Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Bagikan...

Ajari si Kecil agar Jangan Ribut dan Gaduh di Rumah-rumah Allah

  • Oleh: Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah

(Doa-doa Mujarab buat Mereka yang Sakit)

Sebuah fenomena yang kurang sedap dipandang, adanya orang-orang tua yang membawa anaknya ke masjid, tanpa mengajari mereka sebelumnya tentang adab-adab di masjid, misalnya harus tenang dan tak boleh ribut atau tak boleh lari-lari di dalam masjid.

Adab-adab ini banyak dilalaikan oleh orang tua dan pendidik saat membawa anak-anak kecil mereka ke masjid-masjid kaum muslimin.

Akibatnya, hamba-hamba Allah yang sibuk beribadah disana akhirnya terganggu dengan berbagai ulah mereka yang masih lugu dan tak tahu hal. Terlebih lagi, sebagian orang tua dan pendidik tak mau tahu dan pusing. Yang penting menurutnya, anak-anak dibawa ke masjid tujuannya untuk membiasakan mereka masuk masjid dan mengenal tata cara kaum muslimin mengerjakan sholat.

 

Tujuan seperti ini sebenarnya bagus sekali. Hanya saja, tujuan yang baik tidaklah membuat kita membiarkan mereka ke masjid tanpa diajari dan dibekali dengan adab-adab mulia saat masuk masjid.

Perkara ini pernah dikeluhkan oleh seseorang kepada para ulama kita yang tergabung dalam Lembaga Fatwa di Timur Tengah yang dikenal dengan “Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Iftaa'”, dengan mengajukan pertanyaan berikut:

س 1: في قريتنا رجل يأتي بأبنائه الصغار الذين لم يبلغوا سن السابعة إلى المسجد، وقد يحدث منهم بعض التشويش على المصلين، ويذهب على المصلين الخشوع في صلاتهم، وعندما نصح من بعض الإخوة بألا يأتي بأبنائه قال إنه في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم كانوا يأتون بأبنائهم إلى المسجد، فالرسول عندما يسمع بكاء الأطفال لا يطول في الصلاة ما حكم ذلك؟ نرجو التوضيح.

“Di kampung kami, ada seseorang yang membawa anak-anak kecilnya yang belum mencapai usia tujuh tahun. Terkadang muncul dari mereka sebagian gangguan bagi oang-orang yang sedang mengerjakan sholat dan hilanglah bagi mereka rasa khusyu’ dalam sholatnya. Ketika ia dinasihati oleh sebagian teman-teman agar ia tak membawa anak-anaknya ke masjid, maka orang itu berkata, “Sesungguhnya di zaman Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dulu, mereka membawa anak-anaknya ke masjid, sedang Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- saat mendengarkan suara tangisan, beliau tidaklah memanjangkan sholatnya dalam sholat”. Apakah hukum hal itu (yakni, membawa anak-anak yang ribut ke masjid, –pen.). Mohon penjelasannya”.

 

Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Iftaa’, yang saat itu diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah– dengan beranggotakan Syaikh Abdur Razzaq Afifi dan Abdullah bin Ghudayyan memberikan jawaban bersama,

ج 1: الواجب صيانة المساجد من عبث الأطفال وإزعاجهم؛ لأنها بنيت للعبادة، ومن أحضر أطفاله ليدربهم على الصلاة فيجب عليه الحرص عليهم، وتدريبهم أيضا على عدم العبث واللعب بالمساجد أو المصاحف الموجودة في المسجد.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

“Kewajiban kita adalah menjaga masjid-masjid dari senda gurau (bermain-main)nya anak-anak dan ributnya mereka. Karena, masjid-masjid itu dibangun untuk ibadah. Barangsiapa yang membawa anak-anak kecilnya untuk melatih mereka untuk sholat. Maka wajib baginya untuk memperhatikan mereka dan melatih mereka untuk tidak bersenda gurau dan main-main di masjid atau bermain-main dengan mush-haf (Al-Qur’an) yang ada di masjid.

Wa billahit tawfiq wa shollallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa alihi wa shohbihi wa sallam”.

[Sumber Fatwa : kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Iftaa’ (31/264/14313)]

 

Inilah tuntunan yang tepat bagi orang tua saat membawa anak-anaknya ke masjid. Jadi, boleh bagi mereka membawa anak-anak kecil, asal mereka bisa menjaga adab di masjid, yakni tidak ribut dan tidak mengganggu orang-orang yang fokus ibadah di masjid, entah mereka baca Al-Qur’an, sholat atau berdzikir.

Hal ini lebih diperhatikan lagi saat di Hari Jumat, saat khotib sedang menyampaikan nasihatnya. Demikian pula saat sholat sudah di-iqomat-i.

