Telah sah dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang mengada-adakan hal-hal baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari (agama) tersebut, hal tersebut tertolak.”.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim]
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang (amalan) itu bukan berasal dari perkara kami, (amalan) itu tertolak.” [Diriwayatkan oleh Muslim]
Ibnu Mas’ûd berkata, “Hendaknya kalian sekadar mengikuti (syariat), dan janganlah berbuat bid’ah (perkara baru). Pastilah kalian telah dicukupi.” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dan selainnya]
Ibnu Umar berkata, “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun dipandang baik oleh manusia.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy]
Hassân bin ‘Athiyyah berkata, “Tiada satu kaum pun yang berbuat bid’ah dalam agama mereka, kecuali bahwa, dari mereka, Allah akan mencabut suatu sunnah yang semisal dengannya, lalu sunnah itu tidak akan dikembalikan kepada mereka hingga hari kiamat.” [Diriwayatkan oleh Ad-Dârimy]
Hadits dan mutiara-mutiara hikmah dari ucapan ulama Islam seperti di atas sangatlah banyak. Semuanya menunjukkan akan bahaya bid’ah dan perkara baru dalam agama.
Juga bahwa keterangan di atas adalah kaidah penting dalam beragama, bahwa setiap amalan harus dibangun di atas dalil karena agama kita telah sempurna dan menjelaskan segala hal yang manusia perlukan.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.
“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku atas kalian, serta telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagi kalian.” [Al-Mâ`idah: 3]
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ.
“Dan Kami telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur`an) kepadamu guna menjelaskan segala sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” [An-Nahl: 89]
Menanggapi banyaknya anjuran doa-doa dan ibadah-ibadah pada akhir tahun Hijriyah yang disebarkan pada hari-hari ini, Kami perlu mengingatkan beberapa perkara:
Pertama, tidaklah dikenal, dalam agama kita, bahwa ada hari raya selain Idul Fithri, Idul Adha, dan hari Jum’at. Hal ini ditunjukkan oleh sejumlah dalil, di antaranya adalah sabda beliau,
إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْفِطْرِ، وَيَوْمَ النَّحْرِ
“Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari itu untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik daripada kedua (hari) itu: hari Idul Fitri dan hari An-Nahr (Idul Adha).” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasâ`iy]
Oleh karena itu, mengadakan peringatan tahun baru Hijriyah dan yang semisalnya adalah hal yang tidak disyariatkan.
Kedua, peringatan tahun baru hanyalah dikenal sebagai tradisi orang-orang kafir yang memiliki perayaan tahun baru, hari lahir Isa Al-Masih, dan semisalnya.
Kita telah dilarang untuk menyerupai orang-orang kafir dalam segala hal. Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut, di antaranya adalah sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, dia tergolong ke dalam kaum tersebut.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud]
Ketiga, suatu ibadah yang diperintahkan secara mutlak tidaklah boleh diamalkan dalam bentuk khusus, kecuali berdasarkan dalil. Siapa saja yang mengkhususkan ibadah pada suatu waktu tertentu tanpa berdasarkan dalil, hal tersebut adalah bid’ah. Demikianlah penegasan sejumlah ulama [Majmu’ Fatâwâ, I’lâm Al-Muwaqqi’în, Al-I’tishâm, Ahkâm Al-Janâ`iz, dan Asy-Syarh Al-Mumti’].