Bagikan...

Dalil-dalil Wahyu dalam Menampik Adanya Roh Gentayangan

  • Oleh: Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. hafizhahullah

Beberapa kali kami ditanya tentang roh gentayangan. Adakah dasarnya dalam agama bahwa mayat setelah dicabut rohnya, karena ia jahat atau sebab lainnya, ia terkadang dapat keluar dari Alam Barzakh alias alam kubur.

Pertanyaan ini muncul disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, karena kaum muslimin hari ini suka menonton fil-film horor yang menggambarkan adanya orang-orang mati yang kembali hidup, dalam artian rohnya kembali ke jasad, lalu berkelana dan bebas kesana-kemari.

Kedua, karena adanya desas-desus yang dusta bahwa ada roh yang gentayangan ditemukan di sebagian tempat, seperti di Makassar diisukan ada sebagian orang pernah melihat roh Sumiati di Lapangan Sepak Bola Karebosi atau tempat lainnya. Konon kabarnya, Sumiati adalah seorang wanita yang meninggal akibat diperkosa.

Ketiga, adanya keyakinan salah yang diwarisi oleh masyarakat awam dari nenek moyang mereka yang jahil tentang agama dalam perkara itu.

Keempat, munculnya setan menyerupai manusia di depan sebagian orang dalam rupa kerabat atau orang yang mereka kenal.

Inilah beberapa sebab dan faktor yang melatari adanya keyakinan bahwa roh dapat kembali ke dunia, lalu gentayangan dan berkelana di dunia nyata.

Subhanallah, sungguh ini adalah hal yang aneh bin ajaib.

Keyakinan ini telah dibantah oleh Allah –Ta’ala– di dalam Al-Qur’an Al-Majid,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak, sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan”. (QS. Al-Mu’minun : 99-100)

Ayat suci ini menerangkan tentang keadaan orang-orang kafir di waktu menghadapi sakratul maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman dan beramal sholih. Namun mereka sebentar lagi akan menghadapi suatu kehidupan baru setelah tercabutnya roh, yaitu kehidupan dalam kubur, yang membatasi antara dunia dan akhirat.

Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa kaum kafir atau orang-orang zhalim meminta agar umur jasad dan roh mereka ditambah. Namun Allah tak memberikan apa yang mereka minta. Adapun roh mereka, Allah terangkan dalam ayat ini bahwa roh mereka tak dapat kembali, karena Allah telah membuat barzakh yang merupakan hajiz (penghalang) antara alam dunia dan alam kubur. Lantaran itu, alam kubur biasa disebut dengan “Alam Barzakh”. Di dalamnya seseorang tak akan keluar lagi berkelana dan gentayangan di alam dunia. Jika ia mukmin yang sholih, maka ia akan terus diberi kenikmatan di alam kuburnya. Akan tetapi jika ia kafir atau fajir, maka mereka akan terus mendapatkan kiriman adzab (siksaan) dari neraka.

Al-Imam Abul Faroj Abdur Rahman bin Ali Ibnul Jawziy Ad-Dimasyqiy –rahimahullah– berkata,

البرزخ ما بين الدنيا والآخرة وكل شيء بين شيئين فهو برزخ وقال الزجاج البرزخ في اللغة الحاجز وهو هاهنا ما بين موت الميت وبعثه

“Barzakh adalah sesuatu yang ada diantara alam dunia dan alam akhirat. Setiap sesuatu yang ada di antara dua perkara, maka ia adalah barzakh. Az-Zajjaj berkata, “Barzakh menurut bahasa adalah hajiz (pembatas dan penghalang), sedang barzakh disini ada diantara kematian seorang mayat dan pembangkitannya”. [Lihat Zaadul Masiir (5/490), oleh Ibnul Jawziy, cet. Al-Maktab Al-Islamiy, 1404 H]

Dua penafsiran bagi kata “barzakh” dari ayat ini telah ternukil dari sejumlah salaf.

Al-Imam Mujahid bin Jabr Al-Makkiy -rahimahullah- berkata,

حجاب بين الميت والرجوع إلى الدنيا.

“(Barzakh adalah) hijab (tabir) antara kematian dan kembali kedua”. [Lihat Jami’ Al-Bayan (19/71)]

Ini menjelaskan bahwa barzakh adalah tabir yang menghalangi roh untuk kembali ke alam dunia, sehingga ia tak bebas semaunya kembali alam dunia tanpa jasad, lalu gentayangan kemana saja yang ia kehendaki.

Andaikan mereka (mayat-mayat) bisa lakukan hal itu, maka pasti kaum kafir dan zhalim merupakan orang yang pertama kali melakukan hal itu, sehingga mereka kembali ke dunia untuk beramal sholih.

Tentu ini batil karena akibatnya akan samalah kedudukan kaum kafir nantinya dengan kaum beriman setelah mereka kembali ke dunia untuk beramal sholih.

Alam Barzakh yang menjadi dinding penghalang merupakan perkara yang keberadaannya setelah kematian dan keluarnya roh seseorang dan antara kebangkitan manusia di Padang Mahsyar.

Jadi, alam kubur atau alam barzakh merupakan alam pertengahan antara alam dunia dan alam akhirat.

Adh-Dhohhak bin Muzahim –rahimahullah– berkata,

البرزخ: ما بين الدنيا والآخرة.

“Barzakh antara dunia dan akhirat”. [Lihat Tafsir Ath-Thobariy (19/71)]

Kedua penafsiran dari dua ulama dan ulama lainnya tentang makna “Barzakh” dalam ayat ini adalah hampir sama.

Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy Al-Andalusiy –rahimahullah– berkata,

“Pendapat-pendapat ini adalah saling mendekati. Setiap sesuatu yang ada di antara dua perkara, maka ia adalah barzakh. Al-Jawhariy berkata, “Barzakh adalah penghalang antara dua perkara, sedang Barzakh ada diantara dunia dan akhirat dari saat kematian sampai waktu kebangkitan”. Barangsiap yang mati, maka sungguh ia telah masuk di Alam Barzakh. Ada seorang lelaki yang berkata di sisi Asy-Sya’biy, “Semoga Allah merahmati fulan. Sungguh ia telah termasuk penghuni akhirat!” Beliau berkata (dalam menyanggahnya), “Ia belum termasuk penghuni akhirat. Akan tetapi ia termasuk penghuni alam Barzakh. Alam Barzakh bukan alam dunia dan bukan pula alam akhirat”. [Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (12/150)]

Dua ayat suci dari Surah Al-Mu’minun ini telah menyatakan dengan tegas bahwa roh manusia terhalang dan tak mampu menyeberang ke alam dunia, akibat adanya BARZAKH (dinding dan pembatas) yang menghalangi antara alam kubur dan alam akhirat.

Syaikh Abdur Rahman Ibnu Nashir As-Sa’diy –rahimahullah– berkata,

“Allah -Ta’ala- mengabarkan tentang kondisi orang yang didatangi ajal dari kalangan orang-orang teledor lagi zhalim bahwa kelak ia akan menyesal dalam kodisi seperti itu, bila ia telah melihat tempat kembalinya dan telah menyaksikan amal-amal buruk mereka. Karenanya, iaa pun meminta kembali ke dunia, bukan untuk bersenang dengan kelezatan-kelezatan dunia dan memetik segala kesenangan dunia. Orang itu hanyalah berkata, “… agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan, berupa amalan dan apa yang lalaikan berupa hak Allah”. Tidak, sama sekali tidak, maksudnya tak (kesempatan) untuk kembali baginya dan tidak penangguhan. Sungguh Allah telah memutuskan bahwa mereka tak akan kembali lagi ke dunia”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 599) oleh As-Sa’diy, cet. Mu’assasah Ar-Risalah]

Inilah sebuah ayat yang agung dalam menerangkan bahwa orang-orang kafir dan zhalim saat menyaksikan ajalnya telah datang, mereka bermohon agar diberi penangguhan dan diberi kesempatan agar roh dan jasadnya kembali beramal ketaatan.

Ayat-ayat suci yang serupa dengan ayat ini banyak kita jumpai di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.

Allah –Azza wa Jalla– berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ . وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ } [المنافقون: 10، 11]

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Munafiqun : 10-11)

Allah –Tabaroka wa Ta’ala– berfirman,

وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُوا رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ [إبراهيم:44]

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab (siksaan) kepada mereka, lalu berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Kepada mereka dikatakan), “Bukankah kalian telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa mereka meminta agar dikembalikan ke dunia saat mereka sudah sekarat agar mereka diberi kesempatan beramal. Adapun ayat-ayat yang menjelaskan bahwa mereka kelak saat berada di akhirat, maka mereka tak akan dikembalikan lagi ke dunia, maka juga dijelaskan dalam beberapat ayat dalam Al Qur’an.

Bukan hanya ayat-ayat suci di atas yang menjelaskan tidak bisanya roh manusia kembali ke dunia, bahkan di dalam hadits-hadits Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– juga disinggung perkara ini.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ ، أَوْ قَالَ : أَحَدُكُمْ ، أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ ، يُقَالُ لأَحَدِهِمَا : الْمُنْكَرُ ، وَلِلآخَرِ : النَّكِيرُ ، فَيَقُولاَنِ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ ؟ فَيَقُولُ : مَا كَانَ يَقُولُ : هُوَ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، فَيَقُولاَنِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ هَذَا ، ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا فِي سَبْعِينَ ، ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيهِ ، ثُمَّ يُقَالُ لَهُ ، نَمْ ، فَيَقُولُ : أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِي فَأُخْبِرُهُمْ ، فَيَقُولاَنِ : نَمْ كَنَوْمَةِ العَرُوسِ الَّذِي لاَ يُوقِظُهُ إِلاَّ أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ ، حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ ، وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ : سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ ، فَقُلْتُ مِثْلَهُ ، لاَ أَدْرِي ، فَيَقُولاَنِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ ذَلِكَ ، فَيُقَالُ لِلأَرْضِ : التَئِمِي عَلَيْهِ ، فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ ، فَتَخْتَلِفُ فِيهَا أَضْلاَعُهُ ، فَلاَ يَزَالُ فِيهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ.

“Jika seorang mayat dikuburkan –atau seorang diantara kalian-, maka ia akan didatangi oleh dua malaikat yang hitam lagi biru. Dinamai salah satunya dengan “Munkar”, dan satunya lagi dengan “Nakir”. Keduanya berkata, “Apa yang kamu katakan tentang lelaki ini (yakni, Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-). Lalu ia pun menyatakan sesuatu yang pernah ia telah katakan dahulu, “Ia adalah hamba dan rasul Allah. Aku bersaksi bahwa tiada ilah (sembahan) yang haqq (benar), selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya”. Keduanya berkata, “Sungguh kami telah tahu bahwa kamu akan menyatakan hal ini”. Kemudian dihamparkan (diluaskan) baginya dalam kuburnya sebanyak 4900 hasta, lalu disinari untuknya di dalam kuburnya, lalu dikatakan kepadanya, “Tidurlah”. Ia berkata, “Aku akan kembali kepada keluargaku, lalu aku akan kabari mereka”. Keduanya berkata, “Tidurlah seperti tidurnya pengantin yang tak dibangunkan kecuali oleh keluarganya yang paling ia cintai”, sampai ia akan dibangkitkan oleh Allah dari pembaringannya itu. Jika ia adalah orang munafiq, maka ia akan berkata, “Aku dengar manusia mengucapkan (sesuatu), lalu aku pun mengucapkan seperti itu; aku tak tahu”. Keduanya berkata lagi, “Sungguh kami telah tahu bahwa anda akan mengucapkan hal itu”.

Kemudian dikatakanlah kepada tanah, “Merapatlah”, lalu tanah pun merapat padanya sampai tulang-tulang rusuknya bersilangan”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 1071). Di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1391)]

Dari sejumlah dalil-dalil syariat ini menunjukkan bahwa tak ada jalan bagi roh untuk kembali ke dunia. Oleh karena itu, jika kita mendengarkan bahwa disana sekelompok manusia pernah melihat roh manusia yang ia kenal atau selain mereka, maka ketahuilah bahwa pengakuan ini adalah salah!!

 

Jika ia pernah melihat roh –menurutnya-, maka ketahuilah bahwa itu bukanlah roh manusia pada hakikat. Akan tetapi itu adalah setan yang menyamar dalam rupa manusia, sehingga manusia menyangka bahwa rohnya bangkit dari kubur dan gentayangan. Itu hanyalah setan yang datang demi menyesatkan dan menakut-nakuti manusia. [Lihat “Al-Jawab Ash-Shohih liman Baddala Dinal Masih” (2/317-322) oleh Abul Abbas Al-Harroniy]