Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Bagikan...

Golongan Manusia-manusia Tertipu

  • Oleh: Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah

Seorang pemuda berjalan dengan santai dan tenang menuju sebuah diskotik. Di dalam diskotik, ia melakukan berbagai macam maksiat, mulai dari menenggak khomer (minuman keras), berdisko (padahal musik itu haram dan maksiat), bahkan terkadang ia berzina dengan seorang wanita pelacur yang dulu disebut WTS (Wanita Tuna Susila) dan kini disebut dengan “PSK”. Sesekali ia bergumam dalam hati, “Ah, nantilah bertobat kalo sudah tua”. Sungguh tertipu! Adakah jaminan baginya untuk menghirup udara di esok hari!! Tak ada jaminan sedikitpun!!!

 

Di sudut sana, ada seorang pejabat yang bertampan jujur dan amanah. Di kantor, ia kelihatan baik, disiplin, dan ulet bekerja. Tapi yang bernama dunia, hijau dipandang mata.

 

Sebagian orang yang punya kepentingan dalam suatu urusan, datang kepada si pejabat itu dengan membawa hijaunya dunia (baca :uang). Bukan hanya sekali-dua kali, hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan yang ia anggap remeh.

Padahal hati kecilnya risih dan tak enak rasanya mengambil uang suap. Apalagi ia sudah diberi gaji oleh pemerintah. Namun setan membisikinya bahwa waktu masih panjang dan Tuhan itu Maha Pemurah lagi Maha Pengampun.

 

Kini kita beralih ke artis dan penyanyi tersohor. Tak ada waktu baginya, kecuali sibuk dengan urusan musik, tur, konser dan kontrak perusahaan musik.

Hari-harinya ia lalui dengan kehidupan yang glamour dan penuh hura-hura. Semua orang memberikan pujian dan sanjungan kepadanya yang hakikatnya adalah jurang kehancuran dan kehinaan baginya.

 

Musik yang ia geluti adalah perkara haram dalam Islam berdasarkan ayat dan hadits dari Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-. Jika ia dinasihati, ia hanya senyum dan berlalu.

 

Ia menganggap dirinya selama ini aman-aman saja. Ia mengira bahwa makar Allah dan hukumannya tak akan menimpa dirinya!!

Para pedagang di pasar, juga tak kalah parahnya. Mereka melakukan berbagai macam kecurangan dan kedustaan dalam banyak hal, mulai dari kuantitas dan kualitas barang sampai asalnya, semua bohong dan palsu!!

Menimbang dan menakar barang sudah menjadi “rahasia umum” di masyarakat, sehingga anda akan sukar mencari timbangan dan literan yang benar menurut standar, kecuali milik seorang mukmin yang jujur. Namun jumlah si jujur ini amat langka, selangka burung gagak yang kini hampir punah.

Padahal mereka tahu bahwa perdagangan model seperti ini, akan mendatangkan murka Allah sebagaimana yang dialami kaum Nabi Syu’aib –alaihis salam– di Negeri Madyan.

 

Tapi para pedagang ini terlena dan tertipu karena selama ini hidup mereka tenang dan tentram saja. Jasad mereka juga sehat wal afiat. Tak ada masalah menurut mereka.

Fenomena terakhir yang perlu kita angkat, yaitu adanya sejumlah wanita-wanita muslimah yang “berani” pamer dan “buka” aurat di depan kaum pria yang bukan mahramnya.

Mereka enggan berjilbab. Kalau pun berjilbab, yah jilbanya asal-asalan dan tidak memenuhi syarat: tebal, longgar, menutupi semua tubuh mereka, tidak menyerupai pakaian wanita kafir, bukan dijadikan perhiasan yang memancing hasrat lelaki, dan pakaian itu bukanlah pakaian ketenaran.

Perlu kita pahami juga bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, mulai dari kepala sampai kaki. Ini yang tidak dipahami oleh sebagian wanita muslimah. Terkadang mereka menyangka bahwa rambut atau kaki –misalnya- bukan aurat!! Padahal itu aurat!!!

 

Gerakan pamer aurat dan buka-bukaan ini semakin parah di zaman ini, karena dipelopori oleh para wanita-wanita cantik dari kalangan selebriti, artis, foto model dan lainnya.

