Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Jannatul-firdaus.net

Menyebar Ilmu Syar’i

Bagikan...

Kedudukan Zakat dalam Islam

  • Oleh: Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi hafizhahullah

Zakat adalah ibadah yang sangat agung dan kewajiban yang sangat mulia. Kedudukan zakat dalam syariat Islam sangat besar dengan memerhatikan beberapa perkara berikut.

 

Pertama, zakat adalah rukun Islam yang ketiga.

Hal tersebut telah dijelaskan oleh hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima pondasi; syahadat bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad Rasul Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, haji dan puasa Ramadhan.”

 

Kedua, penyebutan kewajiban zakat dalam Al-Qur`an digandengkan dengan penyebutan kewajiban shalat dalam banyak ayat.

Di antaranya, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kalian usahakan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan.” [Al-Baqarah: 110]

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ.

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, serta supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]

 

Ketiga, zakat telah ada pada syariat orang-orang sebelum kita.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ.

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, (yaitu) janganlah kalian menyembah (apapun), kecuali Allah, berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil di antara kalian, dan kalian selalu berpaling.” [Al-Baqarah: 83]

Tentang Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya’qub ‘alaihimus salâm, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menjelaskan,

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ.

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami serta Kami telah mewahyukan kepada mereka (agar) mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, serta hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah. [Al-Anbiyâ`: 73]

Allah ‘Azza wa Jalla menyebut ucapan Nabi Isa ‘alaihis salâm dalam Al-Qur`an,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا.

“Dan Dia menjadikanku sebagai seorang yang diberkati di mana saja aku berada, serta Dia memerintahku untuk (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” [Maryam: 31]

 

Keempat, zakat adalah sifat khusus bagi orang-orang yang beriman.

Allah Jalla Jalâluhu berfirman,

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ. أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

“Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan kepadamu dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung. [Al-Baqarah: 4-5]

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang, bila nama Allah disebut, bergemetarlah hati mereka dan, apabila ayat-ayat-Nya dibacakan, bertambahlah iman mereka (karenanya), serta mereka bertawakkal hanya kepada Rabb mereka. (Yaitu), orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memeroleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb mereka, serta ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” [Al-Anfâl: 2-4]

Ayat-ayat yang menjelaskan zakat sebagai sifat orang-orang beriman sangatlah banyak untuk diuraikan.

 

Kelima, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan rincian syariat zakat dalam hadits-hadits beliau dengan penjelasan yang sangat detail berkaitan dengan jenis-jenis harta yang dizakati, kadar zakat yang dikeluarkan, tempat-tempat penyaluran zakat, dan berbagai pembahasan lain. Insya Allah, akan datang penyebutan sejumlah hadits tentang hal ini yang menunjukkan besarnya kedudukan zakat dalam syariat Islam.

 

Keenam, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mencela orang-orang yang meninggalkan zakat.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ. الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ.

“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang musyrik (yang mempersekutukan Dia), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir terhadap (kehidupan) akhirat.” [Fushshilat: 6-7]

 

Ketujuh, orang yang tidak memberi makan tergolong ke dalam kaum musyrikin yang bergelimang dosa.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menegaskan,

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ. إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ. فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ. عَنِ الْمُجْرِمِينَ. مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ. وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ. وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ. وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ.

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa-apa yang telah dia perbuat, kecuali golongan kanan yang berada di dalam surga. Mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, ‘Apa sebab yang memasukkan kalian ke dalam Saqar (neraka)?’ Mereka menjawab, ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, tidak pula kami memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan hal yang bathil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, serta adalah kami mendustakan hari pembalasan.’.” [Al-Muddatstsir: 38-46]

 

Kedelapan, memurnikan zakat merupakan hal yang menyebabkan hamba dimasukkan ke dalam surga dan diselamatkan dari api neraka.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ. كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ. وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ.

“Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya, sebelum itu di dunia, mereka adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam. Dan selalu memohon ampunan pada waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” [Adz-Dzâriyât: 16-19]

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ juga berfirman,

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا. إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا. وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا. إِلَّا الْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ. وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ. لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka tetap mengerjakan shalatnya, serta orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” [Al-Ma’ârij: 19-25]

Terhadap mereka yang tidak mengeluarkan zakat, walau dengan bentuk tidak memberi makan kepada orang miskin, Allah Jalla Jalâluhu menjelaskan keadaan mereka pada hari kiamat,

خُذُوهُ فَغُلُّوهُ. ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ. ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ. إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ. وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ.

“Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Lalu belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dahulu dia tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.” [Al-Haqqah:30-34]

 

Kesembilan, orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat boleh diperangi oleh pemerintah. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Saya diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada yang berhak diibadahi, kecuali Allah, dan bahwa sungguh Muhammad adalah rasul Allah, menegakkan shalat, serta mengeluarkan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal tersebut, terjagalah darah dan harta mereka, kecuali dengan hak keislaman dan hisab mereka di sisi Allah.” [1]


 


[1] Hadits Ibnu Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry no. 25 dan Muslim no. 22. Dikeluarkan pula oleh Al-Bukhâry no. 1399, 2946, 6924, 7284, Muslim no. 20, 21, Abu Dawud no. 1556, 2640, At-Tirmidzy no. 2611, 2612, An-Nasâ`iy 5/14, 6/4-5, 7, 7/77-79, dan Ibnu Mâjah no. 71, 3927 dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu. Juga dikeluarkan oleh Muslim no. 21 dan Ibnu Mâjah no. 3928 dari Jâbir radhiyallâhu ‘anhumâ. Selain itu, dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 392, Abu Dawud no. 2641-2642, At-Tirmidzy no. 2613, dan An-Nasâ`iy 6/6, 7/75-76 dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu. Semakna pula dengannya hadits Thâriq bin Asy-yam radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim no. 23. Al-Kattany menyebutnya sebagai hadits mutawatir dalam Nazhmul Mutanâtsir Min Al-Ahâdîts Al-Mutawâtir hal. 50-51.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *