Hukum Memberikan Isyarat Saat Khutbah Jumat

  • Oleh : Ustadz Syafaat Al-Munawiy hafizhahullah
  • (Pengajar Ma’had Subulus Salam Samaya, Gowa)[1]

 

Telah datang sejumlah nash yang memerintahkan untuk menyimak dan mendengarkan khutbah Jumat, serta melarang untuk berbicara di saat khutbah Jumat berlangsung.

Terlepas dari perbedaan pendapat dan pandangan dari kalangan para ulama yang memahami larangan tersebut. Sebagian di antara mereka memandang bahwa larangan berbicara, hukumnya haram, dan sebagain lagi memandang larangan itu bermakna makruh.

Adapun sebagian jamaah memberikan isyarat di saat khutbah Jumat berlangsung,  baik untuk menegur dan mendiamkan orang atau yang semisalnya, maka HUKUMNYA adalah BOLEH. Maksudnya, TIDAK DILARANG seseorang memberikan isyarat di saat khutbah Jumat berlangsung.

Telah datang sejumlah atsar dari sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang BOLEHNYA memberikan isyarat di saat khutbah Jumat.

Di antaranya, atsar dari Ibnu Umar -radhiyallohu ‘anhuma-dari Nafi’, beliau berkata,

أَنَّهُ رَأَى ابْنَ عُمَرَ «يُشِيرُ إِلَى رَجُلٍ فِي الْجُمُعَةِ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ»

“Bahwa dia melihat Ibnu Umar -radhiyallohu ‘anhuma- memberikan isyarat kepada seseorang di hari Jumat (agar orang itu diam), sedangkan imam berkhotbah.”  [Atsar Riwayat Abdur Rozzaq Ash-Shon’aniy di dalam Al-Mushonnaf (no. 5429)]

Dari Nafi’, dari Ibnu Umar –radhiyallahu anhuma-, ia berkata,

«أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يَتَكَلَّمُ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَرَمَاهُ بِحَصًى، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهِ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى فِيهِ»

Bahwa Ibnu Umar melihat seseorang sedang berbicara sedangkan sedang imam berkhotbah di hari Jumat. Lantaran itu, beliau melemparnya dengan batu kerikil. Tatkala orang itu memandang kepadanya,  maka beliau meletakkan tangannya di mulutnya (yakni, isyarat agar orang itu diam).” [Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (no. 5218)][2]

Berdasarkan atsar-atsar ini dan yang semakna dengannya, sebagian ulama menyatakan bolehnya memberikan isyarat di saat khutbah Jumat berlangsung, bahkan ada di antara mereka menukilkan ijma’ (kesepakatan para ulama) tentang bolehnya hal itu.

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy –rahimahullahu berkata,

“ولا خلاف في جواز الإشارة إليه بين العلماء، إلا ما حكي عن طاوس وحده، ولا يصح، لأن الإشارة في الصلاة جائزة،  ففي حال الخطبة أولى.”

Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama tentang bolehnya memberikan isyarat ( di saat khutbah Jumat), kecuali pendapat yang dihikayatkan dari Thowus, dan pendapat itu tidak benar.  Karena, isyarat di dalam shalat adalah boleh.[3] Nah, tentunya hal itu di dalam khutbah lebih diperbolehkan lagi. [Lihat Fathul Bari Syarh Shohih AlBukhariy (8/275), karya Ibnu Rajab]

“Jadi, tidak dilarang untuk memdiamkan orang yang berbicara dengan isyarat. Karena, Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak mengingkari para sahabat ketika mereka memberikan isyarat kepada yang bertanya (di saat khutbah Jumat), Kapankah hari kiamat?

Bahkan boleh bagi seseorang untuk meletakkan tangannya di mulutnya sebagai isyarat untuk diam. Karena, isyarat di dalam shalat diperbolehkan. Nah, di saat khutbah tentunya hal itu lebih diperbolehkan lagi.”[4]  

Wallahu a’lam.

✍️ Ditulis di Ponpes Al-Ihsan Gowa, pada tanggal 3 Jumadal Akhiroh 1443 H, bertepatan 7 Januari 2022 M.

————————-

Selesai diedit oleh Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah Al-Bugisiy –hafizhahullah- pada hari Sabtu, 5 Jumadal Akhiroh 1443 H.

[1] Ma’had Subulus Salam adalah sebuah pondok pesantren yang dirintis oleh Ustadz Fadhly Abu Harun Al-Makassariy –hafizhahullah-. Ma’had ini pada awal perintisannya bernama “Ma’had As-Sunnah Samaya”. Namun, karena sesuatu dan lain hal, namanya berubah menjadi Ma’had Subulus Salam yang berada di Dusun Samaya, Desa, Romangloe, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan 92171.

Alamatnya dapat anda kunjungi via link Google Maps berikut ini : https://goo.gl/maps/EenBACcq14PshTRHA

[2] Lihat Ghoyatul Muqtashidin Syarh Manhajis Salikin (1/393).

[3] Misalnya, orang yang sedang shalat memberi isyarat sebagai jawaban bagi orang yang mengucapkan salam kepadanya [ed.].

[4] Lihat AtTashil AlMuqni’ fi Halli Alfazh Ar-Roudh Al-Murbi’ (1/698), karya Dr. Kamilah Al-Kuwariy.

Tanbih : Al-Kuwariy, bukan Al-Kiwariy sebagaimana yang diterangkan oleh As-Sam’aniy dalam Al-Ansab (11/165/ no. 3491) [ed.].

—————————————————————————–