Di tambah parah lagi, mereka dibantu oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang canggih, berupa tv, koran, majalah, internet dengan berbagai paketnya (mulai dari FacebookTwitterYoutubeWhatsAppTelegramInstagramLINE dan lainnya).

 

Akhirnya, mereka mendapatkan jalan dan ladang mengais rezki melalui jalan pamer aurat. Laa haula walaa quwwata illa billah. Hanya kepada Allah kita mengadukan kerusakan mereka!!

Mereka pun terus di atas maksiat ini, karena setan membisiki mereka dengan berbagai janji dan iming-iming semu.

Pujian dan sanjungan datang membanjiri mereka bak ombak yang menerpa daratan; susah ia bendung, bahkan ia terbawa dan laraut bersama dengan ombak pujian itu. Padahal ia tak mengerti ombak itu akan mencampakkan dirinya dan menghempaskannya dalam lembah kehinaan di hadapan manusia dan Tuhan-nya.

Inilah beberapa gambaran dan fenomena manusia-manusia yang tertipu dengan makar Allah. Mereka tak sadar bahwa Allah akan merendahkan dan menghinakannya, walaupun ia memiliki kedudukan tinggi dan reputasi hebat di mata manusia.

 

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ [ الأعراف : 99 ]

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab (siksa) Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan adzab (siksa) Allah, kecuali orang-orang yang merugi”. (QS. Al-A’raaf : 99)

 

Ahli Tafsir Negeri Syam, Al-Imam Jamaluddin Al-Qosimiy –rahimahullah– berkata,

((الأمن من مكر الله كبيرة عند الشافعية، وهو الاسترسال في المعاصي، اتكالا على عفو الله)) اهـ من تفسير القاسمي = محاسن التأويل – (5 / 159)

“Merasa aman dari makar Allah merupakan dosa besar di sisi ulama Syafi’iyyah. Dia (sikap aman) itu adalah keterlenaan dalam maksiat-maksiat karena bertumpu pada ampunan Allah”. [Lihat Mahasin At-Ta’wil (5/159) oleh Al-Qosimiy]

 

Merasa aman dari makar Allah tergolong dosa besar. Karena, seorang hamba yang merasa aman dari makar Allah, akan berpaling dari agama, lalai dari kebesaran Tuhan-nya dan tidak memenuhi hak-hak Tuhan-nya serta ia meremehkannya. Akhirnya, ia pun akan terus teledor menunaikan kewajiban-kewajiban dirinya dan bergumul dalam maksiat. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 125-126) oleh As-Sa’diy]

 

Abdullah bin Mas’ud Al-Hudzaliy –radhiyallahu anhu– berkata,

أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ: الإشْرَاكُ بِاللهِ، وَاْلأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ، وَالْقُنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ

“Dosa yang terbesar adalah syirik (menyekutukan) Allah (dalam ibadah), merasa aman dari makar Allah, berputus asa dari rahmat Allah dan pupus harapan dari nikmat Allah”. [HR. Abdur Rozzaq Ash-Shon’aniy dalam Al-Mushonnaf (10/459/ no. 19701) dan Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (no. 8784) dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (no. 1050)]

 

Ini merupakan dalil yang berisi ancaman bagi orang-orang yang terlena dalam maksiat. Ia digolongkan sebagai pelaku dosa yang akan mendapatkan dosa dan siksaan yang setimpal.

Lebih tragis lagi, jika seorang hamba yang senang beribadah, namun ia jahil tentang agama. Ia tidak memiliki ilmu yang cukup untuk memahami urusan agama dan ibadahnya. Ia hanya memiliki semangat yang tinggi dalam beramal dan beribadah.

 

Seringkali anda menjumpai orang seperti ini; jahil, namun ia sok tahu. Jika ia dinasihati, maka ia congkak dan bangga diri dengan ibadah yang selama ini dilakukannya.

Jika dikritik ibadahnya yang salah, ia berkilah, “Ah, kalian itu hanya pandai bicara, kurang ibadah!! Kalian itu banyak ilmu, tapi kurang amal!!!”

