّى يُغْفَرَ لَهُ: تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ

“Sebuah surah dari Al-Qur`an berisi tiga puluh ayat, memberi syafa’at kepada pemiliknya hingga diberi ampunan untuknya, Yaitu ‘Tabârakalladzî biyadihil Mulk’ (Surah Al-Mulk).” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy dalam Al-Kubrâ, Ibnu Majah dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud.]

Dari Jabir bin Abdillah radhiyalllahu ‘anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ، وَتَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tidur hingga membaca ‘Alif Lâm Mîm, Tanzîl As-Sajadah’ (Surah As-Sajadah) dan ‘Tabârakalladzî biyadihil Mulk’.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad, At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 585]

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyalllahu ‘anhu, beliau berkata,

سُورَةُ تَبَارَكَ هِيَ الْمَانِعَةُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Surah Tabârak adalah penghalang dari adzab kubur.” 

[Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Abu ‘Ubaid, Al-Hakim, Al-Baihaqy dalam Itsbât ‘Adzâb Al-Qabr, dan selainnya. Ucapan Ibnu Mas’ud di atas memiliki hukum hadits marfû’. Diriwayatkan pula oleh Abusy Syaikh dan Asy-Syajary dalam Al-Amâlî, serta dihasankan oleh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 1140]

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Setiap doa terhijab (terhalang) hingga dilakukan shalawat terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

[Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 2035 karena beberapa jalur riwayatnya yang saling menguatkan]

Dari Anas bin Malik Al-Ka’by radhiyalllahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامَ، وَعَنِ الْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menggugurkan separuh shalat dan puasa atas seorang musafir dan (menggugurkan puasa) dari perempuan yang hamil dan menyusui.” 

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasâ’iy, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah. Dikuatkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud]

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Barangsiapa yang membaca surah Al-Kahfi pada malam Jum’at, Allah akan menerangi untuknya sebuah cahaya antara dirinya dan Al-Bait Al-‘Atîq (Ka’bah).” 

[Diriwayatkan oleh Ad-Darimy, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îmân, dan selainnya dari hadits Abu Sa’îd Al-Khudry secara mauqûf. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwâ` no. 626]

Dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha, tentang seorang budak perempuan hitam yang datang kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam kemudian masuk Islam. Aisyah radhiyallâhu ‘anha berkata,

فَكَانَ لَهَا خِبَاءٌ فِي المَسْجِدِ

“Dia memiliki kemah di masjid.”

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary]

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ، اشْتَدَّ عَلَيْهِ العَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا، فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ، يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ العَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الكَلْبَ مِنَ العَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ بِي، فَنَزَلَ البِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ، فَسَقَى الكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ ” قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنَّ لَنَا فِي البَهَائِمِ أَجْرًا؟ فَقَالَ: «نَعَمْ، فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ»

“Ketika tengah berjalan di suatu jalan, seorang laki-laki mengalami kehausan yang sangat. Kemudian dia mendapati sebuah sumur lalu Dia turun ke (sumur itu) dan meminum lalu keluar (darinya). Ternyata ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah lantaran kehausan. Orang itu berkata, ‘Sungguh anjing ini telah tertimpa dahaga seperti yang telah menimpaku.’ Ia turun (lagi) ke sumur untuk memenuhi sepatu kulitnya (dengan air) kemudian memegang sepatu itu dengan mulutnya lalu memberi minum untuk anjing tersebut. Maka Allah mensyukuri perbuatannya dan memberikan ampunan kepadanya.” (Para shahabat) bertanya, “Wahai Rasullulah, apakah kita mendapat pahala (bila berbuat baik) pada binatang?” Beliau bersabda, “(Berbuat baik) kepada setiap makhluk hidup yang memiliki hati terdapat pahala.”

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim]

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ الدُّعَاءَ كَانَ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ نُزُوْلِ الْقَطْرِ وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ وَالْتِقَاءِ الصَّفَّيْنِ

“Sesungguhnya doa itu disunnahkan ketika turun hujan, shalat akan didirikan, dan perjumpaan dua pasukan.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Asy-Syâfi’iy. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahîhâh no. 1469 lantara beberapa jalur pendukungnya.]

Dari Abu Dzarr Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُومَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ: ثَلَاثَ عَشْرَةَ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kami untuk berpuasa tiga hari putih pada setiap bulan, (tanggal) 13, 14, dan 15.” 

[Diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasâ`iy, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqy. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany karena beberapa pendukungnya dalam Ash-Shahîhah no. 1567]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Sedekat-dekat keberadaan seorang hamba dari Rabbnya adalah dalam keadaan dia sujud, perbanyaklah doa (saat sujud).” 

[Diriwayatkan oleh Muslim]

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah, Allah akan membangunkan untuknya di sorga yang semisal dengannya.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Lafazh hadits milik Muslim]

Dari Salman Al-Farisy radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ، أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesungguhnya Rabb kalian Tabâraka wa Ta’âlâ Maha Pemalu lagi Maha Pemurah, Dia malu terhadap hamba-Nya, bila (sang hamba) mengangkat kedua tangannya kepada-Nya, lalu Ia mengembalikan (kedua tangan hamba itu) dalam keadaan hampa.” 

[Hadits hasan. Diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah. Baca Shahih Abi Dawud karya Al-Albany dan Tahqiq Musnad Ahmad karya Syu’aib Al-Arna`ûth.]

Dari Abud Dardâ` radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى

“Inginkah kalian aku tunjukkan pada amalan kalian yang terbaik, paling suci di sisi Pengusa kalian (yakni Allah, pent.), paling tinggi dalam mengangkat derajat kalian dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, lalu kalian memenggal leher-leher mereka dan mereka memenggal leher-leher kalian? Para sahabat menjawab, ‘Tentu, (wahai Rasulullah!)’ Beliau bersabda,“(Amalan itu adalah) dzikir kepada Allah Ta’âlâ.” 

[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan selainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil]

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا

 “Shalat seorang perempuan di (tengah) rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di ruangan (dekat tembok rumahnya), dan shalat seorang perempuan di ruang kecil khusus (di ujung rumah) lebih utama baginya daripada di (tengah) di rumahnya.” 

[Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih di atas syarat Muslim, sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawy, Al-Albany dan Al-Wadi’iy]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى مَنَازِلِ قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ

“Sungguh aku sangat berkeinginan untuk memerintah supaya shalat ditegakkan, lalu aku mendatangi rumah-rumah kaum yang tidak menghadiri shalat, kemudian aku bakar (rumah-rumah) mereka.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Lafazh hadits milik Al-Bukhary]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الِاخْتِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ

“Fitrah adalah lima macam; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak.” 

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Lafazh hadits milik Muslim]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَشَى فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ إِلَى الْمَسَاجِدِ آتَاهُ اللَّهُ نُورًا يوم القيامة

“Barangsiapa yang berjalan ke masjid pada kegelapan malam, Allah akan memberi cahaya kepadanya pada hari kiamat.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, dan selainnya. Baca Ats-Tsamrul Mustathâb karya Syaikh Al-Albany hal. 502-503]