Bintang adalah salah satu diantara makhluk Allah -Azza wa Jalla-. Dia diciptakan untuk tiga tujuan yang mulia.
Hanya saja kebanyakan manusia tidak memahami hal itu dengan baik.
Bintang diciptakan sebagai penghias langit dan alat untuk merajam (melempar) setan-setan yang ingin mencuri berita dari langit agar selanjutnya mereka kabarkan hal-hal itu kepada wali-wali mereka dari kalangan dukun, paranormal dan tukang sihir.
Allah –Ta’ala– berfirman,
{وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ } [الملك: 5]
“Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-Mulk : 5)
Ahli Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam Abdur Rahman Ibn Nashir As-Sa’diy –rahimahullah– berkata,
“لولا ما فيها من النجوم، لكانت سقفًا مظلمًا، لا حسن فيه ولا جمال.
ولكن جعل الله هذه النجوم زينة [ص:876] للسماء، [وجمالا] ، ونورًا وهداية يهتدى بها في ظلمات البر والبحر.” اهـ من تفسير السعدي = تيسير الكريم الرحمن (ص: 875_876)
“Andaikan tak ada bintang-bintang di langit, maka langit akan menjadi atap yang gelap, tak ada keindahan dan kecantikannya. Akan tetapi Allah menjadikan bintang-bintang ini sebagai perhiasan bagi langit, kecantikan serta cahaya dan petunjuk dalam kegelapan darat dan lautan”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 875-876), karya As-Sa’diy, cet. Mu’assasah Ar-Risalah, 1420 H]
Selain itu, bintang-bintang juga diciptakan sebagai alamat dan tanda yang menjadi rambu dalam perjalanan jauh (safar) dan saat menentukan arah kiblat. [Lihat Zaadul Masiir (4/85) karya Abul Faroj Ibnul Jauziy Ad-Dimasyqiy]
Allah –Ta’ala– berfirman,
{وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ } [النحل: 16]
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl : 16)
Di dalam ayat lain, Allah –Azza wa Jalla– berfirman,
{وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ } [الأنعام: 97]
“Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS. Al-An’aam : 97)
Inilah tiga tujuan diciptakannya bintang-bintang: sebagai perhiasan bagi langit, perajam bagi setan-setan jahat yang bekerja mencuri berita dari langit dan sebagai tanda dan rambu dalam menentukan arah perjalanan di kegelapan malam atau arah kiblat saat jauh darinya.
Al-Imam Abul Khoththob Qotadah bin Di’amah As-Sadusiy Al-Bashriy –rahimahullah– berkata,
خَلَقَ هَذِهِ النُّجُومَ لِثَلاَثٍ : جَعَلَهَا زِينَةً لِلسَّمَاءِ، وَرُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ، وَعَلاَمَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا، فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيهَا بِغَيْرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ وَأَضَاعَ نَصِيبَهُ وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ بِهِ
“Allah telah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga tujuan: Dia menjadikannya sebagai perhiasan lagit, rajam bagi setan-setan dan tanda yang dijadikan petunjuk. Barangsiapa yang menyangka (meyakini) selain itu, maka ia telah berbuat keliru, menyia-nyiakan nasibnya dan memaksakan diri terhadap perkara yang ia tak memiliki ilmu tentangnya”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya secara mu’allaq (4/130) dan Ath-Thobariy secara maushul dalam Jami’ Al-Bayan (1/91)]
Pernyataan dari Al-Imam Qotadah –rahimahullah– ini amat benar, sebab bintang-bintang adalah makhluk diantara makhluk-makhluk Allah dan kita tidak mengetahui rahasia di balik penciptaan bintang-bintang itu, selain sesuatu yang dikabarkan oleh Allah –Jalla wa Alaa-.
Apa saja yang Allah kabarkan tentangnya, maka kita pegangi. Apapun yang Allah tidak kabarkan kepada kita tentang bintang-bintang itu.
Karenanya, kita jangan memaksakan diri dan melampaui batas dalam mendudukkan bintang-bintang tersebut melebihi kadarnya sebagai makhluk, seperti orang-orang kafir Yunani kuno dan Romawi serta para ahli nujum yang menyatakan bahwa bintang-bintang itu adalah sebab terjadinya segala sesuatu di bumi atau bintang-bintang memiliki pengaruh dalam setiap kejadian yang ada di bumi.
Lantaran itu, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا ، وَإِذَا ذُكِرَتِ النُّجُومُ فَأَمْسِكُوا ، وَإِذَا ذُكِرَ الْقَدَرُ فَأَمْسِكُوا
“Bila para sahabatku disebutkan, maka tahan dirilah. Bila bintang-bintang disebutkan, maka tahan dirilah. Bila taqdir disebutkan, maka tahan dirilah”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (1427 & 10448) dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (4/108). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (no. 545)]
Syaikh Sholih bin Abdil Aziz An-Najdiy –hafizhohullah– berkata,
“والمراد هنا بذكر النجوم، يعني: في غير ما جاء به الدليل، إذا ذكر القدر في غير ما جاءت به الأدلة فأمسكوا، وإذا ذكر أصحابي في غير ما جاء به من فضلهم وحسن صحبتهم وسابقتهم ونحو ذلك من الدليل فأمسكوا، وكذلك إذا ذكرت النجوم وما فيها بغير ما جاء فيه الدليل فأمسكوا؛ لأن ذلك ذريعة لأمور محرمة.” اهـ من التمهيد لشرح كتاب التوحيد (ص: 347)
“Yang dimaksud dengan menyebut bintang-bintang, yakni bukan berdasarkan sesuatu yang dibawa (dijelaskan) oleh dalil. Bila taqdir disebutkan bukan berdasarkan sesuatu yang dibawa (dijelaskan) oleh dalil, maka tahan dirilah. Bila disebutkan para sahabatku bukan berdasarkan sesuatu yang dibawa (dijelaskan) oleh dalil berupa keutamaan mereka, baiknya persahabatan mereka, terdahulunya mereka (dalam kebaikan) dan semisalnya, maka tahan dirilah. Demikian pula, bila bintang-bintang dan segala hal tentangnya disebutkan, bukan berdasarkan sesuatu yang dibawa (dijelaskan) oleh dalil, maka tahan dirilah. Karena, hal itu merupakan jalan menuju perkara yang diharamkan”. [Lihat At-Tamhid (hal. 347), cet. Dar At-Tauhid, 1423 H]
Disinilah manusia tergelincir, saat berbicara tentang bintang, mereka melampaui batasan Allah dan tidak mengenal posisi bintang dan kedudukannya, sehingga mereka pun mendudukkan dan memposisikannya lebih dari kedudukannya sebagai makhluk.
Mereka menjadikannya sebagai robb (tuhan) yang mampu melakukan segala sesuatu di alam semesta.
Inilah keyakinan para ahli nujum (astrolog) Babilonia, Romawi, Yunani dan lainnya.
Para ahli nujum itu meyakini semua bintang-bintang memiliki andil dan pengaruh bagi segala kejadian di bumi.
Mereka membuat arca-arca bagi setiap bintang-bintang yang mereka pertuhankan.
Itulah dewa-dewa mereka yang terdapat dalam kuil-kuil di negeri mereka.
Dewa-dewa itu mereka yakini sebagai perwujudan bagi setiap bintang yang mereka pertuhankan, seperti Dewa Janus, Venus, Jupiter, Juno, Aphrodite, Februus dan lainnya.
Adapun bangsa Romawi, maka mereka meyakini adanya 12 bintang (zodiak) yang memiliki pengaruh terhadap segala kejadian di bumi: Aries, Taurus, Gemini, Kanser, Leo, Virgo, Libra, Skorpio, Sagitarius, Kaprikornus, Akuarius, dan Pisces.
Mereka menganggap bahwa nasib manusia erat hubungannya dengan letak zodiaknya pd waktu ia lahir, sebab bintang-bintang itu memiliki pengaruh pada segala kejadian di bumi, termasuk nasib baik dan buruknya seorang manusia. Jelas ini adalah batil, sebab bintang-bintang dan benda langit hanyalah makhluk lemah yang tidak memiliki daya dan upaya.
Segala kuasa dan pengaturan alam semesta berada di Tangan Allah –tabaroka wa ta’ala-.
Keimanan batil kepada bintang-bintang seperti ini telah mendarah daging di kalangan bangsa Romawi, Yunani dan Babilonia, bangsa peramal.
Merekalah pelopor ilmu perbintangan atau astrologi yang banyak menyesatkan umat manusia sejak dahulu kala sampai hari ini.
Ironisnya lagi, banyak diantara kaum muslimin yang percaya kepada ramalan zodiac yang teradopsi dari ilmu sesat kaum kafir paganisme ini, sebagaimana hal ini bisa kita dengar dan lihat dalam beberapa surat kabar, majalah, tabloid, televisi, radio, internet dan lainnya.
Keimanan batil kepada bintang-bintang inilah yang pernah dikhawatirkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- atas umatnya
Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
إنَّ أَخْوَفَ مَا أَتَخَوَّفُهُ عَلَى أُمَّتِيْ آخِرَ الزَّمَانِ ثَلاَثًا : إِيْمَانًا بِالنُّجُوْمِ وَتَكْذِيْبًا بِالْقَدَرِ وَحَيْفَ السُّلْطَانِ
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas umatku di akhir zaman adalah tiga perkara: beriman kepada bintang-bintang, mendustakan takdir dan kezhaliman penguasa”. [HR. Abu Amer Ad-Daani dalam As-Sunan Al-Waridah fil Fitan (no. 282). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1127)]
Abdur Ro’uf bin Tajil Arifin Al-Haddadiy Al-Munawiy –rahimahullah– berkata,
أَي تَصْدِيقًا باعتقاد أنّ لَهَا تَأْثِيرا فَالْمُرَاد أحد قسمي علم النُّجُوم وَهُوَ علم التَّأْثِير لَا التسيير.” اهـ التيسير بشرح الجامع الصغير (1/ 48)
“Maksudnya, membenarkan bahwa bintang-bintang itu memiliki pengaruh. Jadi, yang dimaksudkan (oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) adalah salah satu dari dua cabang ilmu perbintangan, yaitu ilmu astrologi (ramalan bintang), bukan ilmu astronomi (ilmu falak)”. [Lihat At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ Ash-Shogir (1/48)]
Jadi, hadits di atas menunjukkan bahwa akan ada diantara umat ini yang akan membenarkan para astrolog (peramal bintang) dalam ramalan-ramalannya dengan menggunakan rasi bintang.
Hadits ini tidaklah melarang dari mempelajari ilmu falak (astronomi) yang hanya mempelajari posisi benda-benda langit dalam mengenal arah dan letak suatu tempat.
Inilah sekelumit pembahasan tentang haramnya seorang muslim meramal nasib dan kejadian dengan menggunakan rasi bintang atau zodiac, dan –insya Allah- akan kami ulas kembali dalam edisi-edisi mendatang seputar jenis-jenis ilmu perbintangan yang terlarang. Semoga Allah melindungi kita dari segala keburukan.
—————————————————————————–