Padahal belum tentu ia lebih banyak ibadahnya dibandingkan orang yang mengeritiknya. Kalaupun ibadahnya banyak, maka ibadahnya kosong pahala dan tak bernilai.

 

Penyakit ujub (takjub) dan bangga diri seperti ini, anda akan jumpai di kalangan kaum tashowwuf (sufi). Mereka amat sombong dan bangga diri dengan amal dan ibadah yang begitu banyak ia lakukan dalam kehidupannya. Apalagi jika ia dari kalangan habib alias syarif yang mengaku sebagai keturunan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Dengan ini, ia pun memandang dirinya sebagai “orang suci” dari dosa dan memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah.

 

Akhirnya, ia merasa aman dari makar Allah –Azza wa Jalla– dan ia terlalu mengandalkan dirinya yang penuh kelemahan dan kehinaan. Dari arah inilah, ia dihinakan oleh Allah dan dihalangi dari hidayah. Sebab, ia sendirilah yang berbuat aniaya atas dirinya. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 126)]

 

Orang-orang seperti ini akan berani menyuburkan bid’ah, kesyirikan dan kekafiran!! Merekalah yang menjadi juru kunci dan pemain utama pada kuburan orang yang dianggap “sholih” atau “wali”. Ia memimpin doa disana. Ia berdoa dan meminta dengan penuh harap dan cemas kepada penghuni kubur, bukan kepada Allah!!

Sayang, walau ia telah berbuat syirik dan kafir, ia masih membanggakan garis nasabnya yang terhubung dengan Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-. Sungguh orang ini telah tertipu dan takjub bangga diri. Padahal itu hanyalah makar Allah.

Ia tak tahu bahwa kedua orang tua Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, paman beliau (Abu Tholib) dan keluarga beliau lainnya yang kafir dan musyrik, semuanya akan masuk neraka. Masihkah kalian bangga dan tertipu dengan nasab?!

 

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barangsiapa yang dilambatkan oleh amalnya, maka nasabnya tak dapat mempercepatnya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 2699)]

 

Seorang ulama Mesir, Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi –rahimahullah– berkata,

“Maknanya, barangsiapa yang yang amalnya kurang, maka amalnya tak akan menggolongkannya ke dalam tingkatan para pemilik amal. Lantaran itu, sepantasnya ia tak berpangku pada kemuliaan nasab dan keutamaan nenek moyang serta tak teledor dalam beramal”. [Lihat Shohih Muslim (4/2074), cet. Dar Ihya’ At-Turots Al-Arobiy]

 

Nasab tidaklah bermanfaat bagi seseorang jika ia bermaksiat kepada Allah. Karena itu, hendaknya setiap orang mengusahakan kebaikan bagi dirinya, jangan mengandalkan nasab dan keturunan.

Jika anda tergolong orang yang selama ini bermaksiat (karena mengandalkan nasab), maka hendaklah segera bertobat sebelum Allah anda terkena makar Allah.

 

Al-Imam Al-Hasan Ibnu Abil Hasan Al-Bashriy –rahimahullah– berkata,

المؤمِنُ يَعْمَلُ بِالطَّاعَاتِ وَهُوَ مُشْفِقٌ وَجِلٌ خَائِفٌ، وَالْفَاجِرُ يَعْمَلُ بِالْمَعَاصِيْ وَهُوَ آمِنٌ.

“Seorang mukmin akan melakukan berbagai ketaatan, sedang ia mengharap, takut dan khawatir. Orang yang fajir akan melakukan berbagai maksiat, sedang ia merasa aman (dari makar Allah)”. [Lihat Tafsir Ibni Katsir (3/451), cet. Dar Thoybah, 1420 H]

 

 

Inilah golongan manusia-manusia yang tertipu dengan jabatan, profesi, kedudukan, waktu, kesehatan, kecerdasan, dunia, kecantikan atau ketampanan, serta nasab. Tidak ada yang ia peroleh di akhirat, melainkan penyesalan dan siksa neraka. Karena, semua yang ia dapatkan di dunia dari hal-hal tersebut, tidak ia gunakan dalam ketaatan, bahkan ia gunakan dalam maksiat dan pelanggaran.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *