Orang Kafir pun tidak Boleh Anda Zalimi!

[Tanggapan terhadap Tragedi Peledakan Gereja]

oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah hafizhahullah [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Kemarin (Ahad, 28 Maret 2021), kita dikagetkan oleh sebuah ledakan besar di depan Gereja Katedral, Jalan RA. Kartini, Makassar. Peledakan itu terjadi sekitar pukul 10:28 WITA. Konon kabarnya, ledakan itu terjadi saat kaum Nasrani beribadah di gereja tersebut, dan datanglah dua orang yang berkendaraan sepeda motor ingin masuk ke lokasi gereja, dan ditahan oleh petugas keamanan, dan ternyata keduanya meledak karena akibat ledakan bom yang mereka bawa serta saat itu.

Hari itu, muncul banyak spekulasi tentang kejadian itu dan siapa oknum serta dalangnya? Apakah ia muslim atau kafir. Pemerintah mengimbau agar masyarakat tenang dan jangan membuat pernyataan atau memosting sesuatu yang dapat memancing keruhnya suasana. Karena, boleh jadi hal itu hanya merupakan pancingan untuk merusak keamanan dan kedamaian masyarakat yang selama ini terpelihara.

Terlepas siapa pelaku di balik bom bunuh diri tersebut, apakah ia muslim atau kafir, maka kita nyatakan bahwa hal itu tidak dibenarkan di dalam Islam. Peledakan itu adalah sebuah kerusakan dan perusakan yang dilarang di dalam Islam!

Allah _ta’ala_  berfirman,

{وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا} [الأعراف: 56]

“Dan janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.” [QS. Al-A’raaf : 56]

Ahli Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam Ibnu Nashir As-Sa’diy _rahimahullah_ berkata saat menafsirkan ayat yang mulia ini,

“{وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ} بعمل المعاصي {بَعْدَ إِصْلاحِهَا} بالطاعات، فإن المعاصي تفسد الأخلاق والأعمال والأرزاق.” اهـ من تيسير الكريم الرحمن (ص: 292)

“Dan janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi dengan melakukan maksiat-maksiat setelah diperbaiki dengan ketaatan-ketaatan. Karena, maksiat-maksiat itu akan merusak akhlak, amalan-amalan dan rezeki.” [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hlm. 292)]

Di antara kemaksiatan-kemaksiatan itu, dosa yang bernama “kezaliman”! Tahukah anda apa kezaliman itu? Kezaliman adalah engkau meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.

Di antara bentuk kezaliman itu, seseorang menyakiti orang lain dengan suatu perbuatan atau suatu ucapan yang tidak pantas ia terima.

Demikian pula merusak barang-barang orang lain, dan membunuh mereka, padahal mereka tidak pantas dan tidak berhak untuk dibunuh.

Mungkin ada sebagian pihak berkilah, “Bukankah kita diperintah berjihad melawan kaum kafir, bahkan sampai membunuhnya?”

Betul, tapi semua itu dalam kerangka jihad yang dipimpin oleh pemerintah resmi yang muslim saat terjadinya seruan jihad dalam menghadapi kaum kafir harbi, seperti para penjajah kafir Belanda dahulu.

Di sinilah, para ulama membagi kaum kafir itu menjadi beberapa golongan :

1/ Kafir dzimmi : kaum kafir yang senegara dengan kita dan di bawah perlindungan pemerintah.

2/ Kafir mu’ahad : kaum kafir yang memiliki perjanjian kerjasama bilateral antara negeri kita dengan negeri mereka.

3/ Kafir musta’min : kafir yang meminta jaminan dan suaka keamanan kepada seorang muslim atau kepada pemerintah, lalu ia diberi jaminan keamanan oleh pemerintah untuk tinggal di negeri kita, dan ia berasal dari negeri kafir yang memerangi kaum muslimin. Namun, ia melarikan diri ke negeri kita untuk mencari suaka keamanan.

Saat pemerintah telah memberinya suaka dengan harapan si kafir bisa melihat keindahan Islam dan kebaikan akhlak kaum muslimin, maka tidak boleh ada rakyat yang mengganggunya dan menzaliminya.

4/ Kafir harbi : kaum kafir yang memerangi negeri kita, semuisal para penjajah kafir yang dulu datang menindas dan memerangi negeri kita. Jenis ini boleh kita perangi dan bunuh dengan rincian bahwa mereka yang terlibat dalam peperangan, maka itulah yang boleh kita perangi. Adapun mereka yang tidak terlibat (seperti, para pekerja atau para pedagang, dokter di rumah sakit, anak-anak kecil, wanita-wanita, para lansia, orang-orang sakit atau cacat, dan para ahli ibadah atau pendeta yang hanya sibuk mengajar di gereja mereka), maka mereka yang tidak terlibat nyata dalam aksi perang, tidak boleh kita sakiti, zalimi, apalagi dibunuh!

