Bagikan...

Tips Jitu Meraih Khusyu' dalam Sholat

  • Oleh: Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. hafizhahullah
  • [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Khusyu’ dalam sholat adalah inti sebuah sholat yang ditunaikan oleh seorang hamba.

Dia merupakan sebab utama yang memasukkan seseorang ke dalam jannah (surga) yang dipenuhi kenikmatan.

Allah –Azza wa Jalla– berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) [المؤمنون : 1 ، 2]

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya”. (QS. Al-Mukminun : 1-2)

Khusyu’ dalam sholat, artinya seseorang merasa tenang dalam mengerjakan sholatnya, karena ia merasa takut kepada Allah dan men-tadabburi (memahami) ayat-ayat dan dzikir yang ia baca dalam sholatnya.

Karena itu, orang yang khusyu’ akan memusatkan perhatian terhadap bacaan sholatnya dan menenangkan seluruh anggota badannya saat sholat, karena semata-mata mengharapkan pahala.

Dia tak akan tergesa-gesa mendatangi sholat, tak akan memalingkan pandangannya ke kiri dan ke kanan ketika sholat serta mengurangi gerakan dalam sholat. [Lihat Jami’ Al-Bayan (19/694-696)]

Para pembaca yang budiman, lantas apa yang perlu kita lakukan dan pahami agar dapat meraih khusyu’ dalam sholat? Nah, tentunya bila anda ingin khusyu, maka anda dianjurkan melakukan beberapa tips berikut ini:

—  Mengingat Kematian

Seseorang yang ingin meraih khusyu’ yang sempurna dalam sholat, ia harus menghadirkan perasaan takut kepada Allah saat melewati ayat-ayat ancaman atau takut jangan sampai menjadi orang yang celaka karena kelalaiannya dalam menjaga ke-khusyu’-an sholatnya.

Satu diantara perkara yang mampu menghadirkan rasa takut kepada Allah, seseorang mengingat mati saat ia sholat. Dia harus takut jangan sampai sholat yang ia sedang kerjakan adalah amalannya yang paling akhir.

Jika itu adalah amalan yang paling akhir, maka selayaknya ia persembahkan sholat yang baik dan paling khusyu’.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

اذْكُر المَوْتَ في صَلاَتِكَ فإِنَّ الرَّجُلَ إذا ذَكَرَ المَوْتَ في صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أنْ يُحْسِنَ صلاتَهُ وَصَلِّ صلاةَ رَجُلٍ لا يَظُنُّ أنَّهُ يُصَلِّي صلاةً غَيْرَها وإِيَّاكَ وكُلَّ أمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْه

“Ingatlah kematian dalam sholatmu. Karena, bila seseorang mengingat kematian dalam sholatnya, maka ia akan lebih memperbaiki sholatnya. Sholatlah laksana sholatnya seorang yang menyangka bahwa ia tak akan lagi melakukan sholat selainnya. Waspadalah terhadap segala perkara yang (dibutuhkan di dalamnya) pengajuan alasan”. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1755). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (no. 489)]

Seorang yang takut dalam sholatnya akan mudah mendalami dan konsentrasi terhadap segala bacaan dan gerakannya sehingga ia seakan-akan bercakap-cakap dengan Allah atau seakan ia di alam akhirat.

Inilah sebabnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- amat mudah menangis sholatnya, sebab beliau hadirkan dalam hatinya perasaan takut dan dekatnya perjumpaan dengan Allah yang siap menghisab dirinya.

—   Mentadabburi Bacaan-bacaan Sholat

Sholat adalah munajat (bisik-bisik) antara seorang seorang hamba dengan Robb-nya. Di dalamnya ia menyampaikan hajatnya dengan penuh rasa harap dan takut.

Semua ini tak akan sempurna sampai ia memahami arti percakapan yang ia lakukan. Percakapan ini ibarat dialog seseorang dengan kekasihnya. Bahkan lebih dari itu!!

Karenanya, dialog ini butuh keseriusan dan kesadaran sehingga lahirlah saling memahami antara kedua pihak.

Begitulah seorang yang sholat, harus penuh tadabbur terhadap bacaannya yang merupakan dialognya dengan Allah.

Mentadabburi Al-Qur’an adalah perkara yang diperintahkan. Lantaran itu, Dia mencela orang yang tak mentadabburinya. Allah –Ta’ala– berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا  [محمد : 24]

“Maka apakah mereka tidak mentadabburi (memperhatikan) Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad : 24)

Al-Imam Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithiy –rahimahullah– berkata,

وَمَا تَضَمَّنَتْهُ هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ مِنَ التَّوْبِيخِ وَالْإِنْكَارِ عَلَى مَنْ أَعْرَضَ عَنْ تَدَبُّرِ كِتَابِ اللَّهِ ، جَاءَ مُوَضَّحًا فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ،…وَمَعْلُومٌ أَنَّ كُلَّ مَنْ لَمْ يَشْتَغِلْ بِتَدَبُّرِ آيَاتِ هَذَا الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ أَيْ تَصَفُّحِهَا وَتَفَهُّمِهَا ، وَإِدْرَاكِ مَعَانِيهَا وَالْعَمَلِ بِهَا، فَإِنَّهُ مُعْرِضٌ عَنْهَا، غَيْرُ مُتَدَبِّرٍ لَهَا فَيَسْتَحِقُّ الْإِنْكَارَ وَالتَّوْبِيخَ الْمَذْكُورَ فِي الْآيَاتِ إِنْ كَانَ اللَّهُ أَعْطَاهُ فَهْمًا يَقْدِرُ بِهِ عَلَى التَّدَبُّرِ.” اهـ من أضواء البيان في إيضاح القرآن بالقرآن – (7 / 256_257)

“Apa yang dikandung oleh ayat yang mulia ini berupa kecaman dan pengingkaran bagi orang yang berpaling dari mentadabburi Kitabullah, telah datang secara jelas dalam banyak ayat…Sudah dimaklumi bahwa barangsiapa yang tidak menyibukkan diri dalam mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an yang agung ini, yakni membukanya, berusaha memahaminya dan menjangkau maknanya serta mengamalkannya, maka sungguh ia telah berpaling darinya lagi tidak mentadabburinya. Jadi, ia berhak mendapatkan pengingkaran dan kecaman yang tersebut dalam ayat-ayat itu, jika ia diberi pemahaman oleh Allah. Dengannya, ia mampu melakukan tadabbur”. [Lihat Adhwaa’ Al-Bayan (7/256-257), cet. Dar Al-Fikr, 1415 H]

Seorang yang sholat dengan membaca doa dan dzikir tanpa tadabbur –malah lalai-, ibarat orang yang membaca surat dari seseorang tanpa mengerti isinya. Disinilah urgensi tadabbur yang melahirkan khusyu’ bagi orang yang tegak di hadapan Allah -Azza wa Jalla-.

—   Membersihkan Diri dari Maksiat

Maksiat yang dilakukan oleh para hamba merupakan noda yang akan mengotori, bahkan menutupi hati.

Sementara hati adalah alat yang digunakan berpikir dan mentadabburi sesuatu.

Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ

“Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan suatu dosa, maka akan dibuat titik hitam di dalam hatinya. Jika dia menahan diri (dari maksiat), memohon ampunan dan bertobat, maka hatinya akan mengilap (bercahaya). Jika ia kembali (melakukan dosa), maka titik hitam itupun bertambah pada hatinya hingga memenuhi hatinya”. [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]

Jika ia menghitam akibat noda maksiat, maka hati tak mampu bertadabbur. Sebab hati ibarat cermin, bila ia penuh noda, maka ia tak mampu memantulkan cahaya dan tak bisa dipakai berkaca. Begitulah hati yang kita pakai mentadabburi Kitabullah.

Seorang yang membiarkan dirinya bermaksiat akan memberikan pengaruh bagi hatinya, sehingga doanya pun tak akan dikabulkan oleh Allah.

Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

ثلاثةٌ يَدْعُوْنَ اللهَ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ:رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئةُ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُشْهِدْ عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ آتَى سَفِيْهًا مَالَهُ

“Ada tiga orang yang berdoa, tapi doanya tak dikabulkan: (1) seorang suami yang memiliki istri yang buruk akhlaknya, namun ia tak menceraikannya,  (2) seorang yang memiliki harta, namun ia tak mempersaksikannya, (3) dan seorang yang memberikan hartanya kepada seorang safih (yang bodoh)”. [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (no. 3181) dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (no. 21022). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1805)]

Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang memiliki istri yang buruk perangainya, tak akan dikabulkan doanya, termasuk sholatnya yang berisi doa-doa.

Sebab, dengan memelihara dan mempertahankan istri yang durhaka merupakan penyiksaan batin bagi si suami. Orang yang memiliki istri yang durhaka amat sulit meraih khusyu’.

Sebab banyak kendala dan problema bila hidup bersamanya. Semua ini tentunya akan mengganggu hati.

Demikian pula orang yang mengutangkan uang yang banyak kepada orang lain tanpa saksi, lalu orang yang berutang mengingkarinya.

Si pengutang telah berbuat teledor dalam memenuhi perintah Allah dalam menghadirkan saksi dalam akad utang tersebut.

Ini tentunya kezholiman terhadap diri sendiri. Adapun orang yang memberikan hartanya kepada orang yang bodoh dan tak pandai mengurusi harta, seperti anak kecil atau orang yang tak berpengalaman, sedang ia tahu keadaannya, maka orang ini telah menyia-nyiakan hartanya. Padahal Allah dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah melarang hal tersebut. [Lihat At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (1/979)]

Di saat tersia-siakannya harta karena menyerahkannya kepada selain ahlinya, jelas akan menjadi beban pikiran yang akan mencabut kekhusu’an dalam hati.

Seorang wanita durhaka pun akan terkena akibat dan imbas dosa kedurhakaannya sehingga ke-khusyu’-an dicabut dari dirinya.

Rasulullah –Shallallahu alaihi wa sallam– bersabda,

اثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُءُوسَهُمَا : عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِمْ ، وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ

“Ada dua orang yang sholatnya tidak melewati kepalanya: budak yang lari dari majikannya sampai kembali kepada mereka dan istri yang durhaka kepada suaminya sampai ia (istri) mau rujuk kepada suaminya”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (no. 478) dan Al-Awsath (3628) serta Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (no.7330). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 1888)]

Diantara maksiat yang menghalangi doa dan khusyu’-nya sholat kita, memakan makanan dan minuman yang haram serta memakai pakaian yang haram.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

“Sesungguhnya Allah -Ta’ala- itu Maha Baik, tidak mau menerima, kecuali yang baik; Allah telah memerintahkan kepada kaum mu’minun sesuatu yang telah Dia perintahkan kepada para rasul, seraya berfirman, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh” (QS. Al-Mukminun : 51). Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu”. (QS. Al-Baqoroh : 172)

Kemudian beliau (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-) menyebutkan seorang yang melakukan safar yang jauh dalam keadaan kusut, lagi berdebu; dia mengulurkan tangannya ke langit (seraya berdo’a), “Wahai Robb-ku, wahai Robb-ku”, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan sesuatu yang haram. Maka bagaimana mungkin dikabulkan (doa) bagi orang itu”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (1015)]

—  Menjauhi Kebiasaan Banyak Tertawa

Banyak tertawa akan mematikan hati. Hati yang mati tak akan bergeming dengan ancaman dan berita gembira yang dibacakan kepadanya.

Nah, bagaimana mungkin orang yang berhati demikian akan khusyu’.

Itulah sebabnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang banyak tertawa dalam sabdanya,

وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

“Janganlah engkau memperbanyak tawa, karena banyak tawa akan mematikan hati”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2305). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 930)]

Para pembaca yang budiman, inilah beberapa terapi dan tips dalam meraih khusyu’.

Sebenarnya masih ada lagi hal lain yang dapat menjadi sebab lahirnya khusyu’ dalam sholat, seperti jangan terlalu sibuk dan tenggelam dengan dunia sehingga dunia lebih menguasai hati. Akhirnya, ia tak hadir ke masjid, selain hatinya dipenuhi berbagai macam pikiran dan urusan dunia.

Semoga di lain waktu kami akan ulas lagi materi ini, insya Allah…