Beranda Uncategorized Ilmu Agama, Jalan Terbaik menuju Surga
[Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]
Setiap insan menginginkan dirinya termasuk golongan yang selamat dari api neraka, walaupun ia adalah manusia yang paling berdosa, sebab fitrah manusia selalu mencari jalan dan sebab yang membahagiakan dirinya.
Tak ada yang meluputkan kebahagiaan pada dirinya, kecuali orang gila dan sinting saja, ataukah orang yang menyerupainya!
Manusia dalam mencari jalan menuju surga memiliki berbagai macam cara dan usaha.
Ada yang mencari jalan menurut hawa nafsunya, dan golongan ini akan menuai kegagalan.
Ada juga yang mencari jalan dengan bimbingan dari Allah dan Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– , serta arahan para ulama. Golongan inilah yang akan mendapatkan keselamatan.
Para pembaca yang budiman, Jalan yang kami maksudkan adalah mencari dan mempelajari ilmu agama.
Ilmu agama hari ini, nasibnya amat menyedihkan. Banyak diantara kaum muslimin dan anak-anaknya semakin menjauh darinya.
Realita telah membuktikan hal ini. Lihat saja ke majelis-majelis ilmu yang di dalamnya diajarkan Al-Kitab dan Sunnah Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-.
Yang hadir bisa dihitung jari. Itupun yang hadir bermacam-macam tendensinya.
Ada yang hadir karena hanya sekedar mencari kesibukan. Ada yang hadir karena mencari perhatian orang.
Ada yang hadir karena sekedar memenuhi undangan. Ada yang hadir karena perintah atasan. Mereka hadir bukan karena mencari ilmu yang akan siap mereka amalkan.
Lantaran itu, sering kita menyaksikan pemandangan buruk di majelis-majelis ilmu yang menggambarkan kurang butuhnya mereka kepada ilmu agama.
Sering kita menyaksikan orang-orang yang berbicara di majelis sedang ustadz menjelaskan ayat-ayat dan hadits-hadits, sementara jamaah yang hadir duduk jauh dari ustadz, sambil bersandar di tembok, sibuk utak-atik HP, bahkan ada yang ngorok di majelis!
Parahnya lagi, sebagian mereka membawa Koran dan majalah yang akan mereka baca di tengah majelis.
Lebih parah dari itu, ada yang merokok di majelis, padahal rokok itu jelas keharamannya, baik dari sisi syariat, maupun sisi akal dan medis!!
Sisi lain, banyak diantara kaum muslimin yang bangga jika paham tentang ilmu-ilmu keduniaan. Sementara itu ia tak merasa risih jika anak-anaknya jahil dan tak paham agamanya, sehingga lahirlah generasi-generasi yang jauh dari agamanya.
Sungguh memilukan hati jika fenomena seperti ini terjadi. Tapi demikianlah realita yang terjadi karena kejahilan dan jauhnya kaum muslimin dari ilmu agama yang bermanfaat.
Padahal mendatangi ilmu di majelis-majelis adalah sebuah keutamaan yang amat agung di sisi Allah -Azza wa Jalla-.
Ilmu itu adalah jalan dan sebab yang akan mengantarkan kita ke surga yang penuh kenikmatan.
Di dunia, ilmu yang kita dengarkan akan menjadi penenang hati, mendatangkan rahmat Allah, dan menjadi sebab Allah mencintai diri seorang hamba.
Inilah yang pernah dinyatakan oleh Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, Nabi pembawa rahmat kepada alam semesta di dalam sebuah sabdanya,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan, sedang ia mencari ilmu agama di dalamnya, niscaya Allah akan mudahkan baginya -lantaran hal itu- jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah diantara rumah-rumah Allah, sedang mereka membaca Kitabullah, dan saling mengajarkannya diantara mereka, kecuali akan turun pada mereka ketenangan, diliputi rahmat (kasih sayang Allah), para malaikat mengerumuni mereka, dan Allah akan menyebut-nyebutnya di kalangan malaikat-malaikat yang ada di sisi-Nya”. [HR. Muslim dalam Adz-Dzikr wa Ad-Du’aa (11/no. 38)]
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy –rahimahullah– berkata,
“فَلَا طَرِيقَ إِلَى مَعْرِفَةِ اللَّهِ وَإِلَى الْوُصُولِ إِلَى رِضْوَانِهِ وَالْفَوْزِ بِقُرْبِهِ وَمُجَاوَرَتِهِ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا بِالْعِلْمِ النَّافِعِ الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ بِهِ رُسُلَهُ، وَأَنْزَلَ بِهِ كُتُبَهُ، فَهُوَ الدَّلِيلُ عَلَيْهِ، وَبِهِ يُهْتَدَى فِي ظُلُمَاتِ الْجَهْلِ وَالشُّبَهِ وَالشُّكُوكِ، وَلِهَذَا سَمَّى اللَّهَ كِتَابَهُ نُورًا؛ لِأَنَّهُ يُهْتَدَى بِهِ فِي الظُّلُمَاتِ.” اهـ من جامع العلوم والحكم، ت : الأرنؤوط (2/ 298)
“Tidak ada jalan untuk mengenal Allah, dan sampai kepada ridho-Nya, serta untuk meraih kedekatan dengan-Nya di akhirat, melainkan dengan ilmu (agama) yang bermanfaat, yang Allah mengutus karenanya para rasul-Nya, menurunkan karenanya kitab-kitab-Nya. Dia (ilmu agama) adalah dalil (penuntun) menuju Allah; ilmu agama ini dijadikan penuntun dalam gelapnya kejahilan, syubhat, dan keraguan. Karenanya, Allah menamai Kitab-Nya (yakni, Al-Qur’an) dengan “cahaya”. Sebab, Al-Qur’an dijadikan penuntun dalam kegelapan-kegelapan.” [Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam (2/298), karya Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy, dengan tahqiq Al-Arna’ut & Ibrohim Bajis, cet. Mu’assasah Ar-Risalah, tahun 1422 H]
Hadits ini menjelaskan keutamaan berkumpul di masjid untuk berdzikir, dan membaca Al-Qur’an.
Maksudnya, setiap orang membaca Al-Qur’an masing-masing dengan ayat atau surah yang mereka kehendaki, bukan dengan melakukan bacaan atau dzikir secara koor yang dipimpin oleh satu orang, yang biasa disebut dengan “DZIKIR JAMA’AH”.
Sebab dzikir jama’ah adalah sesuatu yang terlarang dan tak ada tuntunannya dalam Islam.
Orang-orang yang malas dan tak becus bermajelis ilmu perlu mengetahui bahwa hadits ini mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang yang duduk di masjid dan lainnya dalam mempelajari dan membaca al-Qur’an, mendapatkan empat balasan :
d Turunnya Sakinah kepada Mereka
Seorang yang ikhlash dan bersungguh-sungguh dalam menghadiri majelis ilmu akan meraih kelezatan saat ia mendengarkan petuah dan nasihat dari Kitabullah dan Sunnah.
Sebab, di dalam keduanya banyak perkara yang mengingatkan kita kepada Allah, sedang mengingat Allah akan mewariskan sakinah, yaitu ketenangan.
Lantaran itu, jika seseorang ingin menghilangkan stress dan kendala yang ia alami, maka hendaknya ia banyak membaca al-Qur’an dan Sunnah Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– serta mengkajinya di majelis orang-orang berilmu, niscaya ia akan merasakan ketenangan hati.
Itu semua berasal dari pengaruh dzikir (mengingat Allah). Jadi, majelis ilmu adalah majelis dzikir, sebab di dalamnya kita diingatkan tentang Allah.
Allah –Ta’ala– berfirman,
{هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ } [الفتح: 4]
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al-Fath : 4)
Seorang sahabat yang mulia, Al-Baro’ bin Azib –radhiyallahu anhu– mengabarkan bahwa ada seorang laki-laki yang membaca Surah Al-Kahfi, sedang di sisinya ada seeokor kuda.
Tiba-tiba kuda itu diliputi oleh sesuatu yang menyerupai awan. Lalu mulailah sesuatu yang menyerupai awan itu berputar dan mendekat. Kuda itu pun lari darinya.
Tatkala di pagi hari, ia mendatangi Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– seraya menyebutkan hal itu.
Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda ketika itu,
تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ لِلْقُرْآنِ
“Itulah sakinah (ketenangan) yang turun karena Al-Qur’an”. [HR. Al-Bukhoriy (no. 4281) dan Muslim dalam Sholah Al-Musafirin (36/no. 240)]
An-Nawawiy –rahimahullah– berkata,
“قَدْ قِيلَ فِي مَعْنَى السَّكِينَةِ هُنَا أَشْيَاءُ، الْمُخْتَارُ مِنْهَا : أَنَّهَا شَيْءٌ مِنْ مَخْلُوقَاتِ اللَّهِ تعالى فيه طُمَأْنِينَةٌ وَرَحْمَةٌ وَمَعَهُ الْمَلَائِكَةُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.” المنهاج شرح صحيح مسلم (6/ 82) للنووي
“As-Sakinah (ketenangan) disini adalah beberapa pendapat. Pendapat yang terpilih bahwa ia adalah suatu makhluk diantara makhluk-makhluk Allah -Ta’ala- yang di dalamnya terdapat tuma’ninah (ketenangan) dan rahmat, dan bersamanya para malaikat. Wallahu A’lam”. [Lihat Al-Minhaj (6/82)]
Demikianlah keutamaan besar yang Allah _azza wa jalla_ berikan kepada mereka yang cinta kepada Al-Qur’an yang berisi ilmu dan ia senantiasa membaca dan mempelajari serta mengkaji isi dan faedah-faedahnya.
Ilmu agama inilah yang semakin dikaji, maka semakin mendatangkan ketenangan bagi mereka yang ikhlash mempelajarinya dari para ulama dan orang-orang yang berilmu.
d Terliputi oleh Rahmat Allah
Rahmat Allah berupa kelembutan, kasih sayang, dan ampunan-Nya akan meliputi orang-orang yang ikhlash membaca dan mengkaji Al-Qur’an.
Sebab, mereka adalah termasuk golongan orang-orang yang berbuat kebaikan di sisi Allah.
Allah –Azza wa Jalla– berfirman,
{إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ } [الأعراف: 56]
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Aroof: 56)
Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy –rahimahullah– berkata,
“أَيْ: إِنَّ رَحْمَتَهُ مُرْصَدة لِلْمُحْسِنِينَ، الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ أَوَامِرَهُ وَيَتْرُكُونَ زَوَاجِرَهُ.” اهـ من تفسير القرآن العظيم لابن كثير، ت : سامي سلامة، دار طيبة، 1420 هـ (3/ 429)
“Maksudnya, sungguh rahmat-Nya disiapkan bagi orang-orang yang berbuat baik, yaitu orang-orang yang mengikuti perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-larangan-Nya”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (3/429), karya Ibnu Katsir, cet. Dar Thoibah, 1420 H]
Orang yang mendapatkan rahmat dari Allah adalah orang-orang yang taat kepada Allah. Dia mengamalkan sesuatu yang ia baca dan pelajari dari Al-Qur’an atau Sunnah Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-.
Adapun orang yang rajin bermajelis ilmu, namun ia tidak mengamalkan ilmunya, maka ia tidak termasuk orang yang mendapatkan keutamaan ini dan keutamaan lainnya diantara keutamaan ilmu.
Bahkan ilmu akan menjadi musibah baginya! Sebab, ilmunya akan menjadi saksi atas keburukannya yang telah menyia-nyiakan ilmu itu dan tidak mengamalkannya.
d Dikerumuni oleh Para Malaikat
Diantara balasan orang yang gemar membaca dan mempelajari Al-Qur’an, ia akan dikerumuni dan didekati oleh para malaikat.
Kejadian seperti ini, sekali waktu pernah dialami oleh sahabat Usaid bin Hudhoir –radhiyallahu anhu-.
Pada suatu malam, ia pernah membaca Al-Qur’an Al-Karim di kandang kudanya yang berada di belakang rumahnya.
Tiba-tiba kudanya melompat. Karena beliau takut, jangan sampai kuda itu menginjak anaknya yang bernama Yahya, maka ia pun berdiri menuju kudanya.
Tiba-tiba ada sesuatu yang serupa dengan naungan di atas kepalanya. Pada sesuatu tersebut terdapat sesuatu yang mirip dengan pelita naik ke udara sampai ia tidak melihatnya.
Akhirnya, ia pun datang kepada Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– di pagi harinya untuk menceritakan kejadian itu.
Ketika itu Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
تِلْكَ الْمَلَائِكَةُ كَانَتْ تَسْتَمِعُ لَكَ، وَلَوْ قَرَأْتَ لَأَصْبَحَتْ يَرَاهَا النَّاسُ، مَا تَسْتَتِرُ مِنْهُمْ
“Itulah para malaikat yang menyimak (bacaan)mu. Andai engkau terus membacanya, maka manusia akan melihat para malaikat itu, sedang mereka (para malaikat) itu tak akan bersembunyi dari mereka”. [HR. Muslim dalam Kitab Sholah Al-Musafirin (36/no. 242)]
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof Ad-Dimasyqiy –rahimahullah– berkata,
“وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ : جَوَازُ رُؤْيَةِ آحَادِ الْأُمَّةِ الْمَلَائِكَةَ، وَفِيهِ : فَضِيلَةُ الْقِرَاءَةِ وَأَنَّهَا سَبَبُ نُزُولِ الرَّحْمَةِ وَحُضُورِ الْمَلَائِكَةِ، وَفِيهِ : فَضِيلَةُ اسْتِمَاعِ الْقُرْآنِ.” اهـ من شرح صحيح مسلم (5/323)
“Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang bolehnya (mungkinnya) seorang diantara umat ini melihat malaikat. Di dalamnya juga terdapat keutamaan membaca Al-Qur’an, dan bahwa ia adalah sebab turunnya rahmat dan hadirnya malaikat. Di dalamnya juga ada keutamaan menyimak Al-Qur’an”. [Lihat Syarh Shohih Muslim (5/323), cet. Dar Al-Ma’rifah, 1421 H]
Demikianlah Allah _tabaroka wa ta’ala_ menganugerahkan keutamaan ini kepada mereka yang gemar dan cinta mempelajari atau mengkaji dan membaca Al-Qur’an!
Keutamaan ini tampak bahwa bila seseorang mencintai kebaikan (yakni, Al-Qur’an), maka yang dekat kepadanya pasti dari kalangan makhluk-makhluk yang baik.
Al-Qur’an adalah kalamullah, sedang kalamullah (firman Allah) adalah sebaik-baik ucapan. Nah, tidak heran tentunya bila yang datang mendengarkannya adalah makhluk-makhluk yang terbaik dari kalangan para malaikat mulia.
Kemudian tidak ada yang gemar membaca dan mengkaji ilmu dari ilmu Al-Qur’an, melainkan manusia-manusia terbaik.
Nabi _shollallohu alaihi wa sallam_ bersabda,
«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ»
“Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5027)]
Tentunya orang yang mempelajari Al-Qur’an disini, mencakup orang yang mempelajari tajwid dan tafsirnya.
d Allah Menyebutnya di sisi Malaikat-malaikatnya
Ini adalah keutamaan dan balasan besar kepada orang-orang yang rajin membaca dan mengkaji Kitabullah, semata-mata karena mencari pahala darinya.
Insya Allah, Dia membanggakan mereka di hadapan para malaikat-Nya, dan akan mencintai mereka.
Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– pernah keluar menemui para sahabatnya dalam suatu majelis, sedang mereka berdzikir dan memuji Allah sebagai tanda kesyukuran mereka diberi taufik untuk masuk Islam.
Beliau bertanya kepada mereka bahwa apakah mereka melakukannya demikian, dan mereka pun mengiyakannya. Kemudian beliau bersabda,
أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ _عَزَّ وَجَلَّ_ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَةَ
“Ingatlah, sesungguhnya aku tadi tidaklah meminta kalian bersumpah karena suatu kecurigaan. Tapi Jibril mendatangiku seraya mengabarkan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikat”. [HR. Muslim dalam Adz-Dzikr wa Ad-Du’aa (11/no. 40) ]
Al-Allamah Al-Mubarokfuriy _rahimahullah_ berkata,
“قِيلَ مَعْنَى الْمُبَاهَاةِ بِهِمْ : أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِمَلَائِكَتِهِ انْظُرُوا إِلَى عَبِيدِي هَؤُلَاءِ كَيْفَ سَلَّطْتُ عَلَيْهِمْ نُفُوسَهُمْ وَشَهَوَاتِهِمْ وَأَهْوِيَتَهُمْ وَالشَّيْطَانَ وَجُنُودَهُ، وَمَعَ ذَلِكَ قَوِيَتْ هِمَّتُهُمْ عَلَى مُخَالَفَةِ هَذِهِ الدَّوَاعِي الْقَوِيَّةِ إِلَى الْبَطَالَةِ وَتَرْكِ الْعِبَادَةِ وَالذِّكْرِ فَاسْتَحَقُّوا أَنْ يُمْدَحُوا أَكْثَرَ مِنْكُمْ لِأَنَّكُمْ لَا تَجِدُونَ لِلْعِبَادَةِ مَشَقَّةً بِوَجْهٍ” اهـ من تحفة الأحوذي (9/ 298)
“Ada yang menyatakan bahwa makna “membanggakan mereka”, bahwa Allah -Ta’ala- berfirman kepada para malaikat, “Lihatlah kepada para hamba-Ku itu, bagaimana Aku kuasakan setan dan bala tentaranya atas hati mereka, dan keinginannya. Walaupun demikian, semangat mereka tetap kuat dalam menyelisihi pendorong-pendorong kuat menuju kemalasan, dan meninggalkan ibadah? Lantaran itu, mereka berhak untuk dipuji melebihi kalian, karena kalian tidak merasakan kesusahan sedikitpun”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/298), cet. Dar Ihya’ At-Turots Al-Arobiy & Mu’assasah At-Tarikh Al-Ghorbiy, 1422 H]
Jika seseorang membaca Al-Qur’an dan mengkajinya demi mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan mencintainya.
Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Senantiasa seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan nafilah (sunnah) sampai Aku mencintainya”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 6502)]
Jika Allah mencintai seseorang, maka para malaikat dan lainnya akan mencintainya.
Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي أَهْلِ الْأَرْض
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril, “Sesungguhnya Allah telah mencintai fulan, maka cintailah dia”, lalu Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril berkumandang di kalangan penduduk langit, “Sesungguhnya Allah telah mencintai fulan, maka cintailah dia”, lalu penduduk langit pun mencintainya, lalu ditetapkanlah bagi orang itu penerimaan di kalangan penduduk bumi”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 6040)]
Puncak kebahagiaan seorang adalah saat ia dicintai oleh Allah _tabaroka wa ta’ala_, dengan sebab ketaatannya kepada Allah dan jauhnya dari maksiat.
Selesai diedit ulang, 27 Dzulhijjah 1439 H = 08 Agustus 2018 M, Studio Radio An-Nashihah 88.20 FM, jalan Baji Rupa, Makassar.