Dari empat golongan kafir ini, hanya satu yang boleh kita perangi dalam jihad bersama pemerintah muslim yang sah, yaitu kafir harbi saja!

Adapun kafir dzimmi, kafir mu’ahad, dan kafir musta’min, maka tidak boleh bagi kita menyakiti dan menzaliminya, kecuali bila mereka melakukan pelanggaran dan kriminal yang mengharuskan dirinya dihukum, atau bahkan mungkin dibunuh. Namun, hukuman atas pelanggaran dan kriminal yang ia lakukan harus diterapkan dan ditangani oleh pemerintah, bukan orang-perorangan. Karena, hak menghukum orang merupakan hak prerogatif pemerintah, bukan hak rakyat!

Jadi, tidak semua orang kafir boleh diperangi!

Inilah tuntunan yang dahulu ditetapkan oleh Rasul –shallallahu alaihi wa sallam- terkait dengan mu’amalah dan interaksi dengan kaum kafir di kota Madinah. Karena, di Madinah juga pada masa itu, ada orang-orang kafir yang hidup rukun dan berdampingan dengan kaum muslimin, bahkan kaum muslimin membuat perjanjian damai dengan kaum kafir yang ada di sekitar kota Madinah.

Turun ayat tentang hal itu, melalui firman Allah –azza wa jalla-,

{وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا} [النحل: 91]

“Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kalian berjanji dan janganlah kalian melanggar sumpah, setelah dikuatkan (dikrarkan).” (QS. An-Nahl : 91)

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir _rahimahullah_ berkata,

وَهَذَا مِمَّا يَأْمُرُ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ، وَهُوَ الْوَفَاءُ بِالْعُهُودِ وَالْمَوَاثِيقِ، وَالْمُحَافَظَةُ عَلَى الْأَيْمَانِ الْمُؤَكَّدَةِ.” اهـ من تفسير ابن كثير ت سلامة (4/ 598)

“Ini merupakan di antara perkara-perkara yang Allah –ta’ala- perintahkan, yaitu menepati perjanjian-perjanjian dan memelihara sumpah-sumpah yang diikrarkan.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/598)]

Perjanjian itu senantiasa dijaga oleh kaum muslimin sampai Banu Nadhir dari kaum Yahudi membatalkannya dengan makar mereka yang merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-.

Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan kaum muslimin mengusir Banu Nadhir. Namun, mereka bertahan dan melakukan perlawanan. Akhirnya, kaum muslimin memerangi mereka dalam beberapa hari.

Pada momen yang lain, Banu Qoinuqo’ yang merupakan salah satu anak suku kaum Yahudi. Mereka juga hidup rukun dan damai dengan kaum muslimin di Kota Madinah.

Namun, Banu Qoinuqo’ sering menciptakan berbagai kasus dan kericuhan sampai pernah berusaha mengadu domba antara kaum Khozroj dan kaum Aus yang notabene keduanya dari kalangan muslimin.

Banu Qoinuqo’ terus-menerus membuat berbagai kegaduhan dan puncaknya di suatu hari kaum Yahudi dari Banu Qoinuqo’ mengganggu seorang wanita muslimah dan berusaha menelanjanginya dengan mengaitkan pakaian wanita itu dengan ujung kursi.

Kemudian si wanita berteriak dan meminta pertolongan atas kelakuan orang-orang Bani Qoinuqo’. Lalu bangkitlah seorang muslim menolong si wanita, dan terjadi perkelahian sampai terbunuhlah si Yahudi. Kemudian Banu Qoinuqo’ bersatu membunuh si muslim tersebut sampai akhirnya mereka membunuhnya.

Sebagai pelajaran bagi mereka, maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- akan memberikan hukuman bagi mereka. Namun, mereka melakukan perlawanan, dan kaum muslimin mengepung mereka di dalam benteng-benteng mereka selama 15 hari.

Kemudian datanglah seorang munafik kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- agar membiarkan Banu Qoinuqo’, sehingga beliau membiarkan mereka.

Setelah kejadian itu, mereka merasa ketakutan atas pelanggaran yang mereka lakukan kepada kaum muslimin. Akhirnya, mereka melarikan diri dari kota Madinah menuju negeri Syam dan sebagian lagi ke kota Khoibar.

Jadi, mereka dahulu sebelum berbuat kekacauan, hidup damai dan rukun dengan penduduk asli kota Madinah.

Sementara itu, di sana terdapat anak suku dari bangsa Yahudi yang dikenal dengan Banu Quroizhoh. Dahulu juga hidup rukun dan damai dengan kaum muslimin di kota Madinah sampai mereka berbuat makar dan bekerja sama dengan kaum kafir Quraisy beserta sekutu-sekutunya dalam Perang Khondaq atau Perang Ahzab. Padahal, sudah menjadi bagian dari perjanjian antara mereka dengan kaum muslimin bahwa jika ada pihak lain yang ingin menyerang kota Madinah, maka semua bahu-membahu dalam memerangi musuh tersebut. Namun, ternyata Banu Quroizhoh malah membantu kaum Quroisy dalam memerangi kota Madinah.

Ketika Perang Khondaq selesai dengan kaburnya kaum kafir Quroisy beserta sekutu-sekutunya, maka Allah memerintahkan Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- untuk segera memerangi Banu Quroizhoh yang telah melanggar perjanjian damai dengan ikut sertanya mereka bersama kafir Quroisy dalam Perang Khondaq.

Dari tiga kisah di atas, kita mendapatkan penjelasan bahwa kaum muslimin adalah kaum yang selalu menepati dan memenuhi janji sampai kaum kafir itu sendiri yang mengkhianatinya.

Para pembaca yang budiman, bila pemerintah mereka menetapkan sebuah ketentuan untuk hidup damai, maka ketentuan dan ketetapan itu harus kita penuhi. Karena, dengan ketentuan itu pemerintah muslim berjanji untuk menjaga dan melindungi semua rakyat, baiik muslim atau kafir. Nah, janji seorang pemimpin negara juga janji yang harus dipegangi oleh semua rakyatnya.

Dari sini, semua rakyat harus berusaha menjaga perjanjian ini dengan menjaga kerukunan dan kedamaian negeri ini. Jika ada di antara mereka yang berbuat kejahatan dan kriminal atas yang lainnya, maka tidak boleh ada di antara mereka yang bermain hakim sendiri, tapi hal itu ia kembalikan urusan dan ketentuannya kepada pemerintah.

Ketika suatu masyarakat hidup berdampingan, maka tidak boleh mengganggu, menyakiti atau menzalimi pihak lain.

Hal ini pernah ditegaskan oleh Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– dalam sebuah sabdanya,

«أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

“Ingatlah, siapapun yang menzalimi seorang kafir yang diberi jaminan keamanan, atau merendahkannya, atau membebaninya melebihi kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu apapun tanpa kerelaan jiwanya, maka aku akan menjadi lawannya pada hari kiamat.”

[HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 3052). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib (no. 3006)]

Para ulama kita menggolongkan kezaliman atau pengkhianatan terhadap kaum kafir sebagai dosa besar berdasarkan hadits di atas, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam kitabnya yang berjudul “Az-Zawajir ‘an Iqtirof Al-Kaba’ir” (2/292) saat mengulas dosa besar yang ke-402-403 .

Darah seorang kafir (selain kafir harbi) adalah terlindungi dalam Islam. Saat pemerintah telah menjaga darah mereka, maka haram hukumnya seorang mukmin melukai atau membunuhnya.

Rasululullah –shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

«أَيُّمَا رَجُلٍ أَمِنَ رَجُلًا عَلَى دَمِهِ ثُمَّ قَتَلَهُ، فَأَنَا مِنَ الْقَاتِلِ بَرِيءٌ، وَإِنْ كَانَ الْمَقْتُولُ كَافِرًا»

“Siapapun yang menjamin (menjaga) darah orang lain, lalu ia membunuhnya, maka aku berlepas diri dari si pembunuh, walaupun yang terbuh adalah seorang kafir.” [HR. Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 5982), dan hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 440) ]

Termasuk dalam cakupan hadits ini, pemerintah saat menjamin orang-orang non-muslim (baik itu dari kalangan rakyatnya atau turis yang datang), maka semua rakyat wajib menjaganya dan tidak menzaliminya. Siapa yang menzaliminya, apalagi sampai membunuhnya, maka Rasul –shallallahu alaihi wa sallam- berlepas diri dari si pembunuh.

Ini semakin menegaskan bahwa menyakiti dan menzalimi kaum kafir adalah dosa besar.

Para ulama menggolongkan kezaliman yang dilakukan seorang muslim kepada kaum kafir sebagai bentuk pengkhianatan. Karena, pemerintah telah menjamin keamanannya, lalu ada yang datang mengganggu dan menzaliminya, tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat.

