Bagikan...

Hukum Donor Darah dan Mengambil Uang dan lainnya dari Kegiatan Donor itu

  • Oleh: Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. hafizhahullah
  • [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Donor darah sebuah amal kemanusiaan yang amat didorong dalam agama kita. Ia merupakan sebuah manifestasi dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih dari Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-.

Allah –Tabaroka wa Ta’ala– berfirman di dalam Al-Qur’an Al-Aziz,

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا [المائدة : 32]

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia (si pembunuh) telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maa’idah : 32)

Al-Imam Muhammad bin Ahmad Abu Abdillah Al-Anshoriy Al-Qurthubiy –rahimahullah– berkata,

ومن أحياها واستنقذها من هلكة فكأنما أحيا الناس جميعا عند المستنقذ.

“Barangsiapa yang memelihara jiwa itu dan menyelamatkannya dari kebinasaan, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan manusia seluruhnya di sisi orang yang diselamatkan.” [Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (6/146)]

 

Darah bagi si sakit merupakan kebutuhan yang penting dan vital. Sebagian orang yang sakit akan lama sembuhnya atau susah baginya mendapatkan kesembuhan bila tidak mendapatkan bantuan dan donor berupa darah. Bahkan sebagian si sakit ada yang di ambang kematian bila tidak segera ditolong dengan darah.

Disinilah tampak bagi anda pentingnya donor darah, sebab ia merupakan ta’awun (tolong-menolong) syar’i yang dianjurkan dalam agama antara seorang muslim dengan muslim lainnya yang telah menjadi saudara baginya dalam agama.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda dalam sebuah yang shohih,

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 2699)]

Seorang saudara fillah bertanya kepadaku tentang HUKUM DONOR DARAH, dan aku janjikan padanya sebuah artikel tentang hal itu.

Donor darah sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama kita adalah boleh sepanjang hal itu tidak membahayakan bagi si pendonor, dan besar kemungkinan ada yang membutuhkan darah serta tidak mengambil gaji, upah, atau bayaran dari hasil donor darah itu.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin –rahimahullah– berkata,

 وأما التبرع بالدم فإن التبرع بالدم للمحتاج إليه لا بأس به

 

وذلك لأن الدم يخلفه غيره فإذا كان يخلفه غيره صار النقص الذي يحصل على البدن مفقوداً

ويكون هنا فيه مصلحة إما متيقنة أو محتملة لكن بدون وجود مفسدة

ومثل هذا لا تأتي الشريعة بمنعه

فالتبرع بالدم لمن احتاج إليه جائز بشرط أن يقرر الطيب أنه لا ضرر على هذا المتبرع إذا تبرع بدمه .. “

 

Adapun donor darah, maka sesungguhnya donor darah bagi orang yang membutuhkannya, tidaklah mengapa.

 

Karena, darah itu juga akan terganti dengan darah yang lainnya. Jika darah itu terganti oleh yang lainnya, maka kekurangan darah yang terjadi pada badan (si pendonor) menjadi hilang.

Jadi, disini padanya (yakni, pada kegiatan donor darah) terdapat kemaslahatan, entah yakin, atau mengandung kemungkinan. Akan tetapi, tanpa disertai adanya mafsadah (kerusakan dan bahaya)

Semisal perkara (donor) ini, syariat tidak membawa (menerangkan) pelarangannya

Jadi, donor darah kepada orang yang membutuhkannya adalah boleh dengan syarat dokter menetapkan bahwa tidak ada bahaya (yang akan menimpa) bagi si pendonor ini, bila ia men donorkan darahnya.”

 

Sumber Fatwa : http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_5702.shtml , dan http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=37016

Kemudian perlu diingat kembali bahwa si pendonor tidak boleh mengambil upah, berupa uang atau yang lainnya saat ia mendonorkan darahnya, baik dari lembaga yang menangani donor itu atau dari pihak yang membutuhkan darahnya.

Syaikh bin Baaz –rahimahullah– pernah ditanya tentang hal itu,

س 38: هل المال الذي يأخذه من يتبرع بالدم حلال أم لا ؟ (1) .

“Apa harta yang diambil oleh orang mendonorkan darahnya adalah halal ataukah tidak?

Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah– :

ج : ثبت في صحيح البخاري رحمة الله عليه عن أبي جحيفة رضي الله عنه : « أن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الدم » . فلا يجوز للمسلم أن يأخذ عن الدم عوضا؛ لهذا الحديث الصحيح فإن كان قد أخذ فليتصدق بذلك على بعض الفقراء.

“Telah tsabit (nyata) di dalam Shohih Al-Bukhoriy –rahmatullahi alaihi- dari Abu Juhaifah -radhiyallahu anhu- bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dari harga (hasil bayaran) darah.”

Jadi, tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengambil ganti (bayaran) bagi darahnya berdasarkan hadits yang shohih ini.

Jika ia sudah terlanjur mengambilnya, maka hendaknya ia infakkan hal itu kepada sebagian orang-orang fakir.”

Sumber Fatwa : Majmu’ Fatawa Fadhilatusy Syaikh Abdil Aziz bin Baaz (10/47-48)

الجواب : الواجب إذا كان هناك آيات في بعض الأوراق ، أو البسملة ، أو غير ذلك مما فيه ذكر الله ، فالواجب أن يحرق أو يدفن في أرض طيبة ، أما إلقاؤه في القمامة فهذا لا يجوز لأن فيه إهانة لأسماء الله وآياته ، ولو مزقت; فقد تبقى كلمة الجلالة أو الرحمن أو غيرها من أسماء الله في بعض القطع ، وقد تبقى بعض الآيات في بعض القطع. والمقصود أن الواجب إما أن يحرق تحريقا كاملا وإما أن يدفن في أرض طيبة ، مثل المصحف الذي تمزق وقل الانتفاع به; يدفن في أرض طيبة ، أو يحرق ، أما إلقاؤه في القمامات ، أو في أسواق الناس أو في الأحواش فلا يجوز. ولا يضر تطاير الرماد إذا أحرق.

Donor darah sebuah amal kemanusiaan yang amat didorong dalam agama kita. Ia merupakan sebuah manifestasi dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih dari Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-.

Allah –Tabaroka wa Ta’ala– berfirman di dalam Al-Qur’an Al-Aziz,

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا [المائدة : 32]

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia (si pembunuh) telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maa’idah : 32)

  

Al-Imam Muhammad bin Ahmad Abu Abdillah Al-Anshoriy Al-Qurthubiy –rahimahullah– berkata,

ومن أحياها واستنقذها من هلكة فكأنما أحيا الناس جميعا عند المستنقذ.

“Barangsiapa yang memelihara jiwa itu dan menyelamatkannya dari kebinasaan, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan manusia seluruhnya di sisi orang yang diselamatkan.” [Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (6/146)]

 

Darah bagi si sakit merupakan kebutuhan yang penting dan vital. Sebagian orang yang sakit akan lama sembuhnya atau susah baginya mendapatkan kesembuhan bila tidak mendapatkan bantuan dan donor berupa darah. Bahkan sebagian si sakit ada yang di ambang kematian bila tidak segera ditolong dengan darah.

Disinilah tampak bagi anda pentingnya donor darah, sebab ia merupakan ta’awun (tolong-menolong) syar’i yang dianjurkan dalam agama antara seorang muslim dengan muslim lainnya yang telah menjadi saudara baginya dalam agama.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda dalam sebuah yang shohih,

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 2699)]

Seorang saudara fillah bertanya kepadaku tentang HUKUM DONOR DARAH, dan aku janjikan padanya sebuah artikel tentang hal itu.

Donor darah sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama kita adalah boleh sepanjang hal itu tidak membahayakan bagi si pendonor, dan besar kemungkinan ada yang membutuhkan darah serta tidak mengambil gaji, upah, atau bayaran dari hasil donor darah itu.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin –rahimahullah– berkata,

 وأما التبرع بالدم فإن التبرع بالدم للمحتاج إليه لا بأس به

 

وذلك لأن الدم يخلفه غيره فإذا كان يخلفه غيره صار النقص الذي يحصل على البدن مفقوداً

ويكون هنا فيه مصلحة إما متيقنة أو محتملة لكن بدون وجود مفسدة

ومثل هذا لا تأتي الشريعة بمنعه

فالتبرع بالدم لمن احتاج إليه جائز بشرط أن يقرر الطيب أنه لا ضرر على هذا المتبرع إذا تبرع بدمه .. “

 

Adapun donor darah, maka sesungguhnya donor darah bagi orang yang membutuhkannya, tidaklah mengapa.

 

Karena, darah itu juga akan terganti dengan darah yang lainnya. Jika darah itu terganti oleh yang lainnya, maka kekurangan darah yang terjadi pada badan (si pendonor) menjadi hilang.

Jadi, disini padanya (yakni, pada kegiatan donor darah) terdapat kemaslahatan, entah yakin, atau mengandung kemungkinan. Akan tetapi, tanpa disertai adanya mafsadah (kerusakan dan bahaya)

Semisal perkara (donor) ini, syariat tidak membawa (menerangkan) pelarangannya

Jadi, donor darah kepada orang yang membutuhkannya adalah boleh dengan syarat dokter menetapkan bahwa tidak ada bahaya (yang akan menimpa) bagi si pendonor ini, bila ia men donorkan darahnya.”

 

Sumber Fatwa :http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_5702.shtml , dan http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=37016

Kemudian perlu diingat kembali bahwa si pendonor tidak boleh mengambil upah, berupa uang atau yang lainnya saat ia mendonorkan darahnya, baik dari lembaga yang menangani donor itu atau dari pihak yang membutuhkan darahnya.

Syaikh bin Baaz –rahimahullah– pernah ditanya tentang hal itu,

س 38: هل المال الذي يأخذه من يتبرع بالدم حلال أم لا ؟ (1) .

“Apa harta yang diambil oleh orang mendonorkan darahnya adalah halal ataukah tidak?

Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah– :

ج : ثبت في صحيح البخاري رحمة الله عليه عن أبي جحيفة رضي الله عنه : « أن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الدم » . فلا يجوز للمسلم أن يأخذ عن الدم عوضا؛ لهذا الحديث الصحيح فإن كان قد أخذ فليتصدق بذلك على بعض الفقراء.

“Telah tsabit (nyata) di dalam Shohih Al-Bukhoriy –rahmatullahi alaihi- dari Abu Juhaifah -radhiyallahu anhu- bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dari harga (hasil bayaran) darah.”

Jadi, tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengambil ganti (bayaran) bagi darahnya berdasarkan hadits yang shohih ini.

Jika ia sudah terlanjur mengambilnya, maka hendaknya ia infakkan hal itu kepada sebagian orang-orang fakir.”

Sumber Fatwa : Majmu’ Fatawa Fadhilatusy Syaikh Abdil Aziz bin Baaz (10/47-48)