Dengan nikmat Allah yang begitu besar dan luas, Dia menjadikan manusia beraneka ragam bentuk dan warnanya.
Ada yang berkulit putih, hitam, coklat dan merah. Ada yang berpostur besar, kecil, tinggi dan pendek.
Itu semua terjadi karena ilmu Allah yang maha luas dan hikmah yang begitu dalam tentang keanekaragaman tersebut.
Jika tidak ada perbedaan penciptaan, maka akan terjadi kekacauan yang besar pada urusan manusia.
Akibatnya, seorang penjual tidak akan mengenal lagi yang mana pembelinya.
Seorang yang berutang tidak mengetahui kepada siapa ia harus mengembalikan uang yang dipinjamnya.
Pengantin pria tidak lagi mengenal pengantin wanitanya dan sebaliknya.
Jadi, perbedaan tersebut membuat kita saling mengenal antara satu dengan yang lainnya.
Allah –Azza wa Jalla– berfirman dalam Surah Al-Hujuraat (13),
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ } [الحجرات: 13]
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Muhammad Al-Amin bin Muhammad Asy-Syinqithiy –rahimahullah– berkata dalam menafsirkan ayat di atas,
”بَيَّنَ تَعَالَى أَنَّهُ جَعَلَهُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِأَجْلِ أَنْ يَتَعَارَفُوا أَيْ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَيَتَمَيَّزُ بَعْضُهُمْ عَنْ بَعْضٍ لَا لِأَجْلِ أَنْ يَفْتَخِرَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَيَتَطَاوَلَ عَلَيْهِ.
وَذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ كَوْنَ بَعْضِهِمْ أَفْضَلَ مِنْ بَعْضٍ وَأَكْرَمَ مِنْهُ إِنَّمَا يَكُونُ بِسَبَبٍ آخَرَ غَيْرِ الْأَنْسَابِ.” اهـ من أضواء البيان في إيضاح القرآن بالقرآن (5/ 170)
“Allah -Subhana Wa Ta’ala- menjelaskan bahwa ia telah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal antara satu dan yang lainnya. Sebagian dari mereka bisa terbedakan dari sebagian yang lain, bukan untuk berbangga-bangga dan menyombongkan diri dengannya. Hal itu menunjukkan juga tentang kondisi sebagian mereka lebih utama dari sebagian yang lain. Sedang orang yang paling mulia diantara mereka, hanya bisa di dapatkan dengan ketakwaan, bukan dengan nasab”. [Lihat Adhwaa’ Al-Bayan (5/170) karya Asy-Syinqithiy, cet. Dar Ihyaa’ At-Turots Al-Arobiy, 1417 H]
Allah telah memberikan keterangan bahwa manusia telah diciptakan secara berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Selanjutnya Allah kelompokkan orang-orang diantara mereka, ada yang baik dan yang buruk.
Setiap kelompok akan memiliki teman dan kebiasaan yang berbeda dengan yang lainnya.
Orang yang baik akan memiliki teman yang baik. Sebaliknya, orang yang buruk akan memiliki teman yang buruk pula.
Rasululllah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Roh-roh itu seperti prajurit yang berkelompok-kelompok, jika saling mengenal, mereka akan menjadi akrab, dan jika saling bermusuhan, maka mereka akan saling berselisih.”[HR. Al-Bukhari dalam Kitab Ahadits Al-Anbiyaa’ (no. 3336) Muslim (2638) dari sahabat yang berbeda]
Al-Imam Abu Sulaiman Al-Khoththobiy –rahimahullah– berkata,
“يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ إِشَارَةً إِلَى مَعْنَى التَّشَاكُلِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَالصَّلَاحِ وَالْفَسَادِ وَأَنَّ الْخَيِّرَ مِنَ النَّاسِ يَحِنُّ إِلَى شَكْلِهِ وَالشِّرِّيرَ نَظِيرُ ذَلِكَ يَمِيلُ إِلَى نَظِيرِهِ فَتَعَارُفُ الْأَرْوَاحِ يَقَعُ بِحَسَبِ الطِّبَاعِ الَّتِي جُبِلَتْ عَلَيْهَا مِنْ خَيْرٍ وَشَرٍّ فَإِذَا اتَّفَقَتْ تَعَارَفَتْ وَإِذَا اخْتَلَفَتْ تَنَاكَرَتْ.” اهـ من فتح الباري لابن حجر (6/ 446)
“Mungkin ini adalah isyarat tentang makna kesamaan dalam kebaikan dan keburukan, kesholihan dan kerusakan. Orang yang baik akan cenderung kepada sesamanya. Orang yang buruk sama halnya akan condong kepada sesamanya. Saling berkenalannya roh terjadi berdasarkan tabiat yang ia diciptakan atasnya berupa kebaikan dan keburukan. Bila ia sama, maka ia akan saling mengenal dan bila ia berbeda, maka ia akan saling bermusuhan”. [Lihat Fathul Bari (6/446), cet. Darus Salam, 1421 H]
Setiap roh telah dikelompokkan oleh Allah -Azza wa Jalla– sejak dahulu sebelum mereka diciptakan.
Lantaran itu, seseorang ketika di dunia akan mencari temannya yang dulu telah dikelompokkan bersama dengannya.
Seorang yang suka bermaksiat, akan bergabung dengan orang-orang yang setipe dengannya.
Seorang pendusta akan mencari para pendusta yang lainnya sebagai kawannya.
Seorang pencuri akan bergabung dengan kawanan pencurinya.
Orang yang jujur dan shalih akan mencari orang yang shalih juga.
Semuanya akan mencari pasangan dan bala tentaranya masing-masing.
Hadits di atas memperingatkan kepada kita agar berhati-hati dalam memilih teman duduk dan bergaul. Jangan sampai memilih orang yang buruk dalam kehidupan ini.
Sebab, hal itu menjadi tanda bahwa roh kita sebenarnya telah dikelompokkan dengan roh orang yang jelek amalannya.
Cukuplah hal itu sebagai suatu kerugian jika kita memilih teman duduk yang amalannya akan memberikan pengaruh buruk kepada kita.
Hal itu sebagaimana sabda Nabi -Sallallahu ‘alaihi wa sallam- ,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan orang yang bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang tempa besi. Pasti kau dapatkan dari pedagang minyak wangi apakah kamu membeli minyak wanginya atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya, sedangkan dari tukang tempa besi akan membakar badanmu atau kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap”.”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Adz-Dzaba’ih wa Ash-Shoid (5214), dan Muslim dalam Kitab Al-Birr wa Ash-Shilah (2628)]
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawi -rahimahullah- berkata,
“وَفِيهِ فَضِيلَةُ مُجَالَسَةِ الصَّالِحِينَ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَالْمُرُوءَةِ وَمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَالْوَرَعِ وَالْعِلْمِ وَالْأَدَبِ وَالنَّهْيُ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ الشَّرِّ وَأَهْلِ الْبِدَعِ وَمَنْ يَغْتَابُ النَّاسَ أَوْ يَكْثُرُ فُجْرُهُ وَبَطَالَتُهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنَ الْأَنْوَاعِ الْمَذْمُومَةِ.” اهـ من شرح النووي على مسلم (16/ 178)
“Dalam ucapan Rasulullah -Sallallahu ‘alaihi wa sallam- ini terkandung keutamaan duduk bersama orang-orang yang shalih, yang memiliki kebaikan, muru`ah (citra diri), akhlak yang mulia, wara’, ilmu serta adab. Juga terkandung larangan duduk bersama orang-orang yang jelek, ahlul bid’ah, orang yang suka menggunjing orang lain, atau sering melakukan perbuatan fajir, banyak mengganggu, dan berbagai macam perbuatan tercela lainnya”. [Lihat Syarh Shahih Muslim (16/178), cet. Dar Ihyaa’ At-Turots al-Arobiy, 1392 H]
Seorang yang cerdik akan berusaha mencari kawan yang mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan orang-orang yang di sekelilingnya.
Sebab, barapa banyak orang yang dahulu istiqomah dan taat beragama, telah larut bersama dengan orang-orang berperangai buruk.
Kini manusia bingung dan serampangan dalam mencari kawan, sehingga sebagian orang ibaratnya kelinci lugu yang mendekati harimau yang ganas.
Kawan buruknya siap menghancurkan agama dan perilakunya, tanpa ia sadari.