Jadi, orang tua tak boleh bermasa bodoh dalam memperhatikan anaknya, sebab jika ia biarkan mereka ribut, maka yang berdosa adalah orang tua dan pendidiknya.

Para pembaca yang budiman, mengangkat suara alias ribut dan berisik di masjid merupakan perbuatan yang melanggar adab-adab yang diajarkan oleh Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– dan para sahabatnya.

Oleh karenanya, ketika Umar –radhiyallahu anhu– melihat ada dua orang yang ribut di dalam Masjid Nabawi, maka beliau memarahi mereka.

 

Sahabat As-Saa’ib bin Yazid –radhiyallahu anhu– menceritakan bahwa Umar bin Khoththob –radhiyallahu anhu– memerintahkannya untuk mendatangkan dua orang yang ada di masjid.

Umar berkata kepada keduanya, “Siapakah kalian, dan kalian berdua dari mana?” Keduanya menjawab, “Dari Tho’if”. Kemudian beliau berkata,

لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ الْبَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Andaikan engkau berdua termasuk penduduk Madinah, maka aku akan menginjak kalian. Engkau berdua telah meninggikan suara di Masjid Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 470)]

Andaikan Umar –radhiyallahu anhu– hidup di zaman kita, maka pasti beliau akan banyak memarahi orang-orang tua saat melihat anak-anak dengan bebasnya ribut, berlari dan mengganggu orang sholat dan beribadah!!!

 

Perkara gaduhnya anak-anak kecil di rumah-rumah Allah (masjid-masjid) telah disinggung oleh para ulama kita sejak dahulu kala.

Al-Imam Malik bin Anas –rahimahullah– pernah ditanya tentang seorang lelaki yang membawa anaknya ke masjid; apakah dianjurkan atau tidak?

Al-Imam Malik bin Anas Al-Ashbahiy rahimahullah– menjawab,

إن كان قد بلغ موضع الأدب ، وعرف ذلك ، ولا يعبث في المسجد ، فلا أرى بأساً ، وإن كان صغيراً ، لا يقرّ فيه ، فلا أحبّ ذلك .

“Jika anak itu sudah mencapai masa beradab (yakni, sudah memiliki adab-adab) dan mengenal hal itu serta tidak lagi bermain-main di masjid, maka aku pandang tak mengapa (jika mereka dibawa ke masjid). Jika mereka masih kecil dan tidak tenang di masjid, maka aku tak menyukai hal itu (yakni, tak senang jika mereka dibawa ke masjid)”.

 

Ibnu Rusyd Al-Andalusiy –rahimahullah– berkata saat mengomentari ucapan Al-Imam Malik -rahimahullah- di atas,

المعنى في هذه المسألة مكشوف لا يفتقر إلى بيان، إذ لا إشكال في إباحة دخول الولد إلى المساجد، قال الله عز وجل: ((وكفلها زكريا كلما دخل عليها زكريا المحراب))…وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمع بكاء الصبي في الصلاة فيتجوز في الصلاة مخافة أن تفتن أمه، وإلا فالكراهة في إدخالهم فيه إذا كانوا لا يقرون فيه ويعبثون، لأن المسجد ليس بموضع العبث واللعب، وبالله التوفيق.

“Makna ucapan beliau dalam perkara ini adalah jelas. Tak butuh kepada penjelasan. Sebab, tak ada masalah tentang perkara bolehnya seorang anak kecil masuk masjid. Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ

“…dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya (yakni, Maryam yang masih kecil, -pen.). Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab…”. (QS. Ali Imraan : 37)

 

Dahulu Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- biasa mendengar suara tangisan anak kecil saat sholat, lalu beliau memperpendek sholatnya, karena khawatir ibunya terganggu.

Jika tak demikian halnya, maka makruh memasukkan mereka ke dalam masjid, jika mereka tak tenang di masjid dan malah bermain-main. Karena, masjid bukanlah tempat bergurau dan bermain-main. Wabillahit tawfiq”. [Lihat Al-Bayan wa At-Tahshil (1/283-284), Abul Walid Ibnu Rusyd Al-Qurthubiy, cet. Dar Al-Ghorbiy Al-Islamiy, 1408 H]

 

Inilah petunjuk dan bimbingan para ulama kita; hendaknya orang tua mengerti tentang keadaan anaknya. Jika mereka sudah bisa menjaga adab di masjid sehingga tidak berbuat ribut dan gaduh, maka ia membawanya ke masjid agar ia belajar cara sholat. Namun jika ia tak mengerti adab, maka ia menahannya di rumah sampai ia mengerti adab dan bisa tenang di masjid.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *