Kesepakatan Para Ulama
Imam An-Nawawy berkata, “Dan (hukum) shalat Tarawih adalah sunnah menurut kesepakatan para ulama.” [1]
Ibnu Rusyd berkata pula, “Dan (para ulama) bersepakat bahwa qiyâm Ramadhan sangat dianjurkan lebih dari (qiyâm pada) bulan lain.”[2]
Ibnu Qudâmah berkata, “(Hukum shalat Tarawih) itu adalah sunnah muakkadah, dan yang awal kali menyunnahkannya adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.” [3]
Al-Mardawy juga memberi pernyataan yang sama dalam madzhab Hanbaliyah, namun beliau menyebutkan bahwa Ibnu ‘Aqîl menghikayatkan dari Abu Bakr Al-Hanbaly akan kewajiban ibadah tersebut.[4]
Oleh karena itu, tidaklah diragukan bahwa hukum shalat Tarawih adalah sunnah muakkadah berdasarkan dalil-dalil yang telah disebut di atas.[5]
Mana Lebih Utama, Secara Berjamaah atau Sendirian?[6]
Namun, para ulama berselisih pendapat tentang cara yang lebih afdhal dalam pelaksanaan shalat Tarawih, apakah dilakukan secara berjamaah di masjid atau sendirian di rumah?
Ada dua pendapat di kalangan ulama:
إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِيْ بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوْبَةَ
“Sesungguhnya, sebaik-baik shalat seseorang adalah (dikerjakan) di rumahnya, kecuali terhadap shalat wajib.” [7]
Tarjih
Wallâhu A’lam, pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat pertama berdasarkan hadits Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya seorang lelaki, apabila mengerjakan shalat bersama imam sampai selesai, terhitung mengerjakan qiyâm satu malam.” [8]
Selain itu, pensyariatan pelaksanaan sebuah shalat secara berjama’ah tentu karena mempunyai nilai lebih bila dilakukan secara sendirian. Wallahu A’lam.
[1] Dari Al-Majmû’ 3/526. Baca jugalah Syarh Muslim 6/38.
[2] Bidayâtul Mujtahid 1/209.
[3] Al-Mughny 2/601.
[4] Al-Inshâf 2/180.
[5] Baca jugalah Al-Istidzkâr 2/63-64 karya Ibnu ‘Abdil Barr, Syarhus Sunnah 4/118-119 karya Al-Baghawy, dan Fatâwâ Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 7/194.
[6] Periksalah pembahasan ini dalam Syarh Muslim 6/38-39 dan Al-Majmu’ 2/526, 528 (keduanya karya An-Nawawy), Tharhut Tatsrîb 3/94-97 karya Al-‘Irâqy dan anaknya, Al-Mughny 2/605 karya Ibnu Qudamah, Al-Istidzkâr 2/71-73 karya Ibnu ‘Abdil Barr, Fathul Bâry 4/252 karya Ibnu Hajar, Jâmi’ At-Tirmidzy pada bab “Mâ Jâ’a fî Qiyâm Syahr Ramadhân” hadits no. 805, serta Nailul Authâr 3/54 karya Asy-Syaukâny.
[7] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 731, 6113, 7290, Muslim no. 781, dan At-Tirmidzy no. 450. Diriwayatkan pula oleh Abu Dâud no. 1044 dengan lafazh, “(Pelaksanaan) shalat seseorang di rumahnya lebih baik daripada (pelaksanaan) shalatnya di masjidku ini, kecuali terhadap shalat wajib.”
[8] Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzâq 4/254, Ibnu Abi Syaibah 2/164, Ahmad 5/159, 163, Ad-Dârimy 2/42, Ibnul Jârûd no. 403, Abu Dâud no. 1375, At-Tirmidzy no. 805, An-Nasâ`iy 3/83, Ibnu Mâjah no. 1327, Ibnu Abid Dunyâ dalam At-Tahajjud wa Qiyâmul Lail no. 402, Ath-Thahâwy dalam Syarh Ma’âni Al-Atsâr 2/349, Ibnu Khuzaimah no. 2206, Ibnu Hibbân no. 2547, Al-Baihaqy 2/494 dan dalam Syu’abul Îmân 3/178-179, dan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhîd 8/112. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny, dalam Irwâ`ul Ghalîl 2/193/447, dan Syaikh Muqbil, dalam Al-Jâmi’ Ash-Shahîh 2/175.