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

” إِذَا جَمَعَ اللهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ، فَقِيلَ: هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ “

“Apabila Allah telah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang belakangan pada hari kiamat, maka akan diangkat sebuah bendera bagi setiap pengkhianat, lalu dikatakan (diumukan), “Inilah bendera pengkhianatan fulan bin fulan.” [HR. Muslim (no. 1735)]

Faishol bin Abdil Aziz Al-Mubarok Al-Huroimiliy _rahimahullah_ berkata,

“نشر اللواء زيادة في فضيحة الغادر وشناعة أمره، وشهرته بذلك عند الخلق يوم القيامة.

وفي هذه الأحاديث: بيان غلظ تحريم الغدر.” اهـ من تطريز رياض الصالحين (ص: 889)

“Dikibarkannya bendera (untuk si pengkhianat) sebagai tambahan dalam rangka membongkar aib si pengkhianat dan kekejian urusannya, serta menyingkap hal itu di depan manusia pada hari kiamat.

Di dalam hadits-hadits ini terdapat penjelasan besarnya pengharam khianat.” [Lihat Tathriz Riyadh Ash-Sholihin (hlm. 889)]

Ketika pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada orang-orang kafir (baik itu kafir dzimmi, mu’ahad, ataupu kafir musta’min), maka semua rakyat wajib menjaga dan memelihara jaminan keamanan tersebut sehingga mereka tidak boleh mengganggu dan menyakiti atau menzalimi orang-orang kafir tersebut. Karena, itu adalah amanah yang pemerintah letakkan di atas pundak seluruh rakyatnya.

Siapa yang mengganggu atau menzalimi orang-orang kafir alias non-muslim, maka ia telah melakukan pengkhianatan terhadap amanah tersebut.

Sifat khianat bukanlah sifat orang-orang yang beriman, tapi ia adalah sifat kaum munafikin yang selalu menginginkan kegaduhan dan kerusakan di negeri kaum muslimin.

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

” آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ “

“Tanda orang munafik ada tiga : jika berbicara, maka ia dusta; jika berjanji, maka ia menyalahinya; dan jika diberi amanah, maka berkhianat.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 33), dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 59)]

Al-Munawiy _rahimahullah_ berkata,

“مقصود الحديث : الزجر عن هذه الخصال على آكد وجه وأبلغه لأنه بين أن هذه الأمور طلائع النفاق وأعلامه.” اهـ من التيسير بشرح الجامع الصغير للمناوى – (1 / 274)

“Maksud hadits ini adalah kecaman terhadap tiga perangai ini berdasarkan segi yang paling kuat dan paling dalam. Karena, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- telah menjelaskan bahwa perkara-perkara ini adalah perintis kemunafikan dan simbol-simbolnya.” [Lihat At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (1/274)]

Para pembaca yang budiman, kami tidak habis pikir, dari mana para pelaku bom bunuh diri ini berdalil atas aksi mereka dalam membunuh kaum kafir yang tidak bersalah?!

Padahal Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– telah memberikan ancaman keras bagi para pembunuh kaum kafir tanpa haqq, melalui sabdanya,

«مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا»

“Barang siapa yang membunuh jiwa (kafir) yang diberi jaminan keamanan, maka ia (si pembunuh) tidak akan mencium harumnya surga, padahal sungguh harumnya surga bisa dirasakan dari perjalanan 40 tahun.”

[HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 6914)]

 Demikianlah acaman demi ancaman yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam-. Namun, semua ini tidaklah membuat para teroris sadar dan bertobat. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang berhati keras dan hanya mengikuti hawa nafsunya, bukan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya –shallallahu alaihi wa sallam-, walaupun sering kali kita dengarkan dari mereka bahwa mereka adalah pejuang Islam.

Namun, ketahuilah bahwa itu hanyalah pengakuan tanpa bukti. Oleh karena itu, aku nasihatkan kepada seluruh kaum muslimin dan terkhusus para pelaku teror agar kembali belajar dengan benar kepada para ulama Islam yang lurus agar aqidah kalian lurus dan benar. Sebab, tidak ada yang melakukan kezaliman dan pembunuhan kaum kafir tanpa haqq, kecuali karena kesalahpahaman mereka tentang Islam dan syariat-syariatnya!

Andaikan mereka memahaminya dengan baik, maka pasti mereka akan jauh dari sikap arogan yang mencoreng nama Islam melalui aksi teror yang mereka lakukan dimana-mana.

Sadarlah dan ingatlah bahwa semua kelakuan kita di dunia akan ada pertanggungjawabannnya di sisi Allah.

Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

«الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ»

“Kezaliman itu adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhoriy (no. 2447) dan Muslim (no. 2579)]

Belajar dan belajarlah dengan baik kepada ulama yang beraqidah lurus (ulama sunnah) agar anda tidak menjadi teroris!!

Sumber: https://abufaizah75.blogspot.com/

jannatul-firdaus.net @2021

Kebijakan

Kontak

Maps