“وَفِي الْحَدِيثِ النَّهْيُ عَنْ مُجَالَسَةِ مَنْ يُتَأَذَّى بِمُجَالَسَتِهِ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَالتَّرْغِيبُ فِي مُجَالَسَةِ مِنْ يُنْتَفَعُ بِمُجَالَسَتِهِ فِيهِمَا.” اهـ من فتح الباري لابن حجر (4/ 324)
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata saat mengomentari hadits di atas,”Di dalam hadits ini terkandung larangan duduk bersama orang yang dapat mengakibatkan kerugian pada agama maupun dunia, serta anjuran untuk duduk bersama orang yang dapat diambil manfaatnya bagi agama dan dunianya”. [Lihat Fathul Bari (4/324), cet. Dar Al-Fikr, tahqiq Muhibbuddin Al-Khothib, ]
Di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa duduk bersama orang yang shalih lagi jujur, bukan bersama para pendusta, sebagaimana dalam firman-Nya,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ} [التوبة: 119]
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”. (QS. At-Taubah: 119)
Allah -Azza wa Jalla- di dalam ayat ini telah memuji orang-orang yang jujur keimanan, ucapan dan perbuatannya, dan sebaliknya mencela orang-orang yang dusta keimanan, ucapan dan perbuatannya.
Seorang harus pandai-pandai memilih teman duduk dan kawan sejawat agar ia mendapatkan manfaat yang baik dalam pertemanan dan perkawanannya.
Teman duduk bila sholih, akan membawa kebaikan bagi dunia dan akhirat kita, walapun ia adalah orang-orang yang miskin dan papa.
Di zaman ini, banyak orang yang berbangga dan lebih senang memilih orang-orang kaya dan berkedudukan sebagai teman dan sahabat, walaupun teman-teman itu memiliki sifat buruk.
Mereka lebih memilih orang-orang buruk sebagai teman, dibandingkan orang-orang sholih yang papa dan miskin.
Karenanya, seseorang tidak selayaknya memalingkan pandangan dari orang-orang sholih, lalu menuju kepada orang-orang yang senantiasa mengejar dunia dan lalai dari mengingat Allah -Azza wa Jalla- .
Allah -Subhana Wa Ta’ala- befirman,
{وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا } [الكهف: 28]
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi: 28)
Asy-Syaikh Abdurahman bin Nashir As-Sa’diy –rahimahullah– berkata,
“ففيها الأمر بصحبة الأخيار، ومجاهدة النفس على صحبتهم، ومخالطتهم وإن كانوا فقراء فإن في صحبتهم من الفوائد، ما لا يحصى.” اهـ من تيسير الكريم الرحمن (ص: 475)
“Di dalam ayat ini didapati perintah untuk bergaul dengan orang-orang yang baik, dan mengupayakan diri untuk tetap bersama mereka serta bergaul dengan mereka, walau mereka adalah orang-orang yang fakir. Karena bergaul bersama mereka membuahkan faedah yang tidak terhitung banyaknya.” [Lihat Taisirul Karimir Rahman (hal. 475)]
Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk memilih teman-teman yang baik dan menjauhi teman yang jelek agama, atau akhlak dan muamalahnya.
Sebab, teman memiliki pengaruh yang sangat besar pada diri seseorang.
Kisah dan fakta telah banyak terlintas di mata kita tentang seorang yang berbuat kemungkaran dan maksiat akibat salah memilih teman. Ia jauh dari agama, bahkan mungkin kafir dan murtad gara-gara teman dekatnya. Na’udzu billahi min dzalik.
Terkadang ia menyadari bahwa perbuatan temannya itu salah dan terlarang, tapi ia tidak mau mengingkarinya, bahkan ia menutup mata darinya demi menjaga perasaan dan persahabatan dengannya.
Lebih jahat dari itu, ia berusaha mencari-cari dalih dan pembenaran terhadap perbuatan temannya yang jelek itu dengan mengatakan “Itu kan urusannya! Dia melakukan perzinaan, perampokan, pembunuhan, korupsi, kenapa anda yang pusing? Bukanlah anda yang nanti akan ditanya di akhirat tentang perbuatannya! Urusi saja urusanmu sendiri!!!”
Akhirnya, dengan ucapannya itu, ia telah menutup pintu nasehat kepada sesama kaum muslimin.
Pantaslah apabila Rasulullah -Sallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memperingatkan hal itu dalam sabdanya,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” [HR. Abu Dawud (4833) dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 2497). Di-hasan-kan Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah– dalam Shahih Sunan Abu Dawud (3/188)].
Ulama Negeri India, Syamsul Haqq Al-‘Azhim Abadiy -rahimahullah- berkata,
“فَمَنْ رَضِيَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ خَالَلَهُ وَمَنْ لَا تَجَنَّبَهُ فَإِنَّ الطِّبَاعَ سَرَّاقَةٌ.” اهـ من عون المعبود مع حاشية ابن القيم (13/ 123)
“Oleh karena itu, siapa saja yang diridhai agama dan akhlaknya hendaknya dijadikan teman, dan siapa yang tidak seperti itu hendaknya dijauhi, karena tabiat itu akan suka meniru. [Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (13/123)]
Seorang ketika bergaul dengan orang yang buruk haruslah amat hati-hati. Jangan menjadikan mereka sebagai teman duduk dan sahabat karib.
Kalaupun ia dipergauli, maka ia dipergauli demi menasihatinya agar ia mau kembali kepada jalan kebaikan dan kebenaran.
Bila ia tak menerima nasihat, hendaknya dijauhi. Akan tetapi perlu diketahui bahwa amat jarang orang yang mampu menunaikan tugas nasihat seperti ini, kecuali ia akan larut bersamanya, tanpa ia sadari.
Oleh karena itu, seseorang jangan terlalu percaya dengan dirinya, lalu merasa yakin bahwa ia tak akan terbawa oleh orang buruk tersebut.
Alangkah banyaknya korban yang larut bersama mereka.
Itulah hikmahnya para ulama kita amat mengingatkan kita agar jangan condong kepada orang-orang zholim dari kalangan tukang maksiat, ahli bid’ah atau kafir.
Ini didasari oleh firman Allah,
{وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ} [هود: 113]
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS. Huud: 113)
Al-Imam Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf Al-Andalusiy -rahimahullah- berkata,
“والنهي متناول لانحطاط فِي هَوَاهُمْ، وَالِانْقِطَاعَ إِلَيْهِمْ، وَمُصَاحَبَتَهُمْ، وَمُجَالَسَتَهُمْ، وَزِيَارَتَهُمْ، وَمُدَاهَنَتَهُمْ، وَالرِّضَا بِأَعْمَالِهِمْ، وَالتَّشَبُّهَ بِهِمْ، وَالتَّزَيِّيَ بِزِيِّهِمْ، وَمَدَّ الْعَيْنِ إِلَى زَهْرَتِهِمْ، وَذِكْرَهُمْ بِمَا فِيهِ تَعْظِيمٌ لَهُمْ.”
“Larangan itu mencakup keterjerumusan dalam hawa nafsu mereka, fokus kepada mereka, menemaninya, menziarahinya, toleran, ridho dengan perbuatannya, meniru mereka, berpenampilan seperti penampilan mereka, menujukan pandangan kepada kesenangan mereka dan menyebut mereka dengan sesuatu yang mengandung pengagungan kepada mereka”. [Lihat Al-Bahr Al-Muhith (5/224), cet. Darul Fikr)
Disinilah perlunya kita berhati-hati terhadap orang yang zhalim dari kalangan ahli maksiat, ahli bid’ah, dan kaum kafir.
Jangan sampai hati kita lebih mencintai dan condong kepada mereka, sedang kita telah mengetahui kezhalimannya sehingga Allah menurunkan adzabnya kepada kita.
Pilihlah teman-teman bergaul dalam segala aktifitas kita dari kalangan orang-orang sholih yang bisa kita harapkan kebaikan dan berkahnya.
Hindarilah teman-teman buruk yang menyeret diri kita kepada jurang kebinasaan, yang menyebabkan hilangnya keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat kita.
Kelompokkanlah dirimu dalam golongan orang-orang yang senantiasa bertaqwa dan taat kepada Allah -Azza wa Jalla-, yaitu orang-orang yang jujur dalam menginginkan kebaikan bagi dirimu.
Janganlah terbuai dan dilalaikan oleh para penipu yang berwajah manis kepadamu dan menampakkan “kebaikan” dan persahabatan. Padahal ia adalah serigala yang siap memangsa dirimu dan menjerumuskanmu dalam kecelakaan.
—————————————————————————–