Berikut beberapa hukum seputar penyembelihan.
Pertama, seseorang tidak boleh melafazhkan niat saat menyembelih sebagaimana pelaksanaan seluruh ibadah lain yang niatnya tidak dilafazhkan. Hal ini karena niat itu berasal dari dalam hati menurut kesepakatan para ulama.
Kedua, dalil-dalil umum tentang keutamaan menghadap kiblat juga berlaku terhadap penyembelihan. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk menghadap ke arah kiblat ketika menyembelih. Telah sah dari Ibnu Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau membariskan hadyu beliau secara berdiri kemudian menghadapkan hadyu itu ke arah kiblat, selanjutnya menyembelih hadyu tersebut dengan tangan sendiri, lalu makan dan bersedekah dengan sembelihan itu[1].
Ketiga, setelah membaca basmalah ketika menyembelih, seseorang juga disunnahkan untuk membaca takbir sebagaimana penjelasan yang telah berlalu dalam sejumlah riwayat shahih.
Keempat, ketika menyembelih, seseorang boleh berdoa dengan lafazh, “Ya Allah, terimalah dari saya dan keluargaku …,” sebagaimana perbuatan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Hal tersebut bukanlah bentuk melafazhkan niat.
Perlu diketahui bahwa hanya disyariatkan untuk membaca basmalah, takbir, dan doa lafazh di atas saat menyembelih. Adapun membaca shalawat dan taslim setelah bacaan tadi, amalan ini tidaklah mempunyai dasar tuntunan.
Apabila pemilik sembelihan diwakili oleh orang lain, adalah hal yang bagus bila orang yang mewakili tersebut menyebutkan doa, “Ya Allah, ini adalah milik Si Fulan,” atau, “Ya Allah, terimalah dari Si Fulan dan keluarganya ….” Namun, meskipun orang yang mewakili tersebut tidak menyebutkan doa ini, sembelihan udh-hiyyah tetap sah menurut kesepakatan ulama.
Kelima, kami perlu mengingatkan bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan perlakuan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, perbaikilah cara membunuhnya, dan apabila kalian menyembelih, perbaikilah cara menyembelihnya. Hendaknya salah seorang di antara kalian mempertajam pisaunya dan menenangkan sembelihannya.” [2]
Keenam, salah satu bentuk berbuat baik dan merahmati sembelihan adalah dengan tidak memperlihatkan pisau sembelihan kepada hewan sembelihan, kecuali pada saat penyembelihan. Adapun mengasah pisau di depan sembelihan, perbuatan itu merupakan hal yang sepatutnya ditinggalkan. Demikian pula, jangan menyembelih hewan jika hewan lain (yang belum disembelih) melihat proses penyembelihan tersebut. Juga disunnahkan untuk menyegerakan tebasan pisau terhadap hewan sembelihan.
Ketujuh, disunnahkan untuk membaringkan hewan sembelihan saat penyembelihan. Hal ini tergolong ke dalam perbuatan baik terhadap hewan dan perkara yang disepakati oleh para ulama akan kesunnahannya. Juga telah berlalu hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ yang menyebutkan bahwa beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِيْ سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِيْ سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِيْ سَوَادٍ فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ». ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ « بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ». ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Sesungguhnya Rasulullah memerintah (untuk ber-udh-hiyyah) dengan kambing bertanduk yang menginjak dengan yang hitam, bersimpuh dengan yang hitam, dan melihat dengan yang hitam, maka didatangkanlah (kambing tersebut dan) beliau ber-udh-hiyyah dengan (kambing) itu. Beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, ambilkanlah pisau,’ lalu berkata, ‘Asahlah (pisau itu) dengan menggunakan batu.’.” (Perawi berkata), “Aisyah pun melakukan hal itu. Selanjutnya, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengambil pisau itu dan mengambil kambing beliau. Lalu, beliau membaringkan (kambing)nya kemudian bermaksud menyembelih (kambing) tersebut, lalu berdoa, ‘Bismillah. Ya Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad.’ Selanjutnya beliau ber-udh-hiyyah dengan (menyembelih kambing)nya.” [3]
Hukum di atas berlaku untuk sapi dan kambing. Adapun unta, jenis ini disunnahkan untuk disembelih dalam keadaan berdiri berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla,