oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah hafizhahullah [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]
Sejarah memiliki peran dalam kehidupan manusia. Ia mencatat segala kejadian yang pernah mereka saksikan atau mereka dengarkan. Seluruh bangsa memiliki catatan sejarah dari zaman ke zaman. Para ahli sejarah memiliki semangat tinggi dalam merekam dan mencatat sejarah kehidupan dunia.
Hanya saja banyak diantara sejarah penting di dunia yang mereka tinggalkan.
Sejarah itu tercecer dan termakan oleh panjangnya abad dan zaman sampai kebanyakan manusia sudah melupakannya.
1. Sejarah Banjir Terbesar
Diantara sejarah yang pernah terjadi di dunia, namun para sejarawan dunia tidak membukukannya, sejarah banjir terbesar yang terjadi di zaman Nabi Nuh –Shallallahu alaihi wa sallam-.
Nabi Nuh –Shallallahu alaihi wa sallam– yang diutus sebagai rasul di kalangan kaumnya.
Banjir itu datang sebagai hukuman atas pembangkangan kaumnya terhadap dakwah tauhid dan pemberantasan syirik yang dilancarkan oleh Nabi Nuh –alaihis salam-.
Allah –Ta’ala– mengisahkan sejarah itu di dalam Al-Qur’an,
{وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ (37) وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلَأٌ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ (38) فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ (39) حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ (40) وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (41) وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ (42) قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ (43) وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (44) وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ (45) قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (46) قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (47)} [هود : 37_47]
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu (yakni, Nuh) bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zhalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh, “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh siksaan yang menghinakannya dan yang akan ditimpa siksaan yang kekal”. Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu, kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir”. Anaknya menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah“. Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab (siksaan) Allah, selain Allah (saja) yang Maha penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah”. Dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judiy, dan dikatakan, “Binasalah orang-orang yang zhalim”. (QS. Huud : 37-47)
Demikianlah kisah tenggelamnya bumi sebagai hukuman bagi kaum pembangkang.
Tak ada yang selamat dari siksaan Allah di hari itu, kecuali orang-orang yang setia mengikuti Nabi Nuh –Shallallahu alaihi wa sallam-. Banjir itu telah menutupi seluruh permukaan bumi sampai semua gunung tenggelam.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir –rahimahullah– berkata,
“السَّفِينَةُ سَائِرَةٌ بِهِمْ عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ، الَّذِي قَدْ طَبَّق جَمِيعَ الْأَرْضِ، حَتَّى طَفَتْ عَلَى رُءُوسِ الْجِبَالِ، وَارْتَفَعَ عَلَيْهَا بِخَمْسَةَ عَشَرَ ذِرَاعًا، وَقِيلَ: بِثَمَانِينَ مِيلًا وَهَذِهِ السَّفِينَةُ عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ سَائِرَةٌ بِإِذْنِ اللَّهِ وَتَحْتَ كَنَفه وَعِنَايَتِهِ وَحِرَاسَتِهِ وَامْتِنَانِهِ.” اهـ من تفسير ابن كثير ت سلامة (4/ 323)
“Perahu Nabi Nuh berjalan membawa mereka (yakni, orang-orang beriman) di atas permukaan air yang telah menutupi seluruh bumi sampai perahu itu pun terapung di atas gunung-gunung dan berada di atas setinggi 15 depa. Ada yang menyatakan, 80 mil. Perahu ini berlayar di atas permukaan air berdasarkan izin Allah dan di bawah pengawasan, perhatian, penjagaan serta karunia dari Allah”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/323), dengan tahqiq Sami Salamah, cet. Dar Thoibah, 1420 H]
Kisah banjir ini telah terjadi di zaman Nabi Nuh –Shallallahu alaihi wa sallam– dan dikisahkan oleh Kitabullah, namun dilupakan dan ditinggalkan oleh para sejarawan dunia.
Akibatnya, kisah pasti dan benar ini seakan-akan dongeng palsu yang tidak memiliki asal!! Padahal telah diceritakan dalam Al-Qur’an. Karenannya, sejarah dunia perlu ditinjau dan ditata ulang.
Para sejarawan lebih perhatian dan fokus pada sejarah hidup kaum Yunani kuno dibandingkan sejarah orang-orang sholih dari kalangan para nabi dan rasul serta pengikut mereka.
Akhirnya, sejarah hidup yang tercatat, tidak begitu banyak memberikan ibrah bagi manusia.
Padahal sejarah orang-orang sholih bersama kaumnya perlu dicatat agar dijadikan ibrah.
Allah -Ta’ala- berfirman,
{لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ } [يوسف: 111]
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf : 111)
Al-Imam Asy-Syaukaniy –rahimahullah– berkata,
“قَصَصِ الرُّسُلِ ومن بعثوا إليه مِنَ الْأُمَمِ، أَوْ فِي قَصَصِ يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ وَأَبِيهِ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبابِ وَالْعِبْرَةُ: الْفِكْرَةُ وَالْبَصِيرَةُ الْمُخَلِّصَةُ مِنَ الْجَهْلِ وَالْحَيْرَة.” اهـ من فتح القدير للشوكاني (3/ 73)
“Di dalam kisah-kisah para rasul atau dalam kisah-kisah Nabi Yusuf, saudara-saudara dan bapaknya terdapat ibrah (pelajaran). Sedang ibrah adalah gambaran dan ilmu yang yang menyelamatkan dari kejahilan dan keraguan”. [Lihat Fathul Qodir (4/81)]
2. Matahari Berhenti
Para pembaca yang budiman, diantara sejarah yang sudah dilupakan oleh kalangan sejarawan dunia, kisah seorang nabi yang sholih, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun –Shallallahu alaihi wa sallam-.
Disebutkan sejarahnya oleh Nabi Muhammad –Shallallahu alaihi wa sallam– sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhoriy dalam kitab Shohih-nya dan Imam Muslim juga dalam kitab Shohih-nya.
Disebutkan dalam riwayat itu bahwa ketika Nabi Yusya’ hendak melakukan jihad melawan kaum kafir yang menguasai Baitul Maqdis, maka ia memberikan nasihat kepada semua pasukannya.
Kemudian beliau pun melakukan perjalanan dalam memerangi kaum kafir.
Ketika beliau melihat perang belum usai, sedang matahari hampir tenggelam, maka ia pun memohon kepada Allah agar matahari ditahan.
Akhirnya, Allah –Azza wa Jalla– menahan matahari sampai Nabi Yusya’ menyelasaikan perang dan mengalahkan kaum kafir.
Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ
“Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/325) dari Abu Hurairah. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 202)]
Ahli Hadits Negeri Yordania, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy –rahimahullah– berkata,
“وفيه أن الشمس لم تحبس لأحد إلا ليوشع عليه السلام، ففيه إشارة إلى ضعف
ما يروى أنه وقع ذلك لغيره.” اهـ من سلسلة الأحاديث الصحيحة وشيء من فقهها وفوائدها (1/ 399)
“Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa matahari tak pernah ditahan (oleh Allah), selain untuk Yusya’ –alaihis salam-. Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang lemahnya sesuatu yang diriwayatkan bahwa hal itu juga bagi selain beliau”. [Lihat As-Silsilah Ash-Shohihah (no. 202)]
Kisah Nabi Yusya’ bin Nun ini merupakan bukti kuat bahwa banyak di antara sejarah dunia yang berserakan dan sudah dilupakan oleh manusia.
Kisah-kisah yang menjelaskan kekuasaan Allah sebagai satu-satunya sembahan manusia yang haq.
Akan tetapi karena kebanyakan sejarawan dunia dari kalangan orang jahil dan atheis, maka merekapun tidak mau atau enggan menyebutkan kisah-kisah seperti ini.
3. Bulan terbelah
Satu lagi kisah ajaib yang dilupakan oleh para pencatat sejarah kehidupan manusia, kisah terbelahnya bulan yang menunjukkan kekuasaan Allah dan kebenaran Nabi Muhammad –Shallallahu alaihi wa sallam– sebagai rasul Allah.
Allah –Ta’ala– berfirman,
{اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ } [القمر: 1]
“Telah dekat datangnya kiamat itu dan telah terbelah bulan”. (QS.Al-Qomar: 1)
Kaum musyrikin meminta kepada Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– agar diperlihatkan sebuah mukjizat, maka tiba-tiba bulan terbelah. Ketika terbelah, maka mereka tetap kafir.
Jubair bin Muth’im –radhiyallahu anhu– berkata,
انْشَقَّ الْقَمَرُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى صَارَ فِرْقَتَيْنِ عَلَى هَذَا الْجَبَلِ وَعَلَى هَذَا الْجَبَلِ،
فَقَالُوا سَحَرَنَا مُحَمَّدٌ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَئِنْ كَانَ سَحَرَنَا فَمَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْحَرَ النَّاسَ كُلَّهُمْ
“Bulan pernah terbelah di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai menjadi dua belah: (Satu belahan) di atas gunung dan (belahan lain) di atas gunung ini. Mereka (orang-orang kafir) berkata, “Muhammad telah menyihir kita”. Sebagian orang di antara mereka berkata, “Kalau ia menyihir kita, maka pasti ia tak mampu menyihir seluruh manusia”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3289). Hadits ini di-shohih-kan sanadnya oleh Al-Albaniy dalam Shohih As-Sunan]
Kejadian ini disaksikan oleh kaum musyrikin yang berada di Makkah dan di daerah lain.
Mereka telah melihatnya dalam waktu yang sama dan mengakuinya hal itu.
Al-Imam Al-Qodhi Iyadh –rahimahullah– berkata,
“آية انشقاق القمر من أمهات آيات نبينا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ومعجزاته، وقد رواها عدة من الصحابة، وظاهر الآية أيضاً وسياقها.” اهـ من إكمال المعلم بفوائد مسلم (8/ 333)
“Terbelahnya bulan termasuk pokok-pokok mukjizat Nabi kita -Shallallahu alaihi wa sallam-. Mukjizah itu telah diriwayatkan oleh sejumlah sahabat -radhiyallahu anhum- di samping berdasarkan lahiriah ayat yang mulia itu dan konteksnya”. [Lihat Ikmal Al-Mu’lim bi Fawa’id Muslim (8/333)]
Para pembaca yang budiman, inilah beberapa buah kisah dan sejarah yang terlupakan di sisi sebagian sejarawan Islam, dan mayoritas sejarawan kafir. Tapi semua itu ada hikmahnya di sisi Allah.