Persembahan dan Sesajen Kesyirikan

oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah hafizhahullah [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Peristiwa meletusnya Gunung Merapi di daerah Jogjakarta tahun 2010 M ini, banyak meninggalkan kenangan dan tragedi yang menguji dan menyaring keimanan kaum muslimin Nusantara.

Banyak orang yang sadar dan kembali kepada Allah, dan banyak juga yang semakin jauh dari agama Allah, bahkan semakin buruk dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Golongan yang pertama mulai tahu dan sadar bahwa segala musibah yang Allah takdirkan tak akan tertangguhkan dan tak ada yang mampu menahannya, selain Allah.

Walaupun semua makhluk bersatu menghalanginya, jika Allah menetapkan waktu kejadiannya, maka pasti terjadi. Golongan yang pertama ini adalah kaum beriman.

Golongan yang kedua semakin lalai dan sengsara, sebab mereka menyangka bahwa musibah Merapi terjadi, bukan terjadi atas kehendak Allah, tapi adanya campur tangan makhluk-makhluk halus yang mereka yakini sebagai pengatur dan penjaga Merapi. Jelas ini adalah kesyirikan.

Golongan ini ketika terjadinya tragedi Merapi semakin menjadi-jadi perbuatan kesyirikannya kepada Allah.

Mereka telah menyekutukan Allah -Azza wa Jalla- dengan makhluk-makhluk halus yang mereka sebut dengan “Eyang Sapu Jagad” dan bala tentaranya.

Para pembaca yang budiman, kalian jangan salah sangka bahwa golongan kedua ini adalah masyarakat Jawa dan Jogjakarta yang beragama Hindu, bahkan mereka kebanyakannya manusia yang ber-KTP Islam, tapi perbuatannya adalah perbuatan “kesyirikan” ‘menyekutukan Allah dalam ibadah’.

Di tengah memanasnya tragedi Merapi saat itu, muncullah manusia sial dari kalangan golongan kedua yang gandrung dengan ajaran kejawen yang berbau syirik, mistik, dan klenik.

Manusia sial ini tidaklah mengambil ibrah bahwa semua musibah ini terjadi karena dosa-dosa syirik alias kesyirikan yang selama ini mereka lakoni.

Mereka tidak bertobat kepada Allah dan tidak pula menyadari bahwa musibah terjadi sebagai teguran yang berbuah ibrah.

Malah mereka semakin musyrik, sehingga mereka pun menyiapkan beberapa ekor hewan sembelihan yang mereka siapkan untuk acara dan ritual kesyirikan mereka.

Menurut mereka, pengorbanan kepada selain Allah itu bertujuan demi meredam musibah.

Subhanallah, sungguh ini adalah sebuah kepandiran di atas kepandiran. Mereka tak tahu bahwa menyembelih dan mengorbankan sesuatu untuk makhluk adalah sebuah kesyirikan yang mendatangkan musibah dunia dan akhirat!!

Di dunia mereka akan dilaknat oleh Allah -Azza wa Jalla-, yakni akan dijauhkan dari hidayah dan rahmat (kasih sayang)-Nya. Belum lagi, siksaan akan menimpa mereka di dunia!

Di akhirat mereka akan dikekalkan dalam neraka Jahannam yang apinya jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan api Gunung Merapi!!

Seorang yang menyembelih dan mengorbankan sesuatu untuk makhluk halus atau kasar akan terkena laknat dari Allah -ta’ala-.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”. [HR. Muslim Al-Kitab Adhohiy (no. 1178), dan An-Nasa’iy dalam Kitab Adh-Dhohayaa (7/232)]

Syaikh Isma’il bin Abdil Ghoniy Ad-Dahlawiy –rahimahullah– berkata,

“وقد دل هذا الحديث على أن الذبح لغير اللَّه من الأعمال التي خصصها اللَّه لتعظيمه، ومن ذبح لغير اللَّه فقد أشرك.” اهـ من رسالة التوحيد المسمى بـ تقوية الإيمان (ص: 142)

“Sungguh hadits ini menunjukkan bahwa menyembelih untuk selain Allah termasuk amalan (ibadah) yang Allah khususkan untuk mengagungkan diri-Nya. Barangsiapa yang menyembelih untuk selain Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik (menyekutukan Allah)”.[Lihat Risalah At-Tauhid (hlm. 142)]

 

Inilah hukuman di dunia, ia tertimpa laknat Allah. Dia akan dibiarkan oleh Allah, tanpa diberi hidayah dan pertolongan saat ia membutuhkannya.

Orang yang terlaknat seperti ini akan terus berada dalam keburukan dan kemerosotan iman. Mereka akan hidup seperti hewan ternak yang tak memiliki akal sehat, bahkan mungkin lebih buruk dan makin parah lagi dibandingkan binatang.

Hidupnya tak akan terhiasi dengan hidayah, tapi ia akan semakin jauh dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang mendatangkan murka Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Hal ini anda bisa lihat pada sebagian masyarakat Nusantara yang melakoni perbuatan dan adat istiadat kesyirikan, mulai dari pesta persembahan kepada Nyi Roro Kidul, acara labuhan di Merapi, ritual cuci keris, ngalap berkah dari kuburan dan dari Kiyai Slamet (di Solo), dan sederet kebiasaan syirik lainnya.

Semua ini dilakukan oleh manusia yang ber-KTP muslim, tapi perbuatannya bukan Islam! Bahkan ajaran Islam mengingkarinya!!

Kehidupan mereka amat jauh dari inti ajaran Islam yang mengajak kepada tauhidullah (mengesakan Allah), dan melarang keras semua bentuk syirik serta jalan-jalannya.

Kehidupan mereka bagaikan masyarakat Hindu-Buddha yang biasa mengagungkan dan menyembah makhluk.

Mereka telah beribadah dan berlindung kepada makhluk halus (setan-setan) dari amukan Merapi.

Kebiasaan seperti ini hanyalah kebiasaan kaum paganisme, penganut agama Hindu-Buddha, dan lainnya, karena memang setan ingin menyesatkan mereka dari agama Allah.

Tampaknya mereka menyembah berhala, makhluk halus, pepohonan, bebatuan, Nyi Roro Kidul, dewa-dewa dan lainnya, namun pada hakikatnya mereka telah menyembah dan mengagungkan setan, musuh Allah dari kalangan jin!!

Inilah yang pernah diisyaratkan oleh Allah dalam sebuah firman-Nya saat menceritakan berlepas dirinya para makhluk-makhluk yang mereka sembah,

{قَالَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ رَبَّنَا هَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَغْوَيْنَا أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا يَعْبُدُونَ } [القصص: 63]

“Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka; “Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat. Kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami”. (QS. Al-Qoshosh : 63)

Ayat ini dijelaskan oleh ayat lainnya yang menceritakan berlepas dirinya para malaikat yang disembah oleh manusia,

{قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ } [سبأ: 41]

“Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah Pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka (manusia) telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba’ : 41)

Diterangkan oleh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy _rahimahullah_  bahwa orang-orang yang mengaku telah menyembah para malaikat, hakikatnya mereka justru menyembah jin-jin setan yang menghias-hiasi bagi manusia penyembahan berhala dan makhluk, serta mereka pula yang menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (6/524), karya Ibnu Katsir, cet. Dar Thoibah]

Para pembaca yang budiman, seorang yang melakukan kesyirikan berupa persembahan dan pengorbanan kepada makhluk halus, dedemit, dan lainnya merupakan manusia paling celaka di sisi Allah, sebab ia akan diharamkan masuk surga dan akan dikekalkan dalam neraka Jahannam yang penuh dengan beragam siksaan yang akan menghanguskan penghuninya!!

Disebutkan dalam sebuah atsar,

دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِيْ ذُبَابٍ ، وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ قَالُوْا : وَكَيْفَ ذَلِكَ ؟ قَالَ : مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لاَ يَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبُ لَهُ شَيْئًا ، فَقَالُوْا لأَحَدِهِمَا : قَرِّبْ قَالَ : لَيْسَ عِنْدِيْ شَيْءٌ فَقَالُوْا لَهُ : قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا فَقَرَّبَ ذُبَابًا ، فَخَلَّوْا سَبِيْلَهُ» قَالَ : «فَدَخَلَ النَّارَ» ، وَقَالُوْا لِلآخَرِ : قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا قَالَ : مَا كُنْتُ لأِقَرِّبَ لأِحَدٍ شَيْئًا دُوْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ» قَالَ : « فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ » قَالَ : «فَدَخَلَ الْجَنَّةَ »

“Ada seseorang yang masuk surga gara-gara lalat, dan ada yang masuk neraka gara-gara lalat.

Mereka (para sahabat) bertanya,

“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Beliau bersabda, “Ada dua orang yang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala yang tak boleh dilewati sampai ia mempersembahkan sesuatu kepadanya. Kaum itu berkata kepada salah seorang diantara keduanya, “Berkurbanlah!!”.

Orang itu menjawab, “Aku tak memiliki sesuatu”.

Mereka berkata lagi kepadanya, “Berkurbanlah walaupun berupa lalat”.

Lalu orang itupun mengurbankan (mempersembahkan) lalat, lalu kaum itu akhirnya membebaskan perjalanannya”.

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Orang ini kelak akan masuk neraka”.

Kaum itu berkata lagi kepada orang kedua, “Berkurbanlah walaupun berupa lalat”.

Orang itu berkata, “Aku sama sekali tak akan pernah mengurbankan sesuatu kepada seorang pun, selain Allah -Azza wa Jalla-”.

Akhirnya, kaum itu menebas leher orang itu”.

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Kelak ia akan masuk surga”. [HR. Ahmad dalam Az-Zuhd (15) dan Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliyaa’ (1/203). Hadits ini di-shohih-kan oleh Abu Ya’laa Muhammad Aiman As-Salafiy dalam Bughyah Al-Mustafid (hal. 150)]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah– berkata saat mengomentari hadits ini,

“Orang ini berkurban dengan sesuatu yang hina (yakni, lalat) dan tak bisa dimakan. Namun ketika ia meniatkan hal itu dapat mendekatkan dirinya kepada berhala, maka jadilah ia seorang yang musyrik. Lantaran itu, ia kelak akan masuk neraka”. [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (1/142), cet. Darul Aqidah]

Melakukan persembahan kepada makhluk, baik berupa hewan, makanan, tumpeng, songkolo (makanan khas Sulawesi), telur, dan lainnya, maka semua ini adalah PERSEMBAHAN KESYIRIKAN.

Barangsiapa yang melakukannya, maka ia tergolong musyrik dan keluar dari agama Islam bila ia tidak segera bertobat.

Sebab, menyembelih sesuatu atau mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus atau kasar merupakan ibadah yang semestinya hanya diberikan dan dilakukan kepada Allah -Azza wa Jalla-.

Ibadah penyembelihan dan kurban adalah hak khusus bagi Allah -Azza wa Jalla-, bukan hak mahkluk.

Karenanya, Allah -Ta’ala- memerintahkan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- demi menyelisihi kaum musyrikin paganisme yang gandrung menyembelih untuk sesembahan mereka yang batil,

{قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } [الأنعام: 162]

“Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’aam: 162)

Al-Hafizh Abul Fidaa’ Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata,

“يَأْمُرُهُ تَعَالَى أَنْ يُخْبِرَ الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَعْبُدُونَ غَيْرَ اللَّهِ وَيَذْبَحُونَ لِغَيْرِ اسْمِهِ، أَنَّهُ مُخَالِفٌ لَهُمْ فِي ذَلِكَ، فَإِنَّ صَلَاتَهُ لِلَّهِ وَنُسُكَهُ عَلَى اسْمِهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ…فَإِنَّ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْأَصْنَامَ وَيَذْبَحُونَ لَهَا، فَأَمَرَهُ اللَّهُ تعالى.” اهـ من تفسير ابن كثير ت. سامي سلامة (3/ 381)

“Allah -Ta’ala- memerintahkan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- agar beliau mengabarkan kepada kaum musyrikin (yang menyembah selain Allah dan menyembelih untuk selain nama-Nya) bahwa beliau menyelisihi mereka dalam hal itu. Sebab sholat dan sembelihan beliau hanyalah untuk Allah saja, tanpa ada sekutu bagi-Nya…Sesungguhnya kaum musyrikin dahulu mereka mengibadahi berhala-berhala, dan menyembelih hewan ternak untuknya. Lantaran itu, Allah memerintahkan beliau untuk menyelisihi mereka dan berpaling dari kebiasaan mereka serta menghadapkan maksud, niat, dan keinginan kuat untuk memurnikan (mengesakan) Allah -Ta’ala- (dalam mengibadahi-Nya)”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (3/381)]

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman dalam rangka menceritakan kebiasaan buruk kaum musyrikin yang gandrung melakukan persembahan-persembahan kesyirikan,

{وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ } [الأنعام: 136]

“Dan mereka (kaum musyrikin) memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan oleh Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka.. Amat buruklah ketetapan mereka itu”. (QS. Al-An’aam: 136)

Kebiasaan mempersembahkan sesajen bagi berhala dan sembahan-sembahan batil adalah kebiasaan kaum musyrikin.

Adat istiadat kesyirikan seperti inilah yang diikuti oleh sebagian manusia yang mengaku muslim, tapi berkebiasaan kaum musyrikin!!

Coba perhatikan ayat ini!! Di dalamnya Allah jelaskan bahwa kaum musyrikin memberikan persembahan bagi Allah, di samping mereka juga membuat persembahan untuk berhala mereka.

Tapi apakah mereka dipuji? Tentu tidak, karena mereka telah memberikan bagian (sesajen) kepada makhluk. Bahkan sesajen dan persembahan itu lebih ia perhatikan dan utamakan dibandingkan sesuatu yang ia persembahkan kepada Allah.

Hal yang sama juga terjadi di hari ini, sebagian manusia yang senang kemusyrikan, jika hari raya Idhul Qurban datang, maka mereka menyembelih untuk Allah. Jika datang momen persembahan kesyirikan (misalnya, acara LABUHAN), maka mereka juga menyembelih dan mempersembahkan sesajen dan hewan kepada jin-jin yang mereka takuti.

Bahkan mereka lebih bersemangat melakukannya dengan segala kemampuannnya. Subhanallah, alangkah serupanya mereka dari zaman ke zaman.

Semua ini menunjukkan kepada kita tentang rendahnya keimanan kebanyakan kaum muslimin di Nusantara ini.

Lantaran itu, kami mengajak para dai agar memperhatikan masalah dakwah kepada iman, aqidah dan tauhid.

Sebab, ini adalah inti dakwah para nabi-nabi dan rasul terdahulu. Awal yang mereka dakwahkan adalah perkara aqidah dan tauhid, bukan masalah kekuasaan dan cara mendapatkannya.

Ini perlu kami himbau, sebab banyak dai hari ini yang lebih sibuk dengan politik dan jabatannya sehingga meninggalkan dakwah tauhid dan aqidah.

Tambah lagi, ia tak mau meluruskan aqidah umat karena takut tak dipilih lagi!! Nas’alullah was salamah minal fitan wa ahlih.

Sumber: https://abufaizah75.blogspot.com/