Disana, terdapat sebuah adab yang sering kali dilalaikan oleh mayoritas orang yang ingin berkurban. Adab ini memang asing, karena jarang diperkenalkan dan disebarkan oleh dai-dai kita. Adab itu berupa LARANGAN MEMOTONG KUKU, BULU, DAN RAMBUT sejak masuknya tanggal 1 Dzulhijjah.
Adab telah diterangkan oleh Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– dalam sebuah sabdanya,
((إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْر وَأَرَادَ أَحَدكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلَا يَمَسّ مِنْ شَعْره وَبَشَره شَيْئًا)) م
“Apabila 10 hari pertama (dari Bulan Dzulhijjah) telah masuk, sedang seorang diantara kalian mau berqurban, maka jangalah ia menyentuh (mengambil atau memotong) sedikitpun dari rambut dan kukunya.” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 1977)]
Larangan ini hanya bagi mereka yang hendak berqurban. Adapun keluarganya yang tidak ikut berqurban, maka tidaklah masuk dalam larangan hadits ini.
Apabila 10 hari pertama telah masuk dengan masuknya tanggal satu dari bulan itu, maka orang yang hendak berqurban harus menghindar dari memotong kuku kaki atau tangan, sebagaimana halnya ia menahan diri dari memotong semua bulu pada tubuh (baik itu berupa bulu kumis, bulu betis, bulu kemaluan, rambut kepala, dan lainnya).
Adapun bulu janggut, maka memotongnya adalah haram dan terlarang dalam semua waktu. Karena memanjangkan janggut dan tidak memotongnya sedikitpun merupakan kewajiban dalam agama yang diperintahkan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى.
“Potonglah kumis-kumis kalian dan biarkanlah janggut-janggut kalian.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5893)]
Dalam riwayat lain, Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Perbanyaklah janggut kalian dan potonglah kumis kalian.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5892) dan Muslim dalam Shohih-nya (259)]
Jadi, memotong janggut, baik sedikit ataupun banyak, maka itu merupakan perkara yang haram dan terlarang dalam agama!!
Adapu memotong kumis, maka dianjurkan dalam semua waktu, selain di 10 hari pertama dari Bulan Dzulhijjah.
Para pembaca yang budiman, memotong kuku atau semua bulu dan rambut pada tubuh bagi mereka yang hendak berqurban adalah perkara hendaknya dihindari dan dijauhi. Bahkan sebagian ulama menganggap haram memotong hal-hal tersebut.
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawiy –rahimahullah– berkata,
فقال سعيد بن المسيب وربيعة وأحمد وإسحاق وداود وبعض أصحاب الشافعى أنه يحرم عليه أخذ شئ من شعره وأظفاره حتى يضحى فى وقت الأضحية
“Sa’id bin Al-Musayyib, Robi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud, dan sebagian pengikut Asy-Syafi’iy menyatakan bahwa haram baginya (yakni, bagi mereka yang mau berqurban) untuk mengambil (memotong) sesuatu dari rambut dan kukunya sampai ia (selesai) berqurban pada waktu (hari) qurban.” [Lihat Al-Minhaj (13/138)]
Apa yang disampaikan oleh para ulama salaf tersebut, juga pernah ditegaskan oleh Al-Imam Ibnu Abdil Barr Al-Andalusiy –rahimahullah– saat beliau berkata,
ففي هذا الحديث أنه لا يجوز لمن أراد أن يضحي أن يحلق شعرا ولا يقص ظفرا
“Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa tidak boleh bagi orang yang mau berqurban untuk mencukur rambut dan menggunting kukunya.” [Lihat At-Tamhid (17/234)]
Adapun hikmah dari larangan itu, maka hal itu telah dijelaskan oleh para ulama kita di dalam kitab-kitab mereka.
Al-Imam At-Turobisytiy –rahimahullah– berkata,
كأن سر ذلك أن المضحي يجعل أضحيته فدية لنفسه من العذاب حيث رأى نفسه مستوجبة العقاب وهو القتل ولم يؤذن فيه ففداها وصار كل جزء منها فداء كل جزء منه فلذلك نهى عن إزالة الشعر والبشر لئلا يفقد من ذلك قسط ما عند تنزل الرحمة وفيضان النور الإلهي لتتم له الفضائل وينزه عن النقائص والرذائل .
“Seakan-akan rahasia hal itu bahwa orang yang akan berqurban menjadikan qurbannya sebagai tebusan bagi dirinya dari siksaan, dimana ia memandang dirinya akan mendapatkan siksaan, yakni pembunuhan, namun belum diizinkan padanya. Kemudian ia pun menebus dirinya (dengan qurban itu), dan setiap bagian dari qurbannya akan menjadi tebusan bagi setiap bagian dari diri orang akan berqurban. Karena itu, beliau (Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) melarang dari menghilangkan rambut/bulu dan kuku agar tidak terluput bagian tertentu dari hal itu saat turunnya rahmat dan datangnya caha ilahi, sehingga sempurnalah baginya keutamaan-keutamaan dan ia pun dibersihkan dari kekurangan- kekurangan dan kotoran-kotoran.” [Lihat Faidh Al-Qodir (1/363) oleh Al-Munawiy]
Al-Imam Asy-Syaukaniy Al-Yamaniy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan hikmah pelarangan memotong kuku dan semua bulu badan (termasuk rambut kepala),
( والحكمة ) في النهي أن يبقى كامل الأجزاء للعتق من النار . وقيل للتشبه بالمحرم، حكى هذين الوجهين النووي
“Hikmah pelarangan itu, agar seseorang tetap sempurna bagian-bagian tubuhnya untuk dimerdekakan dari api neraka. Dikatakan (oleh sebagian ulama bahwa hikmahnya) adalah untuk menyerupakan diri dengan orang yang berihram (yakni, dari kalangan jamaah haji yang sedang berihram hari itu).” [Lihat Nailul Author (5/172)]
Terlepas dari semua itu; apakah kita bisa mengetahui dan menjangkau hikmahnya ataukah tidak, maka seorang mukmin yang beriman akan tunduk pantuh dengan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkan kita untuk tidak memotong kuku dan semua bulu badan, maka dengan keimanan kita, secara tunduk dan patuh menunaikan perintah tersebut. Sebab, tidaklah Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang kita dari hal itu, kecuali di dalamnya ada hikmah yang agung!!