Bagikan...

Nasib Muadzin

  • Oleh: Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. hafizhahullah
  • [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Banyak orang yang meremehkan para tukang adzan (muadzin), dan memandangnya dengan sinis. Apalagi jika orangnya memang berperawakan kurang tampan serta hidup di bawah garis kemiskinan.

Para tukang adzan sering dipandang sebelah mata dan kurang diperhatikan oleh manusia.

Demikianlah ia dihinakan oleh manusia, karena memang pada umumnya tugas adzan bukanlah “tempat basah” yang mendatangkan rupiah, sehingga banyak orang yang enggan menjabat tugas tersebut, kecuali segelintir orang yang ikhlash lagi penyabar.

Terkadang keengganan itu dilatari oleh keduniaan, dan terkadang juga karena kejahilan kaum muslimin tentang kedudukan adzan dan keutamaan para mu’adzdzin (tukang adzan) di sisi Allah.

Padahal jika kita mau membuka lembaran kitab-kitab hadits Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, maka kita akan terheran dan berkata dalam hati, “Alangkah besarnya fadhilah (keutamaan) adzan dan para mu’adzdzin!!”

Para Pembaca yang arif lagi bijaksana, dari sisi nasib, mungkin saja para tukang adzan adalah orang yang tidak mendapatkan keuntungan duniawi, hanya capek dan penat saja. Tapi cukuplah baginya suatu keutamaan besar, yang ia dapatkan sebagaimana dalam beberapa noktah berikut ini:

Adzan adalah Tugas Mulia yang harus Diperebutkan

Adzan adalah tugas berat yang memiliki keutamaan besar sampai Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– mengabarkan kepada kita bahwa saking besarnya keutamaan adzan.

Andai manusia tahu hakikatnya, maka banyak diantara mereka yang memperebutkannya.

Hanya saja keutamaan itu tak bisa dilihat oleh mata manusia, sehingga orang-orang yang kuatlah iman dan keikhlasannya yang akan menawarkan diri untuk tugas mulia ini.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Andai manusia mengetahui (keutamaan) yang terdapat pada adzan dan shaff pertama, lalu mereka tak mendapatkan jalan, selain berundi untuknya, maka mereka pasti akan melakukan undian”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Adzan (no. 615) dan Muslim dalam Kitab Ash-Sholah (no. 980-129/10)]

Al-Imam Abul Walid Al-Bajiy rahimahullah– berkata,

“يُرِيدُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – تَعْظِيمَ أَمْرِ الثَّوَابِ عَلَى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ فَإِنَّ النَّاسَ لَوْ يَعْلَمُونَ مِقْدَارَ ذَلِكَ لَتَبَادَرُوا ثَوَابَهُ كُلُّهُمْ وَلَمْ يَجِدُوا إلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ تَشَاحًّا فِيهِ وَرَغْبَةً فِي ثَوَابِه.” اهـ من المنتقى شرح الموطإ (1/ 132) للباجي، ط. دار الكتاب الإسلامي.

“Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- hendak mengagungkan urusan pahala adzan dan shaff pertama, sebab manusia andai mengetahui nilai hal itu, niscaya mereka semua akan berlomba meraih pahalanya, walaupun mereka tak mendapatkan jalan, kecuali harus berundi, karena mereka amat menginginkannya dan senang terhadap pahalanya”. [Lihat Al-Muntaqo Syarh Al-Muwaththo’ (1/132)]

Inilah keutamaan besar yang Allah –azza wa jalla- simpan bagi para tukang adzan.

Keuntungan akhirat seperti ini, hanyalah bagi manusia yang ikhlash dan sabar dalam mengemban tugas adzan, yang lahiriahnya remeh di mata manusia, namun ia besar dalam pandangan Allah.

Bagaimana tidak demikian, sedang adzan adalah sarana yang menyampaikan kepada sebuah kewajiban besar, yakni sholat fardhu lima waktu!!

Para tukang adzan adalah pemanggil menuju kebaikan dan ibadah. Tugas ini merupakan salah satu tugas mulia yang mendapatkan tempat mulia dan tinggi di sisi Allah –tabaroka wa ta’ala-.

Allah –subhanahu wa ta’ala– berfirman,

{وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33)} [فصلت: 33]

 “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’”. (QS. Fushshilat : 33)

Al-Imam Ibnul Jauzi –rahimahullah- menjelaskan di dalam kitabnya “Zadul Masir” (4/52) bahwa orang yang menyeru kepada Allah”, yang dimaksud dengannya ada tiga penafsiran di kalangan para salaf :

(1) Mereka adalah para tukang adzan. Ini pendapat Ummul Mukminin A’isyah –radhiyallahu anha-, Mujahid bin Jabr Al-Makkiy, dan Ikrimah Maula Ibnu Abbas –rahimahumallah-.

(2) Yang dimaksud adalah Rasulullah –shollallohu alaihi wa sallam- yang menyeru (mengajak) manusia kepada kalimat tauhid. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas –radhiyallahu anhu-, As-Suddiy, dan Ibnu Zaid –rahimahumallah-.

(3) Mereka adalah mukmin yang menyambut seruan Allah dan mereka juga mengajak manusia kepada seruan Allah, serta melakukan amal sholih dalam sambutan mereka. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashriy –rahimahullah- dari kalangan tabi’in.

Ketiga pendapat ini tidaklah saling bertentangan. Sebab, penafsiran para salaf tersebut bukanlah pembatasan dan defenisi. Tapi penafsiran mereka tersebut merupakan contoh-contoh bagi kalimat yang Allah sebutkan. Wallahu A’lam.

Kesaksian Para Makhluk bagi Tukang Adzan

Sebuah kebanggaan besar dan kedudukan utama, di saat seseorang dipersaksikan oleh para makhluk atas keutamaan dan kebaikan yang ia pernah lakukan sebelumnya.

Nah, inilah yang akan diraih dan dirasakan oleh para tukang adzan di hari kiamat, sebagaimana dalam sebuah hadits yang pernah didengarkan oleh sahabat Abu Said Al-Khudriy, lalu beliau sampaikan kepada Abdullah bin Abdir Rahman bin Abi Sho’sho’ah Al-Maziniy –rahimahullah-.

Abu Said –radhiyallahu anhu– berkata kepadanya,

إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya aku melihatmu senang dengan kambing dan pedalaman. Bila engkau di tengah kambingmu atau di pedalaman, lalu engkau ber-adzan untuk sholat, maka angkatlah suaramu saat adzan. Karena, tidaklah akhir suara seorang tukang adzan didengarkan oleh jin, manusia dan sesuatu, kecuali semua akan memberikan persaksian baginya pada hari kiamat”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Adzan, bab: Rof’ush Shout bin Nidaa’ (no. 609), dan Ibnu Majah (no. 723)]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy –rahimahullah– berkata,

“وَفِيهِ أَنَّ أَذَانَ الْفَذِّ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ وَلَوْ كَانَ فِي قَفْرٍ وَلَوْ لَمْ يُرْتَجَ حُضُورُ مَنْ يُصَلِّي مَعَهُ لِأَنَّهُ إِنْ فَاتَهُ دُعَاءُ الْمُصَلِّينَ فَلَمْ يَفُتْهُ اسْتِشْهَادُ مَنْ سَمعه من غَيرهم.” اهـ من فتح الباري لابن حجر (2/ 118)، ط. دار السلام، سنة 1421 هـ

“Di dalam hadits ini terdapat sebuah faedah bahwa adzannya orang yang bersendirian adalah dianjurkan, walaupun ia berada di tempat yang sunyi; walaupun tak diharapkan kehadiran orang yang akan sholat bersamanya. Karena, bila ia luput dari doanya orang-orang yang ikut sholat, maka ia tak akan luput dari persaksian makhluk yang mendengar adzannya dari selain mereka (yang diharapkan hadir)”. [Lihat Fathul Bari (2/118), cet. Darus Salam, 1421 H]

Alangkah agungnya keutamaan dan kedudukan seorang tukang adzan di sisi Allah –azza wa jalla-.

Bayangkan saja, Allah –tabaroka wa ta’ala– memerintahkan para makhluk dari kalangan malaikat, jin, dan manusia, serta segala sesuatu. Bahkan dijelaskan oleh Badruddin Al-‘Ainiy –rahimahullah- di dalam kitabnya “Umdatul Qori” (5/112) bahwa setan-setan akan turut memberikan persaksian bagi para tukang adzan di hari kiamat nanti berupa persaksian kebaikan dan amal sholihnya dalam mengajak dan menyeru manusia kepada sholat, menegakkan syiar Islam, dan mengingatkan manusia tentang Allah –tabaroka wa ta-ala– dan kewajiban sholat.

Pada Hari Kiamat, saat manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, seluruh makhluk akan memberikan persaksian tentang jasa baik, keutamaan dan ketinggian derajat para tukang adzan, sebagaimana juga hari itu para makhluk akan memberikan persaksian buruk kepada kaum yang lain. [Lihat Aunul Ma’bud (2/149), oleh Syaroful Haqq Muhammad Asyrof Al-Azhim Abadiy, cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1415 H]

Ampunan Dosa bagi Para Mu’adzdzin

Tak ada diantara manusia yang terlepas dari dosa. Setiap saat ia membutuhkan ampunan dari Allah atas dosa-dosanya.

Salah satu jalan dan keutamaan yang Allah berikan kepada orang-orang yang gemar ber-adzan, dosanya akan diampuni oleh Allah.

Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

يَغْفِرُ اللَّهُ لِلْمُؤَذِّنِ مُنْتَهَى أَذَانِهِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ سَمِعَ صَوْتَه

“Allah akan mengampuni dosa tukang adzan sejauh adzannya dan ia akan dimohonkan ampunan baginya oleh setiap yang basah dan kering yang telah mendengarkan suaranya”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (10/336), Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (no. 13469), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kabir (1/633) serta Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbahan (2/272). Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 234-4)]

Al-Imam Abu Sulaiman Al-Khoththobiy –rahimahullah– berkata,

“معناه أنه يستكمل مغفرة الله تعالى إذا استوفى وسعه في رفع الصوت، فيبلغ الغاية من المغفرة إذا بلغ الغاية من الصوت.” اهـ من فتح الباري لابن رجب (4/ 199)

“Maknanya, ia akan menyempurnakan ampunan Allah -Ta’ala- bila ia telah mengerahkan segala kemampuannya dalam meninggikan suara (saat adzan). Jadi, ia akan mencapai puncak ampunan, bila ia telah mencapai puncak suara”. [Lihat Fathul Bari (4/199) karya Ibnu Rajab]

Adakah keutamaan yang melebihi keutamaan tukang adzan yang akan diberikan ampunan selangit atas dosa-dosanya?!

Ulama Negeri Yaman, Al-Imam Asy-Syaukaniy –rahimahullah– berkata,

“Hadits ini menunjukkan tentang dianjurkannya memanjangkan suara dalam adzan, karena itu merupakan sebab bagi pengampunan dosa dan persaksian segala yang ada; karena adzan adalah perintah untuk mendatangi sholat. Jadi, setiap yang lebih mendorong untuk memperdengarkan adzan bagi orang-orang (jamaah) yang diperintahkan untuk sholat, maka itulah yang lebih utama”. [Lihat Nailul Awthor (1/510), cet. Dar Al-Kitab Al-Arabiy, 1420 H]

Subhanallah, sebuah fadhilah (keutamaan) yang luar biasa. Tiada lain, karena tugas mulia (adzan) merupakan wasilah (sarana) yang memanggil manusia dalam beribadah kepada Allah, mengingatkan mereka dari kelalaian, dan mengumpulkan manusia di atas kebaikan, serta dengan adzan tegaklah syariat sholat jamaah.

Meraih Pahala yang Banyak

Saking mulianya tugas adzan ini, sampai Allah menyediakan pahala yang besar bagi orang-orang yang sabar lagi ikhlas dalam menjalankan tugas adzan.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda ,

الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ، وَأَجْرُهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ

“Tukang adzan akan diampuni dosanya sebatas suaranya, sedangkan pahalanya seperti pahala orang yang sholat bersamanya”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (no. 7942). Hadits ini dinyatakan shohih li ghoirih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 236-6)]

Al-Imam Muhammad bin Isma’il Al-Amir Al-Kahlaniy Ash-Sho’aniy –rahimahullah- berkata,

وفيه فضيلة للمؤذن بالغة جدًّا من الأجر عظيمًا.” اهـ من التنوير شرح الجامع الصغير للأمير الصنعاني (10/ 444)، ط. مكتبة دار السلام، الرياض، 1432 هـ

“Di dalam hadits ini terdapat keutamaan bagi tukang adzan, keutamaan yang amat mencapai pahala yang sangat besar.”  [Lihat At-Tanwir Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (10/444)]

Di dalam hadits ini, juga terdapat suatu isyarat bahwa orang yang adzan akan mendapatkan dua kali pahala, bahkan mungkin lebih banyak lagi.

Itulah sebabnya Al-Imam As-Suyuthiy telah mencantumkan hadits ini dalam kitabnya “Mathla’ Al-Badroin fi man Yu’taa Ajruh Marrotain” ; sebuah kitab yang mengumpulkan hadits-hadits yang berbicara tentang orang-orang yang mendapatkan pahala dua kali atau lebih dibandingkan yang lainnya.

Tukang Adzan adalah Orang Kepercayaan

Adzan adalah amanah yang dipercayakan oleh kaum muslimin kepada seorang tukang adzan.

Ini merupakan kedudukan yang terhormat bila seseorang diberi kepercayaan, apalagi yang berkaitan dengan ibadah orang banyak.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدْ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ

“Imam adalah penjaga dan tukang adzan adalah orang yang terpercaya. Ya Allah, bimbinglah para imam dan berilah ampunan bagi para tukang adzan”. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidziy.  Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targib (no. 237-7)]

Al-Imam Syarofuddin Ath-Thibiy –rahimahullah– berkata,

وَالْمُؤَذِّنُ أَمِينٌ فِي الْأَوْقَاتِ يَعْتَمِدُ النَّاسَ عَلَى أَصْوَاتِهِمْ فِي الصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَسَائِرِ الْوَظَائِفِ الْمُؤَقَّتَةِ.” هـ من عون المعبود وحاشية ابن القيم (2/ 163)

“Tukang adzan adalah amin (orang dipercaya) dalam perkara waktu-waktu. Manusia bertumpu kepada suara mereka dalam sholat dan puasa mereka serta semua ibadah-ibadah yang terbatasi oleh waktu”. [Lihat Aunul Ma’bud (2/163)]

Sebagian ulama menjelaskan bahwa mereka di sebut “amin” (orang yang dipercaya), karena para tukang adzan dahulu -saat adzan-, mereka naik ke tempat tinggi (misalnya, ke atas pohon, loteng masjid, atap masjid, dan lainnya).

Nah, disinilah tukang adzan dituntut untuk menjaga mata dari memandang rumah-rumah masyarakat sebagai bukti terpercayanya.

Di pundaknya, terdapat amanah agar menjaga pandangan dari melihat hal-hal yang terlarang untuk dilihat di rumah-rumah masyarakat sekitar masjid.

Karena itu, pada masa dahulu, tukang adzan yang diangkat dan ditugaskan mengumandangkan adzan adalah orang-orang yang mampu menjaga mata dari melihat hal-hal itu di rumah-rumah manusia.

Ibnul Malak Ad-Dimasyqiy –rahimahullah– berkata,

“وَالْمُؤَذِّنُونَ أُمَنَاءُ لِأَنَّ النَّاسَ يَعْتَمِدُونَ عَلَيْهِمْ فِي الصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا أَوْ لِأَنَّهُمْ يَرْتَقُونَ فِي أَمْكِنَةٍ عَالِيَةٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يُشْرِفُوا عَلَى بُيُوتِ النَّاسِ لِكَوْنِهِمْ أُمَنَاءَ.” اهـ من عون المعبود وحاشية ابن القيم (2/ 163)

“Para tukang adzan adalah orang-orang yang terpercaya, karena manusia bertumpu kepada mereka dalam perkara sholat dan lainnya; atau karena mereka (para mu’adzdzin) naik ke atas tempat-tempat yang tinggi. Lantaran itu, sepantasnya mereka tidak melongo ke dalam rumah-rumah orang”. [Lihat Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (2/163) karya Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy]

Tukang Adzan adalah Orang yang Paling Tinggi Lehernya di Hari Kiamat

Keutamaan yang akan diraih para tukang adzan bukan hanya terbatas sampai disitu.

Di hari kiamat nanti, mereka akan berbangga dan bergembira dengan sebuah keutamaan yang tak akan diraih oleh selain mereka.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Para tukang adzan adalah orang yang paling tinggi lehernya pada hari kiamat”. [HR. Muslim dalam Kitab Ash-Sholah, bab: Fadhlul Adzan (no. 850-13/4)]

Di hari kiamat, manusia akan diliputi kesusahan dan gundah gulana. Setiap orang memikirkan keselamatan dirinya.

Mereka berdiri dalam jangka waktu yang sangat lama sampai ada diantara mereka yang hampir ditenggelamkan oleh keringatnya.

Di saat itulah, Allah –azza wa jalla- memanjangkan leher para tukang adzan agar mereka selamat dari genangan keringatnya.

Seorang ulama tabi’in, An-Nadhr bin Syumail Al-Maziniy –rahimahullah– berkata,

“إِذَا أَلْجَمَ النَّاسَ الْعَرَقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ طَالَتْ أَعْنَاقُهُمْ لِئَلَّا يَنَالَهُمْ ذَلِكَ الْكَرْبُ وَالْعَرَقُ.” اهـ من شرح النووي على مسلم (4/ 92)

“Bila manusia ditenggelamkan oleh keringatnya pada hari kiamat, maka leher mereka akan menjadi panjang agar mereka tidak dijangkau oleh kesusahan dan keringatnya”. [Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim (4/92) oleh Imam An-Nawawiy]

Balasan ini layak didapatkan oleh para tukang adzan. Sebab, mereka dahulu ketika di dunia bersusah payah menggunakan suara dan leher mereka untuk adzan.

Disinilah hikmahnya Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– men-syariat-kan para tukang adzan untuk menggerakkan leher dan kepala mereka ke arah kanan dan kiri saat mengucapkan “Hayya alash sholah (2 kali), hayya alal falaah (2 kali)!!”.

Mereka telah melakukan demikian berulang kali, bahkan ratusan kali selama mereka menjadi mu’adzin di dalam hidupnya. Jadi, layak bila mereka diberi keutamaan di atas. Wallahu A’lam bish showaab.

 

وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.