oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah hafizhahullah
Nikah Mut’ah adalah adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang wanita sampai waktu yang ditentukan dengan dihadiri oleh wali wanita dan dua orang saksi. [Lihat Thilbah Ath-Tholabah (hal. 102) oleh Najmuddin bin Hafsh An-Nasafiy, cet. Dar Al-Qolam, 1406 H dan Al-Qomus Al-Fiqhiy (hal. 361) oleh Sa’diy Abu Jaib, cet. Dar Al-Fikr, 1408 H]
Di awal Islam pernikahan ini dibolehkan dalam syariat kita. Namun sebelum Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- meninggal dunia, maka nikah mut’ah diharamkan oleh Allah -Azza wa Jalla- melalui lisan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits dari sabahat mulia, Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu anhu- berkata kepada Ibnu Abbas,
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ
“Sesungguhnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah melarang dari nikah mut’ah dan daging keledai kampung (peliharaan) pada Perang Khoibar”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5115)]
Pengharaman ini lebih dipertegas lagi oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bahwa nikah mut’ah telah haram dalam Islam sampai hari kiamat!!
Sabroh bin Ma’bad Al-Juhaniy -radhiyallahu anhu- berkata,
أن رسولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ، وَقَالَ : أَلاَ، إِنَّهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ كَانَ أَعْطَى شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ
“Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah melarang nikah mut’ah seraya bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya nikah mut’ah sejak hari kalian ini (yakni, hari penaklukan Kota Makkah) sampai hari kiamat. Barangsiapa yang telah memberikan sesuatu (yakni, mahar), maka janganlah ia mengambilnya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya : Kitab An-Nikah, bab : Nikah Al-Mut’ah wa Bayan annahu Ubiha tsumma Nusikho tsumma Ubiha tsumma Nusikho wa Istaqorro Tahrimuh ila Yawmil Qiyamah (no. 1406)]
Dua hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa nikah mut’ah dahulu dibolehkan dalam Islam. Namun setelah itu diharamkan dalam Islam, karena menimbulkan madhorot dan kerusakan.
Salah satu diantara kerusakan nikah mut’ah, manusia tak akan mampu membedakan antara nikah mut’ah dan zina. Perbedaannya ada wali wanita dan saksinya beserta maharnya. Persamaannya bahwa keduanya memiliki waktu tertentu yang disepakati serta tak ada talak dan waris-mewarisi.
Selain itu, nikah mut’ah tentu akan mendatangkan kerusakan lain yang mungkin belum dijangkau oleh akal manusia[1]. Yang jelas bahwa apabila syariat melarang, maka yakinlah bahwa nikah mut’ah yang terlarang itu pasti mengandung kerusakan!!
Al-Imam Al-Qodhi Iyadh Al-Yahshobiy -rahimahullah- berkata,
واتفق العلماء على أن هذه المتعة كانت نكاحا إلى أجل لا ميراث فيها وفراقها يحصل بانقضاء الأجل من غير طلاق ووقع الاجماع بعد ذلك على تحريمها من جميع العلماء الا الروافض (انظر: شرح النووي على صحيح مسلم – (9 / 181))
“Para ulama telah sepakat bahwa nikah mut’ah ini merupakan pernikahan (yang terjadi) sampai waktu tertentu, tak ada warisan di dalamnya dan tak pula ada perceraian dengan wanita itu. Talak (dalam nikah mut’ah) terjadi dengan berakhirnya batas waktu itu, tanpa ada talak. Ijma’ (kesepakatan) ulama telah tercanangkan setalah itu dalam mengharamkan nikah mut’ah dari seluruh ulama, kecuali orang-orang Rofidhoh (Syi’ah)”. [Lihat Syarh Shohih Muslim (9/181) oleh An-Nawawiy, cet. Dar Ihya’ At-Turots Al-Arobiy, 1392 H]
Jadi, memang nikah mut’ah dahulu boleh, namun belakangan hukumnya telah dihapus sampai hari kiamat. Lantaran itu, tak ada lagi alasan dan pegangan bagi kaum Syi’ah untuk membolehkannya!! Apalagi yang menyampaikan larangan Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– adalah orang yang mereka klaim sebagai pemimpin mereka yang terkultuskan di sisi mereka, yakni sahabat Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu anhu-!!!
Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukaniy Al-Yamaniy –rahimahullah– setelah mendudukkan setiap hadits pada posisi dan pemahamannya, beliau berkata,
وإذا تقرر هذا فالأذن الواقع منه صلى الله عليه وآله وسلم بالمتعة يوم الفتح منسوخ بالنهي عنها المؤبد كما في حديث سبرة الجهني وهكذا لو فرض وقوع الأذن منه صلى الله عليه وآله وسلم في موطن من المواطن قبل يوم الفتح كان نهيه عنها يوم الفتح ناسخا له
“Jika hal ini sudah tetap, maka izin mut’ah yang telah muncul dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pada Penaklukan Kota Makkah adalah terhapus (hukumnya) dengan adanya larangan mu’abbad (yang abadi) dari nikah mut’ah sebagaimana dalam hadits Sabroh Al-Juhaniy. Demikian pula jika dianggap terjadinya izin dari beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam suatu tempat diantara tempat-tempat yang ada sebelum Penaklukan Kota Makkah, maka larangan beliau dari Nikah Mut’ah pada hari Penaklukan Kota Makkah adalah penghapus bagi izin itu”. [Lihat Nailul Author (6/194) karya Asy-Syaukaniy]
Inilah kedudukan nikah mut’ah di dalam Islam. Dahulu boleh, namun di akhir hayat Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, nikah mut’ah diharamkan bagi kaum muslimin melalui lisan Rasul yang mulia, Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-. Pengharaman ini terus berlanjut sampai tegaknya kiamat.
Lantaran itu, seluruh kaum muslimin tak perlu menoleh kepada ajakan kaum Syi’ah yang membolehkan nikah mut’ah. Sesungguhnya mereka telah banyak menyelisihi petunjuk dan agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada para sahabatnya. Walaupun mereka mengklaim sebagai pencinta dan pengikut ahlul bait, hakikatnya mereka adalah musuh dan pengkhianat ahlul bait. Kami ingatkan hal ini, karena ada sebagian kaum muslimin tak mengetahui hakikat agama mereka!!
Peringatan:
Nikah mut’ah yang dahulu dibolehkan di dalam Islam amat berbeda dengan nikah mut’ah yang dilakukan oleh orang Syi’ah.
Nikah mut’ah yang boleh dalam Islam dahulu, tetap diharuskan padanya keberadaan wali bagi wanita itu serta saksi dan mahar!!
Adapun nikah mut’ah ala Syi’ah, maka tidak dipersyaratkan padanya hal itu. Jadi, dengan ini, nikah mut’ah mereka sama sekali tak ada bedanya dengan zina dan kumpul kebo!! Lantaran itu, ada yang menyatakan bahwa nikah mut’ah ala Syi’ah tak cocok dinamai dengan “Nikah Kontrak”, tapi lebih cocok dinamai dengan “Zina Kontrak”.
Andaikan saja nikah mut’ah mereka (kaum Syi’ah) sama persis yang pernah dilakukan di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, maka nikah mut’ah ini pun telah tetap keharamannya sampai hari kiamat, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits di atas!! Nah, bagaimana lagi jika nikah mut’ah kaum Syi’ah tak ada bedanya dengan zina, maka tentunya lebih haram!!
Perkara ini sengaja kami angkat, karena sebagian orang berusaha membuat kerancuan dan tipu daya di tengah umat bahwa nikah mut’ah adalah nikah yang dibolehkan dalam agama!! Padahal nikah mut’ah telah lama diharamkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sebelum beliau meninggal dunia!!!
——————————————————————–
[1] Diantara kerusakan itu, nikah mut’ah akan merusak nasab suatu masyarakat dan akan menghancurkan kejiwaan anak yang lahir dari nikah mut’ah sebagaimana yang kita lihat dan dengarkan dari beberapa fakta pada masyarakat yang beragama Syi’ah, masyarakat yang dengan lancang menggalakkan nikah mut’ah demi menyelisihi agama Islam!! Islam telah melarang nikah mut’ah, namun mereka dengan berani melariskan dan menyemarakkannya. Ini merupakan salah satu bukti bahwa agama Syi’ah-Rofidhoh bukanlah bagian dari Islam!!! Mereka punya syariat sendiri yang menyelisihi syariat Nabi kita, Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-!!!!