Bolehkah Menghukum Murid dengan Denda Uang atau Harta karena Pelanggarannya?

Bagikan...

Bolehkah Menghukum Murid dengan Denda Uang atau Harta karena Pelanggarannya?

  • Oleh: Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. hafizhahullah
  • [Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa]

Di sebagian sekolah, terdapat sebuah realita yang sering kita dapati para guru atau pengurus sekolah menetapkan denda sebagai hukuman bagi murid-murid yang melanggar.

Lalu bolehkan hal itu?

Pertama, kita harus memahami bahwa hukuman ta’zir berupa denda uang atau harta adalah perkara yang merupakan hak prerogatif pemerintah berdasarkan pendapat yang menguatkan bolehnya pemerintah memberikan hukuman ta’zir berupa denda harta. Pemerintah dalam hal ini adalah pemimpin negara atau yang mewakilinya, seperti hakim di pengadilan.

Kedua, dari sini kita ketahui bahwa hukuman ta’zir berupa denda, bukan hak rakyat atau organisasi atau perkumpulan, sehingga tidak boleh pihak tertentu memberlakukan hukum denda harta atas orang lain.

Sebab, tidak boleh mengambil harta manusia, melainkan dengan cara-cara yang dibolehkan oleh syariat. Nah, denda uang atau harta yang diberlakukan oleh selain pemerintah atas orang lain –seperti murid sekolah atau yang lainnya- adalah perkara yang tidak dibenarkan dalam agama.

Datang penjelasan tentang hukum denda uang atau harta dari ulama besar Al-Lajnah Ad-Da’imah yang kala itu diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, dan beranggotakan Syaikh Bakr Abu Zaid dan Syaikh Sholih Al-Fauzan –hafizhahumullah-.

Mereka memberikan jawaban bersama sebagai berikut tentang memungut denda uang atau harta oleh selain pemerintah :

“فهذا إجراء لا يجوز؛ لأنه عقوبة تعزيرية مالية ممن لا يملكها شرعا، بل مرد ذلك للقضاة، فيجب ترك هذه الغرامات“. اهـ من فتاوى اللجنة الدائمة – 1 (19/ 143)

“Ini (yakni denda uang atau harta) merupakan prosedur yang tidak boleh. Karena, hal itu adalah hukuman ta’zir berupa harta dari orang yang tidak berhak memberlakukannya menurut syariat, bahkan hal itu kembali kepada hakim. Lantaran itu, wajib meninggalkan denda-denda ini.”

[Lihat : Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, (19/143)]

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Search

Tulisan terbaru

Bagikan...