Bagikan...

Ulasan Ringkas tentang Hukum Mengadu Hewan

  • Oleh: Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc.
  • [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Menyabung dan mengadu ayam adalah salah satu kebiasaan sebagian orang. Mereka mengadu antara ayam jantan dengan ayam jantan lainnya.

Terkadang ada juga orang yang mengadu ayam betina dengan ayam betina.

Di sebagian tempat, ada yang senang mengadu jangkrik. Masih banyak lagi macam dan jenis penyabungan dan pengaduan binatang. Parahnya lagi, ada yang menjadikannya ajang perjudian!!

Mungkin ada orang yang bertanya“Apa hukumnya mengadu binatang, semisal ayam dan lainnya?”

Bila ada yang bertanya demikian, maka jawabannya bahwa mengadu binatang adalah perbuatan terlarang di dalam syariat kita.

Karena, di dalamnya terdapat kezhaliman terhadap binatang. Mereka tersakiti, bahkan terbunuh dengan perbuatan tersebut.

Di dalam sebuah atsarMujahid bin Jabr Al-Makkiy –rahimahullah– berkata,

أنه كره أن يحرش بين البهائم

“Beliau (sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhu-) benci bila diantara binatang-binatang diadu”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 1232). Atsar ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Adab Al-Mufrod (hal. 453), cet. Dar Ash-Shiddiq, tahun 1419 H]

Al-Imam Al-Husain bin Al-Hasan Al-Halimiy Al-Jurjaniy –rahimahullah– berkata,

“وَيَحْرُمُ التَّحْرِيشُ بَيْنَ الْكِلَابِ وَالدُّيُوكِ لِمَا فِيهِ مِنْ إيلَامِ الْحَيَوَانِ بِلَا فَائِدَةٍ.” اهـ من أسنى المطالب في شرح روض الطالب (4/ 344)

“Haram mengadu antara anjing-anjing, dan ayam-ayam, karena di dalamnya terdapat penyakitan hewan, tanpa faedah”. [Lihat Asnaa Al-Matholib (4/344) oleh Zakariyya bin Muhammad Al-Anshoriy, cet. Dar Al-Kitab Al-Islamiy]

Al-Imam Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairomiy –rahimahullah- berkata,

“وَيَحْرُمُ تَرْقِيصُ الْقُرُودِ وَالتَّفَرُّجُ عَلَيْهِمْ أَيْضًا وَيَلْحَقُ بِذَلِكَ مَا فِي مَعْنَاهُ مِنْ مُنَاطَحَةِ الْكِبَاشِ وَمُهَارَشَةِ الدِّيَكَة.” اهـ من حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب (4/ 434)

“Haram memerintahkan monyet-monyet untuk berjoget memberi hiburan bagi mereka (manusia). Digolongkan dalam hal itu, sesuatu yang semakna dengannya berupa upaya saling menandukkan kambing-kambing, dan mengadu ayam.” [Lihat Tuhfah Al-Habib ala Syarh Al-Khothib (4/434), cet. Dar Al-Fikr, 1415 H]

Menyakiti binatang saat diadu dengan binatang lainnya adalah perkara yang diharamkan di dalam agama kita, selama binatang itu tidak mengganggu dan tidak membahayakan kita, semisal kambing, sapi, ayam, kucing atau anjing.

Adapun bila membahayakan kita atau syariat memerintahkan untuk membunuhnya, maka boleh kita bunuh, semisal ular, kalajengking, anjing gila, tikus dan lainnya.

Jangankan menyakiti dan membunuh hewan, membuat saja mereka lapar dan capek adalah perkara terlarang!!

Lihatlah, ketika ada seekor onta yang mengadu kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka bersabda kepada pemiliknya

أَفَلَا تَتَّقِى اللهَ فِيْ هَذِهِ الْبَهِيْمَةِ الَّتِى مَلَكَ اللهُ إِيَّاهَا

“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, sebab ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad (3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]

Menyakiti perasaan binatang adalah terlarang sebagaimana halnya menyakiti jasad binatang. Inilah bukti keindahan dan kasih sayang Islam.

Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Dulu kami bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- di dalam suatu safar. Kemudian beliau pergi untuk suatu hajat. Kami pun melihat dua ekor burung bersama dua ekor anaknya. Kemudian kami ambil dua ekor anaknya tersebut. Setelah itu datanglah Nabi seraya bersabda,

مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِوَلَدِهَا ؟ رُدُّوْا وَلَدَهَا إِلَيْهَا

“Siapakah yang mengagetkan burung ini dengan (mengambil) anaknya? Kembalikan anaknya kepadanya”. [HR. Al-Bukhary dalam Al-Adab Al- Mufrad (382) dan Abu Dawud dalam As-Sunan (2/146). Lihat Ash-Shahihah (25)]

Sebagian manusia tidak menyayangi binatang, sehingga hewan, mereka tendang bagaikan bola, disiram  air panas seperti tembok, dikencingi seperti toilet, dibuang layaknya sampah.

Padahal perbuatan ini tercela, karena menyelisihi adab-adab dalam Islam yang mulia, dimana Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk menyayangi hewan-hewan.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

وَالشَّاةُ إنْ رَحِمْتَهَا رَحِمَكَ اللهُ

“Sesungguhnya kambing, apabila engkau sayangi, maka Allah Akan menyayangimu.’ [HR. Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad (373), Ath-Thabraniy dalam Al-Mu’jam Ash-Shagier (hal. 6) dan selainnya. Lihat Shahih Al-Adab (hal. 132)]

Al-Imam Abdur Ra’uf Al-Munawiy –rahimahullah– berkata,

“ولهذا ورد النهي عن ذبح حيوان بحضرة آخر.” اهـ من فيض القدير (6/ 360)

“Oleh karena ini, telah datang larangan dari menyembelih hewan di depan hewan lainnya”. [Lihat Faidhul Qodir (6/466)]

Bahkan seekor binatang yang lebih rendah dan kecil dibandingkan dengan kambing, seperti burung pipit pun harus disayangi demi meraih rahmat Allah.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

مَنْ رَحِمَ وَلَوْ ذَبِيْحَةَ عُصْفُوْرٍ رَحِمَهُ اللهًُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang menyayangi, walaupun berupa sembelihan burung pipit, maka Allah akan menyayangi orang itu di hari kiamat”. [HR. Al-Bukhariy dalam Al-Adab Al-Mufrad (371), Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (2/194/1), dan Al-Baihaqiy dalam Asy-Syu’ab (3/3/145/1). Lihat Ash-Shahihah (27)]

Semua hadits-hadits dan atsar yang kami bawakan menunjukkan bahwa menyayangi binatang adalah perkara yang diperintahkan dalam Islam dan bahwa menzhalimi binatang (seperti, mengadunya atau membunuh dan lainnya) adalah perkara yang terlarang.

Bahkan terkadang menzhalimi binatang menjadi sebab seseorang masuk neraka.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

“Ada seorang wanita yang akan disiksa (di neraka) gara-gara kucing yang ia kurung sampai mati. Karenanya, ia masuk neraka gara-gara kucing itu. Wanita itu tidak memberinya makan dan minum saat ia mengurungnya, serta tidak pula ia lepaskan untuk memakan serangga-serangga bumi”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Ahaadits Al-Anbiyaa’ (no. 3482) dan Muslim dalam Kitab As-Salam (no. 151)]

Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawiy berkata saat mengomentari hadits ini,

“وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ لِتَحْرِيمِ قَتْلِ الْهِرَّةِ وَتَحْرِيمِ حَبْسِهَا بِغَيْرِ طَعَامٍ أَوْ شَرَابٍ…وَهَذِهِ الْمَعْصِيَةُ لَيْسَتْ صَغِيرَةً بَلْ صَارَتْ بِإِصْرَارِهَا كَبِيرَةً.” اهـ من شرح النووي على مسلم (14/ 459_460)

“Di dalam hadits ini terdapat dalil tentang pengharaman membunuh kucing dan pengharaman mengurungnya, tanpa diberi makan dan minum…Maksiat ini bukanlah kecil, bahkan ia berubah menjadi besar dengan sebab dilakukan terus-menerus”. [Lihat Al-Minhaj (14/459-460), cet. Darul Ma’rifah, 1420 H]

Para pembaca yang budiman, bila mengadu hewan saja itu terlarang, maka tentunya mengadu manusia lebih terlarang lagi. Apalagi mengadu antara muslim dengan muslim yang lainnya!!

Inilah yang menyebabkan datangnya adzab (siksa) bagi seorang muslim di alam kubur.

Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا يُعّذَّبَانِ وَمَا يَعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ, بَلَى إِنَّهُ كَبِيْرٌ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ, وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ

“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah melewati dua kubur seraya bersabda, “Sesungguhnya kedua (penghuni)nya disiksa, sedang ia tak disiksa karena perkara besar (menurut sangkaanya, pen). Bahkan itu (sebenarnya) adalah perkara besar. Adapun salah satu diantaranya, ia melakukan adu domba. Adapun yang kedua, ia tidak berlindung dari (percikan) kencingnya”.”.[HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (216), dan Muslim dalam Shohih-nya (111)]

Perhatikan bagaimana Allah menyiksa dua orang dalam kuburnya, akibat “perkara yang dianggap sepele” oleh sebagian orang pada hari ini, yaitu kencing sembarangan, dan adu domba (gosip yang merusak hubungan dua pihak).

Dia telah mengadu saudaranya ketika di dunia, bagaikan ia mengadu dua ekor domba.

Padahal domba sendiri bila diadu dengan saudaranya, maka si pengadu akan mendapatkan siksa. Bagaimana lagi bila mengadu antara dua orang muslim.

Perkara ini kami singgung, sebab di zaman kita ini banyak musang berbulu domba yang suka membawa gosip-gosip yang menanam benih perselisihan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin sampai akhirnya terjadilah kerusakan diantara kaum muslimin.

Orang-orang seperti ini sering menyamar dan mengaku sebagai teman dan penasihat di saat terjadinya perselisihan di antara dua kubu.

Tapi sebenarnya ia adalah musuh dalam selimut yang berwajah dua, bahkan berwajah seribu!!!

Hari ini lain, besok lagi lain. Bila bertemu dengan si Zaid, maka ia adalah temannya. Namun bila bertemu dengan lawan Zaid, maka ia adalah lawan bagi si Zaid dan teman bagi lawan si Zaid.

Alangkah sialnya orang-orang yang bermuka dua seperti ini; dia telah menjalankan misi setan dalam memecah belah kaum muslimin.

Dia telah memecah belah diantara dua muslim yang bersaudara!!

Perhatikanlah, saat iman para sahabat sudah kokoh, setan sudah berputus asa dalam menggoda dan menggelincirkan mereka.

Hanya saja setan tinggal memiliki sebuah senjata ampuh dalam merusak mereka, yaitu senjata adu domba.

Karenanya. Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda dalam mengingatkan hal itu,

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ

“Sesungguhnya setan telah berputus asa dari penyembahan orang-orang sholat (kaum muslimin) kepadanya (yakni, kepada setan) di Jazirah Arab. Akan tetapi (setan tetap berusaha) dalam mengadu domba diantara mereka”. [HR. Muslim dalam Kitab Sifah Al-Munafiqin (no. 7034-65/1)]

Ulama Negeri India, Al-Imam Al-Mubarokfuriy –rahimahullah– berkata,

قَالَ النَّوَوِيُّ هَذَا الْحَدِيثُ مِنَ الْمُعْجِزَاتِ النَّبَوِيَّةِ وَمَعْنَاهُ آيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ أَهْلُ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنَّهُ يَسْعَى فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ بِالْخُصُومَاتِ وَالشَّحْنَاءِ وَالْحُرُوبِ وَالْفِتَنِ وَنَحْوِهَا انْتَهَى.” تحفة الأحوذي (6/ 165)

“An-Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk mukjizat kenabian. Makna hadits ini, setan putus asa dari penyembahan mereka kepadanya (yakni, kepada setan) di Jazirah Arab. Akan tetapi (setan tetap berusaha) dalam mengadu domba diantara mereka dengan permusuhan, kebencian, perang, fitnah (masalah) dan sejenisnya”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (5/165)]

Ini semua menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang bermuka dua alias musang berbulu domba.

Mereka adalah pengemban misi setan dalam merusak kaum muslimin.

Dia adalah setan manusia yang bertugas seperti setan jin yang berusaha merusak kehidupan dan kondisi kaum muslimin.

Manusia sial seperti ini banyak bertebaran di permukaan bumi. Mereka merusak hubungan antara rakyat dengan pemerintahnya, antara suami dengan istrinya, antara punggawa dan anak buahnya, antara guru dengan muridnya, antara guru dengan guru, antara anak dengan orang tuanya.

Parahnya lagi, bila hal ini dilakoni oleh orang-orang yang merasa dirinya sebagai juru nasihat dan pejuang Islam.

Tak ada permusuhan, perselisihan dan fitnah yang terjadi, kecuali akan muncul orang-orang yang suka mengadu saudaranya sebagaimana ia mengadu ayam dengan ayam.

Padahal ayam pun sebenarnya tak boleh kita adu antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang telah kami utarakan sebelumnya.